The System Of Dr. Tarr and Prof. Feather (1)

1.5K 88 8
                                    

Dalam perjalananku melewati provinsi-provinsi bagian selatan Prancis yang terkenal ekstrim, aku memutuskan untuk mengunjungi rumah sakit jiwa swasta Maison de Sante yang telah sering kudengar dari rekan kerja medisku. Karena aku belum pernah mengunjungi tempat seperti itu sebelumnya, maka pikirku kesempatan ini sayang untuk dilewatkan. Jadi, aku membujuk teman seperjalananku (seorang pria yang baru kukenal sejak beberapa hari yang lalu) agar kami memutar haluan barang satu atau dua jam untuk melihat-lihat tempat tersebut. Dia segera menolak. Pertama, alasannya, kami seharusnya berjalan lebih cepat, dan kedua, dia tidak ingin bertemu dengan orang-orang gila. Namun, dia bersikukuh agar jangan ada rasa bersalah kepadanya jika aku ingin meninggalkannya untuk memenuhi keingintahuanku, dan dia akhirnya menyarankan bahwa dia akan tetap melanjutkan perjalanan, tapi dengan sangat lambat dan santai, sehingga nantinya aku dapat menyusulnya pada hari itu juga, atau keesokan harinya. Saat dia akan mengucapkan salam perpisahan, aku baru terpikir bahwa mungkin saja aku akan mengalami kesulitan untuk dapat masuk ke tempat tersebut, jadi kuungkapkan kekhawatiranku ini padanya. Katanya, jika aku tidak mengenal kepala rumah sakit di sana yang bernama Monsieur Maillard, atau tidak mempunyai surat rujukan perkenalan, maka aku pasti akan mengalami kesulitan, karena peraturan rumah sakit swasta ini lebih ketat dibanding rumah sakit umum. Namun, tambahnya, dia telah mengenal Monsieur Maillard sejak beberapa tahun lalu, dan akan berbaik hati menemaniku sampai pintu depan rumah sakit dan memperkenalkanku kepada Monsieur Maillard. Dia tidak akan ikut masuk denganku karena enggan bertemu dengan orang-orang gila.

Aku mengucapkan terima kasih padanya, kemudian kami berbelok dan memasuki jalan kecil yang ditumbuhi rerumputan. Satu setengah jam berikutnya kami hampir tersesat di hutan rimba. Kami kembali meneruskan perjalanan melewati hutan yang lembab dan gelap. Tidak berapa lama kemudian Maison de Sante mulai terlihat. Sungguh bangunan yang mengagumkan walau sudah bobrok dan nyaris tidak layak huni setelah tidak diurus selama bertahun-tahun. Melihatnya saja sudah membuatku ngeri dan ingin memutar balik kudaku. Namun aku tetap membulatkan tekad dan terus maju.

Saat kami mulai mendekat, aku merasa gerbangnya agak sedikt terbuka dan melihat bayangan raut wajah seseorang yang mengintip dari celahnya. Dalam sekejap, pria ini muncul di hadapan kami dan menyapa teman seperjalananku dengan sangat akrab. Ternyata, pria ini adalah Monsieur Maillard. Penampilan dan tata kramanya sangat bagus. Ditambah lagi ada kesan kewibawaan yang membuatnya terlihat sangat mengesankan.

Temanku kemudian memperkenalkanku pada Monsieur Maillard dan menjelaskan maksud kedatanganku kemari. Monsieur Maillard berjanji bahwa dia akan memenuhi semua permintaanku. Setelah mendengar ini, temanku segera beranjak pergi dan tak terlihat lagi.

Setelah itu, kepala rumah sakit mengantarkanku ke dalam ruang tamu yang tertata dengan sangat rapi. Ruangannya berisi deretan buku-buku, lukisan, vas bunga, dan alat musik. Api yang menari-nari di tungku membuat hati terasa hangat. Seorang wanita muda yang sangat cantik duduk di balik piano dan menyanyikan lagu dari Bellini. Saat aku memasuki ruangan, dia menghentikan nyanyiannya dan menyambutku dengan gaya yang sangat anggun. Suaranya terdengat rendah, dan sikapnya lembut. Aku juga merasakan ada kesedihan di raut mukanya yang pucat, namun bagiku tetap terlihat menyenangkan. Pakaiannya yang serba hitam membuat kesan bahwa dia sedang berduka cita. Di dalam dadaku bergejolak perasaan yang bercampur baur antara rasa hormat, ketertarikan, dan kekaguman.

Aku telah banyak mendengar bahwa di Paris, institusi Monsieur Maillard dikelola dengan “sistem yang menenangkan”. Sistem ini secara tegas menentang adanya hukuman, bahkan pengurungan pun sangat jarang dilakukan. Para pasiennya diawasi secara diam-diam dan dibiarkan bebas berkeliaran di sekitar rumah sakit dengan pakaian seperti orang normal.

Aku menjadi lebih berhati-hati saat berbicara dengan nona muda ini, karena aku tidak tahu pasti apakah dia waras atau tidak. Ditambah lagi ada kecerahan yang tak wajar di matanya, sehingga membuatku setengah berpikir bahwa dia mungkin saja gila. Aku lantas menahan penilaianku terhadapnya, dan berpindah ke topik umum yang kurasa tidak akan terlalu menarik atau membosankan bahkan untuk orang gila sekalipun. Dia merespon semua perkataanku dengan sempurna layaknya orang normal, dan bahkan alasan-alasan yang dikemukakannya pun masuk akal. Namun karena aku sudah lama berteman dengan maniak metafisik, aku tidak lagi percaya dengan bukti-bukti kewarasan tersebut. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap berhati-hati selama berbincang dengannya.

Kemudian, datanglah seorang pelayan yang membawakan nampan yang diisi dengan buah-buahan, wine, dan sajian lainnya. Saat dia sudah meninggalkan ruangan, aku menoleh pada Monsieur Maillard dengan wajah bertanya-tanya.

“Tidak,” jawabnya, “oh, tidak—dia anggota keluargaku—keponakan, dan dia juga wanita yang pandai.”

“Beribu maaf atas kecurigaan saya,” ujarku, “namun tentu saja Anda pasti memaafkan saya. Kinerja Anda yang sangat cemerlang di sini telah terkenal di Paris, oleh karena itu saya rasa mungkin saja—“

Edgar Allan Poe 💀 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang