Jesse tersenyum-senyum sendiri. Dan Juri sudah mulai ingin memanggil seorang paranormal untuk merukyah temannya itu. Hari masih pagi walaupun sudah menjelang siang. Sudah waktunya istirahat sejak 10 menit yang lalu. Namun, ketika kedua manusia itu sedang makan di kantin, tiba-tiba salah seorang dari mereka mulai gila.
"Jesse, kurasa aku harus memanggil paranormal untuk mengusir setan yang berada di tubuhmu. Sumpah deh, sejak 5 menit yang lalu kau tak menyentuh makananmu juga? Demi apa, woi?!" Juri siap-siap beranjak pergi. Ia tak mau ketularan gila yang bersumber dari makhluk di hadapannya itu.
"Haah?? Apaan sih Juri??" Jesse memandang ke atas sambil tetap tersenyum-senyum.
"Oi, kau ini bego apa gimana, sih?! Haruskah aku memberi pengumuman ke seisi sekolah bahwa ada seorang bocah blasteran dari kelas 3-E yang kerasukan setan di kantin??! Itukah maumu, Jesse Lewis??!!" kata Juri sedikit berteriak."Hah? Apa, apa?! Siapa yang kerasukan?!" Jesse mulai tersadar dari fantasinya.
"Nih anak kayaknya belum pernah kuceburin ke sumur kali ya. Yang kerasukan itu kau!! Siapa lagi?!" Juri menepuk jidatnya.
"Aku? Kenapa?"Sontak Juri nyaris terjengkang dari kursinya kala mendengar Jesse berkata seperti itu. Dia sudah tak tau lagi harus diapakan temannya itu. Rel kereta api saja jalurnya lurus, masa otak makhluk di hadapannya ini tidak sama sekali? Gila aja, kalah kok sama rel kereta api.
"Heh, gini ya... Kau itu melamun terus sejak 5 menit yang lalu, mana sambil senyum-senyum pula. Nyaris saja aku ingin memanggil seorang paranormal untuk mengeluarkan setan yang berada di tubuhmu itu. Makananmu sampai dingin, tuh. Dan kau, Jesse Lewis, apa yang sebenarnya kau pikirkan, hah?!" jelas Juri kesal.
"Oh... Itu.... Nggak mikirin apa-apa, kok," kata Jesse. Dia lalu memakan makanannya yang sudah dingin itu.Juri hampir terjengkang lagi. 'Nggak mikirin apa-apa' katanya?! Dari tadi ngelamun gitu katanya nggak mikirin apa-apa?! Buset, nih bocah titisan apa, sih?! batin Juri kesal.
"Se-simple itu ya jawabanmu. Padahal udah ketauan dari raut wajahmu, pasti kau lagi mikirin apa-apa! Oh, atau jangan-jangan, kau lagi mikirin Rika-chan, ya?? Ayo, ngaku aja!" desak Juri.
"Kasih tau nggak ya???" goda Jesse.
"Udah bosen hidup, ya?" Juri mengepalkan tangannya."Hmm.... Iya, sih.... Kayaknya. Um... Ya..., begitulah!" kata Jesse.
"Sumpah, nyesel banget punya temen tapi otaknya nggak lurus kayak gini," Juri semakin kesal—namun tidak kesal sungguhan."Oh... Kayaknya bener deh apa kata Taiga kemarin. Kalian berdua date, ya?" tanya Juri.
"Date? Ya, bisa dibilang gitu juga, sih... Tapi, ya.... Duh, pokoknya gitu deh! Tau ah, Juri. Kau itu kepo deh. Ganteng-ganteng kepo," sahut Jesse sambil tersipu."Ganteng-ganteng kepo tuh sinetron baru, ya?? Wah, baru tau tuh!"
"Iya, itu sinetron baru! Kan, nenek sama kakekmu yang main! Bagus banget loh. Recommended banget. Wajib ditonton," ujar Jesse."Tuh kan, aku udah mulai ketularan gila olehmu. Sana pergi! Hush, hush!! Jauh-jauh dariku!" Juri mengibas-ibaskan tangannya, menyuruh Jesse untuk pergi.
"Perasaan yang gila itu kau, deh. Kenapa jadi aku?""Aaarrrgghh!!! Bodo amat!!! Percuma bicara sama kau!!" Juri mengacak-acak rambutnya dengan kesal—lagi.
"Tau ah. Ayo, ke kelas. Bentar lagi masuk," sambung Juri. Syukurlah, dia sudah mulai 'sembuh' dari gilanya itu.
"Hm," Jesse mengangguk. Kedua orang itu meninggalkan kantin dan menuju kelas masing-masing.
***
"Psst, Rika-chan! Oi!" bisik Shintaro pada Rika yang duduk di seberangnya.
"Oi! Kau denger aku nggak sih?! Psst! Pssstt!!""Morimoto-san!! Harap diam! Jangan ganggu temanmu yang sedang mengerjakan tugas! Apa tugasmu sudah selesai, Morimoto-san?" tegur Fujigaya-sensei, guru Sejarah di kelasnya.
"Eh! Gomenasai, Sensei! Aku belum selesai!"
"Kalau begitu, lanjutkan!"
"Iya!" Shintaro kemudian membenarkan posisi duduknya dan mulai melanjutkan tugasnya.Apanya yang ngerjain tugas? Orang lagi melamun sambil senyum-senyum sendiri gitu, ngerjain tugas katanya? Demi apa? batin Shintaro kesal sambil melirik Rika. Ya, anak itu daritadi melamun sambil senyum-senyum sendiri. Tangan Shintaro sudah mulai gatal ingin menimpuk kepala sahabatnya itu dengan buku supaya dia segera tersadar dari fantasinya.
***
"Nah! Hari ini baru datang! Ngapain kalian kemarin?" selidik Yugo.
"Cuma jalan-jalan buat ngilangin rasa bosan," jawab Jesse sambil terus membaca novelnya."Maksudmu kami yang kau maksud 'rasa bosan' itu?" tanya Hokuto agak meninggikan suaranya.
"Heh, maksudku 'rasa bosan' itu rasa bosan ketika sudah belajar! Lagian, kalau cuma jalan-jalan nggak apa-apa, kan? Sensi banget sih jadi orang. PMS ya?" sahut Jesse. Matanya masih tidak berpaling.
"Jangan bercanda! Aku serius!"
"I'm serious too, man. Oh, apa jangan-jangan kau cemburu, ya?" Jesse menutup novelnya dan menatap tajam ke arah Hokuto. Sontak semua yang berada di ruangan itu terkejut, termasuk Rika."Apa? Cemburu?"
"IYA, Matsumura Hokuto yang paling tampan, paling keren, dan paling pintar satu sekolahan," kata Jesse—sambil setengah meledek ke arah Hokuto."Kau benar-benar menyebalkan hari ini. Maumu apa, hah?" Hokuto meninggikan suaranya.
"Haruskah aku mengulang pertanyaanku tadi? Apa kau cemburu, hah? Jawab!" Jesse mendekat ke arah Hokuto dan menatap Hokuto dengan tatapan penuh amarah."Oi, ochitsuite yo!!" lerai Juri. Dia menghampiri kedua manusia yang sedang bertatap muka itu. Namun, baru saja hampir mendekati mereka berdua, langkah Juri dihentikan oleh Jesse.
"Kau diam dulu, Juri. Biarkan aku berurusan dulu dengan manusia satu ini."
"Ngapain cemburu? Rika itu baru tiga hari sekolah, dan baru saja masuk klub ini! Dan kau malah ajak dia nggak datang klub kemarin," kata Hokuto. "kau itu niat nggak sih dengan klub ini?!" lanjutnya dengan marah.Rika terdiam di sofa, tepat di samping Shintaro. Dia memegang kalungnya, kalung yang dibelikan Jesse kemarin. Shintaro hanya melirik sahabatnya dengan tatapan kasihan. Kayaknya dia perlu waktu untuk menenangkan pikirannya dulu, batin Shintaro.
"Nee minna! Aku dan Rika harus ke SMP kami dulu, ya! Aku baru ingat kalau semua alumni yang sudah kelas 3 SMA dimintai tolong untuk mengajar di kelas tambahan anak kelas 3 SMP. Jadi, hontou ni gomen! Aku dan Rika pergi dulu, ya! Aku serius!" Shintaro menarik tangan Rika dan membawanya pergi. Hokuto dan Jesse menghentikan adu tatapan mereka dan menoleh ke pintu. Begitu juga ketiga orang yang lain. Mereka berlima melihat ke arah pintu dengan tatapan bingung.
***
"Udahlah. Kalau mau nangis, nangis aja," Shintaro mengelus kepala Rika yang sedang tertunduk dengan mata berkaca-kaca.
"A-aku...," kata-kata Rika berhenti. Dan air mata dari kedua matanya sukses membanjiri pipinya. Rika dan Shintaro sedang perjalanan menuju sebuah tempat rahasia mereka, yaitu sebuah taman yang tak jauh dari tempatnya terdapat sebuah bukit kecil. Dan bukit kecil itulah tempat Rika dan Shintaro saling berbagi cerita satu sama lain dan ketika mereka merasa ingin sendiri. Mereka ke sana dengan taksi.Sesampainya di sana, Shintaro memberikan uang kepada supir taksi, lalu keluar dari taksi diikuti Rika. Mereka berdua kemudian memasuki taman dan menuju ke bukit. Mereka duduk di bawah sebuah pohon besar.
"Hiks.. Hiks..." Rika mulai menangis. "A-aku... Aku salah... Maaf... Hiks..."
"Udah, nggak apa-apa. Kamu nggak salah. Cerita saja apa yang ingin kamu ceritakan padaku," Shintaro tersenyum pada Rika. "Haaah, andai aja kalau rumahmu masih yang dulu, pasti kita selalu menghabiskan waktu di taman belakang rumahmu, kan? Sayangnya, kau nggak pindah ke rumahmu yang dulu lagi hingga akhirnya nggak bisa satu perumahan denganku lagi," lanjutnya.
"Aku... Aku nggak tau lagi. Kenapa baru tiga hari sekolah aku udah bikin Hokuto-kun dan Jesse berantem? Apalagi berantem gara-gara aku. Aku.... Aku benar-benar bodoh," Rika menghentikan tangisannya.
"Hei, jangan bilang begitu. Hokuto memang orangnya seperti itu. Kamu nggak salah."
"Tapi, kalau aku nggak salah, kenapa Jesse dan Hokuto-kun berantem gara-gara aku?""Ah... Itu juga aku kurang tau, sih. Hokuto sebenarnya nggak gampang marah kalau cuma gara-gara hal sepele seperti tadi. Jesse juga tiba-tiba mengajakmu jalan-jalan kemarin. Aneh, deh," Shintaro mengutarakan pendapatnya.
"Mungkin aku tau sebabnya, Shintaro-kun," sahut Rika sambil menunduk dan memegang kalungnya.
"Eh? Memangnya apa?" tanya Shintaro."Apa mereka menyukaiku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Tomodachi Club
FanfictionTomodachi Club merupakan sebuah klub dari SMA Sakuragaoka yang terletak di Toyohashi, Prefektur Aichi, Jepang. Rika, Hokuto, Jesse, Shintaro, Taiga, Juri, dan Yugo adalah anggotanya. Mereka memiliki kisah persahabatan, kekeluargaan, dan bahkan... ci...