Di kediaman senja, sepi memalung kesendirian antara temu yang terus menjadi buaian semu dan sua yang tak lagi bertatap mata. Manikku tetap terlena dengan rembulan dan para kejora yang tengah bercengkrama entah tentang apa.
Seiring sepi yang melintasi lorong hati, dalam diamku ada rupa terpasung dalam mata. Kurasa itu kau, sosok yang sejak dulu kutunggu tiada jera. Harapku kau bukan lagi segores bayang semu, hadirlah meski sesingkat senja. Agar anganku akanmu tak sia-sia.
Ufuk hatiku menggerutu akan kisah pilu tiada jeda. Renungku pada senja seakan tak pernah cukup tuk tenggelamkan semua rasa. Kau pikir sirna itu seketika, nyatanya waktu tercipta dengan kelam semu yang setia.
Kau tak pernah tahu bukan, larimu selalu goreskan sendu bagiku. Anehnya, kelam malam dari waktu itu selalu mengelusku seakan aku adalah pemuja setiamu. Padahal mereka tahu bahwa bayangmu tak merupa dibalik manik bulat berwarna coklat milikku.
Rasanya muak, bisakah kau hentikan senandung sunyi yang hadiri jiwa kelabu ini? Yang hadir dengan iringan rindu yang berkelana tiada letih.
Sialnya, penawarnya pun kau tak tahu apa. Lantas jika dekapan rindu terus bersenandung, kemana para pecandu rindu sepertiku harus berlari dan melabuhkan segala rasa?
Kau hadir tanpa sebuah permintaan jelas dariku, seenaknya bersemayam dan memaksa tuk tetap tinggal. Hingga mulutmu berkata bahwa kau tengah ragu akan rasamu sampai kau memilih tuk berlari.
Padahal kaupun belum tau seberapa mengagumkannya dirimu di naluri sepiku dulu. Ragumu membakar semua syair dan puisi yang tercipta, dan kau buat itu abadi. Abadi tuk terus hanguskan anganku tuk mempertahankan harapku.
Kurasa raga ini terlalu lelah, jiwa ini terlalu layu tuk buang semua rindu yang sakiti sekujur kalbu. Sepenggal kalimat yang telah kutulis dalam beribu kertas lusuh itu, kau tak pernah tau. Betapa tegarnya aku saat pena yang menemaniku dalam genggaman selalu bergerak menulis namamu.
Pernah ku terheran, mengapa aku begitu sangat merindu? Sejak kapan aku menjadi seorang pecandu rindu untuk insan sepertimu?
Sering ku terdiam maratapi ketidaksanggupanku tuk menghapusmu dalam rentan waktu sesingkat yang kau mau. Tapi hati tersenyum sendu seakan ia tak bisa begitu saja melakukannya.
Berusaha kuturuti jika kau paksa ku tuk berhenti merindu. Tapi hati sepakat mendorong kita tepatnya aku untuk salah. Karena merindu bukan tentang logika, melainkan gejolak rasa yang menggebu tanpa diminta.
Tak apa, jika rinduku tak pernah kau sapa. Karena pada akhirnya, kenyataan akan menghapusnya perlahan dengan berbagai kebersamaan baru. Kebersamaan sejati yang berjanji takkan pernah lari sepertimu.
Gusarmu takkan lagi lama, persemayaman rinduku kan ku ajak ke dermaga penuh bintang. Yang enggan mengundang duka hadir sebagai penyelimut hampa.
Hati, merindulah sesukamu itu tak apa. Jika kau lelah dengan dermaga penuh duka itu, berlayarlah ke samudra yang paling jauh. Sampai kau temukan dermaga baru tuk berlabuh tiada sepi.
Nadine's
a/n
Dont forget to vomment guys❣❣❣❣
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart's Desire
Teen Fictiontentang bagaimana hati dan hasratnya. tentang bagaimana aku dihatinya.