The System Of Dr. Tarr and Prof. Feather (3)

363 42 2
                                    

Ruang makan itu sendiri, walaupun tidak terlalu nyaman dan cukup lebar, tidak mempunyai tanda-tanda kemewahan sedikit pun. Misalnya saja, lantainya tidak dikarpet. Namun di Prancis, karpet memang sangat jarang dipakai. Jendelanya juga tidak diberi gorden, dan ditutup rapat dengan palang besi yang dipasang secara diagonal. Jendela di ruangan tersebut tidak lebih dari sepuluh.

Mejanya ditata dengan sangat rapi. Di atasnya dipenuhi dengan piring dan makanan yang terlihat lezat. Namun jumlahnya bisa dibilang sangat berlebihan. Tidak pernah dalam hidupku aku melihat begitu banyak makanan lezat yang disajikan berlebihan dan mungkin akan dibuang percuma. Pengaturan tempat makan malam ini juga cukup buruk. Mataku yang terbiasa dengan cahaya redup kini silau karena lilin-lilin besar yang ditaruh di atas meja dan seluruh ruangan. Ada beberapa pelayan yang hadir di perjamuan, dan di sudut ruangan ada sekitar tujuh atau delapan orang yang memegang alat-alat musik seperti biola, seruling, trombone, dan drum. Orang-orang ini sangat menggangguku, mereka menyanyikan atau lebih tepatnya membunyikan alat musiknya dengan asal-asalan. Namun tampak semua yang hadir di sana begitu terhibur, kecuali aku.

Semua ini sangat aneh, namun aku sadar bahwa di dunia ini ada berbagai macam orang dengan penampilan dan pikiran yang berbeda-beda, juga adat istiadatnya masing-masing. Aku juga telah bepergian ke banyak tempat sehingga aku tidak mudah terpesona atau takjub. Jadi, aku memilih tempat duduk dengan tenang di sebelah kanan Monsieur Maillard dan menghargai keceriaan yang ditampilkan oleh para tamu di sana.

Kami hanya mengobrol tentang topik-topik umum. Para wanita, seperti biasa, lebih banyak bicara. Segera aku menyadari bahwa hampir semua tamu yang hadir merupakan orang yang berpendidikan tinggi, dan Monsieur Maillard ternyata pandai bercanda. Dia terlihat sangat bangga saat membicarakan tentang posisinya sebagai kepala rumah sakit Maison de Sante. Dan ternyata topik tentang orang gila merupakan topik favorit mereka. Banyak cerita menarik yang berdasarkan kondisi nyata pasien.

“Pernah ada satu orang di sini,” ujar seorang pria kecil gemuk yang duduk di sebelah kiriku, “seseorang yang berkhayal kalau dia adalah teko teh, dan bukankah hal ini sangat aneh? Bayangkan saja, tidak banyak orang yang berpikiran seperti ini. Jadi, dia selalu menggosok dirinya dengan lap bulu setiap pagi.”

“Dan,” sahut seorang pria bertubuh tinggi yang duduk di seberangku, “pernah ada juga, sudah lama sekali, seseorang yang percaya kalau dia adalah seeokor keledai, yang secara kiasan, mungkin saja benar karena dia sangat dungu. Dia pasien yang sangat merepotkan, dan kami selalu kerepotan menjaganya agar tidak berkeliaran ke luar. Selama berhari-hari dia tidak akan makan apapun kecuali tanaman berduri, namun kami segera menyembuhkannya dengan tidak memberikan makan apapun kecuali tanaman tersebut. Kemudian dia terus-terusan menendangkan kakinya seperti ini—“

“Tuan De Kock! Saya akan sangat berterima kasih jika Anda dapat menjaga sikap Anda!” potong seorang wanita tua yang duduk di sebelahnya. “Jangan banyak bergerak! Anda menendang kaki saya! Apakah Anda memang perlu menirukan gerakannya juga? Teman kita ini tentunya dapat memahami apa yang Anda katakan. Sumpah, Anda ini lebih mirip dengan keledai dibandingkan orang gila tersebut. Akting Anda sangat alami dan hidup.”

“Maaf, Ma’m’selle!” ujar Monsieur De Kock, “saya sangat minta maaf sekali. Saya tidak mempunyai niat untuk membuat Anda marah. Ma’m’selle Laplace, izinkan saya meminum anggur bersama Anda.”

Monsieur De Kock lalu membungkuk dan mencium tangan Ma’m’selle Laplace dengan khidmat, lalu meminum wine secara bersamaan.

“Izinkanlah saya, mon ami,” sahut Monsieur Maillard kepadaku, “untuk menyajikan kepada Anda, veal a la St. Menthoult yang sangat lezat.”

Saat itu juga, datanglah tiga pelayan berbadan tegap dan menaruh nampan besar yang berisi sesuatu yang aneh. Saat melihatnya lebih dekat, ternyata itu hanyalah domba panggang utuh dengan sebuah apel mencuat dari mulutnya seperti yang dilakukan orang-orang Inggris saat mereka memasak seekor kelinci.

“Tidak, terima kasih,” jawabku, “sebenarnya, saya tidak begitu suka dengan veal a la St.—apa tadi? Karena sepertinya tidak sesuai dengan selera saya. Tapi saya akan mencoba daging kelinci ini.”

Ada beberapa makanan lain di atas meja yang kelihatannya seperti kelinci Prancis biasa yang sangat lezat di lidahku.

“Pierre,” panggil Monsieur Maillard, “ganti piring tamu kita ini dan sajikan dia kelinci au-chat.”

“Kelinci apa?” tanyaku.

“Kelinci au-chat.”

“Oh, terima kasih—tapi sepertinya tidak. Saya akan memakan daging ham saja.”

Aku tidak tahu apa yang sedang dimakan mereka. Tapi yang jelas, aku tidak akan memakan kelinci au-chat, atau apapun yang mempunyai nama seaneh itu.

“Dan ada lagi,” sambung seseorang yang berwajah sepucat mayat yang duduk di kaki meja, “dulu juga ada pasien yang percaya bahwa dirinya adalah sebuah keju dan selalu berlarian kesana-kemari dengan sebilah pisau dan menawarkan seiris daging di kakinya kepada temannya.”

“Dia sangat bodoh sekali,” komentar seseorang, “tapi tidak sebanding dengan pasien aneh yang satu ini. Dia percaya bahwa dirinya adalah sebotol sampanye, dan selalu berkeliaran dengan pembuka botol seperti ini—”

Pria tersebut dengan sangat keras menaruh jempol kanan ke dalam pipi kirinya, lalu menariknya dengan kuat sambil menirukan bunyi tutup botol yang terbuka, kemudian dengan mulutnya dia menirukan suara busa sampanye selama beberapa menit. Sikapnya ini membuat Monsieur Maillard tidak senang, namun dia tidak mengatakan apapun, dan obrolan dilanjutkan oleh seorang pria kecil yang sangat bungkuk dan mengenakan wig besar.

“Lalu ada pula orang bodoh ini,” ujarnya, “dia mengira dirinya adalah seekor kodok, tapi sama sekali tidak mirip. Andai saja Anda melihatnya, sir,” katanya padaku, “hati Anda pasti akan terasa tentram setelah melihat ketenangannya. Sayang sekali bahwa orang itu bukanlah seekor kodok. Dia sering menggaok–o-o-o-o-gh–o-o-o-o-gh! dan itu sangat merdu. Anda juga akan terkagum melihatnya ketika dia menaruh sikunya di atas meja setelah meminum segelas wine sampai membuat mulutnya menggelembung, lalu matanya berputar, lalu berkedip-kedip dengan cepat. Anda pasti terkagum-kagum dengan kejeniusannya.”

“Tentu saja,” jawabku.

“Dan ada pasien yang bernama Jules Desoulieres yang sangat jenius namun menjadi gila dan mengira dirinya adalah labu. Dia terus-menerus meminta juru masak agar memasaknya menjadi pai, dan selalu ditolak mentah-mentah. Menurutku pai labu a la Desoulieres patut dicoba.”

Edgar Allan Poe 💀 [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang