Semalaman Damar sampai tidak bisa tidur karena terus memikirkan kata-kata Arman padanya. Tentang Anna. Tentang protes gadis itu.
Semalaman juga Damar memikirkan kata-katanya pada Anna kemarin, dan ia tak bisa mengambil kesimpulan lain selain bahwa dirinya memang terlalu kasar. Akal sehat Damar dibutakan amarah kemarin pagi.
Bahkan semalam, rasanya seolah kata-kata yang ia katakan pada Anna dilemparkan kembali padanya. Meskipun ia marah pada Anna, bisa-bisanya dia menyebutkan tentang Anna yang seharusnya tak pernah datang pada Dhika. Seperti kata Arman, betapa pun kasarnya sikap Anna, betapa pun menyebalkannya gadis itu, berapa banyak pun masalah yang dia ciptakan, itu tak mengubah kenyataan bahwa dia adalah adik Dhika.
Damar semakin merasa bersalah karena apa yang dikatakan Evelyn semalam. Benarkah Anna menangis? Apakah itu karena kata-kata yang ia ucapkan pada gadis itu?
Damar seketika duduk tegak ketika melihat Anna berjalan menuruni tangga. Gadis itu tak menatap ke arahnya yang ada di ruang tamu dan masuk ke ruang makan. Damar mendengar Prita menyapa gadis itu,
"Pagi, Anna."
"Pagi," Anna membalas pelan.
Lalu, terdengar percakapan pelan yang tidak terdengar cukup jelas dari ruang tamu. Maka Damar pun bangkit dari duduknya dan menyusul ke ruang makan. Dhika dan Dera yang juga sudah bersiap-siap ada di ruang makan.
"Semalem kamu nggak makan ya, Ann?" tanya Dera.
Damar melihat Anna hanya tersenyum tipis menanggapi Dera. Bahkan pada Dera, gadis itu tidak bereaksi seheboh biasanya.
"Pulang liburan nanti, kamu bisa pulang ke rumah Kakak," Dhika berkata.
Anna tak menjawab. Dalam diam, gadis itu memasukkan sendok demi sendok nasi goreng sosis di piringnya.
"Abis sarapan, kamu siapin baju ganti. Abis ini kita berangkat ke Tawangmangu," kata Dhika lagi.
Anna masih tak menjawab.
"Kakak ngomong sama kamu, Ann!" Suara Dhika meninggi.
Tiba-tiba, Anna menurunkan sendok yang sudah setengah jalan di tangannya. Gadis itu lantas berdiri dan meninggalkan meja makan.
"Kamu mau ke mana?" Kali ini Dhika membentaknya. "Habisin dulu sarapanmu."
Anna menoleh pada Dhika dan berkata dingin,
"Bukannya tadi Kakak nyuruh Anna buat nyiapin baju ganti, ya?"
"Biar Kak Dera yang siapin. Kamu lanjutin aja makannya," Dera angkat bicara.
Ia menghampiri Anna dan membawa Anna kembali duduk di depan meja makan. Gadis itu pun melanjutkan makannya seolah tak terjadi apa-apa.
"Dan kamu ngapain di situ?" Suara geli Ryan menyadarkan Damar.
Damar berdehem, menunjuk kulkas. "Mau ambil air dingin."
Ryan mengangkat alis.
Mengabaikan kakak iparnya, Damar menghampiri kulkas, tapi masih melirik Anna. Ia tersentak pelan ketika Anna berkata,
"Ambilin air dingin buat aku juga."
"Oh, iya," Damar reflek menjawab, yang segera disesalinya ketika Ryan tiba-tiba terbatuk. Lebih tepatnya, menggantikan tawa dengan batuk. Ekspresinya tampak terhibur.
Damar menatap Ryan kesal ketika meletakkan sebotol air dingin di samping Anna. Ia sudah akan meninggalkan ruang makan ketika Anna memanggilnya.
Damar kembali menatap gadis itu dengan kening berkerut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miss Trouble vs Mr Genius (End)
Teen FictionDamar pasti sudah gila. Tidak. Kakaknya yang pasti sudah gila. Ah, tidak. Lebih tepatnya, kakak-kakaknya. Prita, Lyra, Dera, Ryan, Erlan, Dhika. Mereka semua benar-benar keterlaluan. Ada satu hal yang paling dibenci Damar di sekolahnya. Cewek som...