Ep. 6: Suka?

22 3 0
                                    

"Apa mereka menyukaiku?"
"Apa??!!"
"Kubilang sekali lagi, apa mereka menyukaiku?"
"Eh? T-tapi, kok kamu bisa tau kalau sebabnya itu?" Shintaro terkejut.
"Katamu tadi, Hokuto-kun nggak gampang marah kalau cuma gara-gara hal sepele seperti Jesse yang mengajakku jalan-jalan kemarin hingga kami berdua nggak datang ke klub. Terus, Jesse juga tingkahnya aneh kemarin waktu kami berdua jalan-jalan. Dia juga menuruti permintaanku untuk dibelikan kalung. Kalau nggak bisa disebut suka, lalu disebut apa?" cerita Rika sambil menoleh ke arah Shintaro yang masih melongo tak percaya.

"Ya, tapi belum tentu juga disebut suka, kan?"
"Ah, Shintaro-kun memang nggak ahli ya kalau untuk urusan yang kayak gini. Pantesan aja sampai sekarang masih jomblo," Rika tersenyum.
"Yeee, jodohku masih disimpan sama Tuhan! Mau apa kau, hah?" Shintaro mengacak-acak rambut Rika. Rika tertawa sambil memohon Shintaro untuk berhenti. Akhirnya, dia udah nggak sedih lagi, kata Shintaro lega di dalam hati.

***

Hokuto sibuk di kamarnya—walaupun bisa dibilang nggak sibuk, sih. Hanya tiduran sambil membaca manga (komik) favoritnya.

Apa yang kulakukan tadi? Aku kelewat emosi kayaknya. Cuma masalah sepele kayak gitu biasanya aku nggak gampang marah. Tapi kenapa hari ini aku bisa kelepasan emosi? batinnya dalam hati sambil tetap membaca manga.

"Dia sahabatku. Aku harus minta maaf padanya. Aku nggak boleh ngebiarin dia terus-terusan marah padaku. Itu pun kalau dia benar-benar memaafkanku. Tapi, kalau belum dicoba kan belum tau," gumam Hokuto. Dia menutup manga yang dia baca. Dia meraih ponsel di samping bantalnya dan mencari nomor Jesse.

Tuuuut.... Tuuut....

"Ya? Ngapain kau telepon aku?"
"Ah, Jesse. Kukira kau tak akan mengangkat teleponku," kata Hokuto. Dia lalu bangun dan duduk di kasurnya.
"Hm. Terus apa maumu?" tanya Jesse di seberang sana.
"Itu.... aku minta maaf soal yang tadi. Kau benar-benar marah, ya? Aku emosi banget tadi, jadinya aku marah-marah padamu."
"Nggak usah dibahas. Aku nggak apa-apa," jawab Jesse dingin.
"Biasanya kan aku nggak gampang marah kalau cuma gara-gara hal sepele. Tapi kenapa ya aku bisa semarah itu?" tanya Hokuto. Dia memegang erat selimutnya.
"Kau tanya hal seperti itu padaku? Tanyakan saja pada dirimu sendiri! Udah, ah! Kau itu berisik!"
"Hei Jesse! Tunggu—"

Tuuut... Tuuut....

Jesse mematikan teleponnya. Sementara Hokuto hanya menghela napas. Udah kuduga, dia bakalan matiin teleponnya.

***

"Dasar bodoh. Salah sendiri marah-marah tadi. Udahlah, biar dia tau rasa," kata Jesse sebal. Dia meletakkan ponselnya di meja belajar dekat kasurnya.

"Ah, apa tindakanku benar tadi? Hmm.... Bodo amat lah ya. Aku bakalan ngebiarin dia dulu buat cari tau apa kesalahannya." Dia lalu mengambil iPod di laci meja belajarnya dan mendengarkan lagu sampai tertidur.

***

Hari ini hari Minggu. Biasanya, anggota Tomodachi Club berkumpul di sekolah. Tentunya dengan seizin penjaga sekolah. Dan tentunya, dengan anggota yang lengkap. Namun entah kenapa, hari ini Jesse tidak hadir. Mungkin hari ini dia sedang dirukyah oleh paranormal langganan Juri? Ah, tak ada yang tau.

"Lah, si bule itu nggak datang lagi?" Taiga menepuk jidatnya.
"Ya.... orang bule mah biasanya sibuk. Kadang dimintai foto atau tanda tangan sama warga," sahut Juri sambil memakan roti isi selai coklat.
"Hooo... Sebegitu tenarnya kah bule? Kalau gitu, aku mau jadi bule, ah!"
"Kau nggak cocok jadi bule!" sahut Shintaro sambil mengunyah rotinya.
"Loh? Kok bisa?"
"Habisnya mana ada bule cowok cap nona-nona? Kau itu mimpinya ketinggian!"

Tomodachi ClubTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang