Sleeping Diamond: Case I
------------------------------------------Jalanan kota Seoul ramai seperti biasanya. Banyak lalu-lalang kendaraan serta pejalan kaki yang hampir memenuhi trotoar.
Seorang wanita dengan balutan hoodie abu-abu berjalan di antara keramaian tersebut. Rambutnya tertutup tudung hodie yang ia pakai sambil mendengarkan alunan musik dari headset yang terpasang di kedua telinganya.
Kepalanya tertunduk sambil sesekali melirik keadaan di sekitarnya. Tak ada yang istimewa dan menarik untuk diamati lebih lama. Dengan gerakan cuek ia melanjutkan langkah kakinya. Tujuannya Cuma satu, ke kafe yang berada di ujung jalan tersebut.
Langkah kakinya berhenti tepat di depan bangunan dengan dominasi warna putih di dindingnya. Tanpa pikir panjang tangannya memegang handle pintu kafe lalu mendorongnya sampai menimbulkan suara pintu. Ada beberapa pasang mata yang melihat kedatangannya. Namun ia memilih cuek dan melenggang masuk.
"Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" Kedatangannya langsung disambut ramah oleh pelayan kafe.
"Ice Americano tanpa gula satu." Pesannya tanpa sedikitpun menatap menu yang terpajang di atas.
Pandangannya mengitari area kafe. Mencari tempat yang sekiranya cocok untuk diduduki. Tak banyak pengunjung yang datang di kafe ini. Ada 3 meja yang telah terisi oleh beberapa pengunjung. Meja yang dekat jendela luar diisi oleh sepasang muda-mudi yang terlihat seperti anak kuliahan. Meja paling pojok diisi oleh seorang laki-laki yang sedang sibuk dengan koran di tangannya. Ia tak bisa mengenali wajahnya karena tertutup koran. Dan meja yang terakhir, tepat di tengah area dekat tiang, ada seorang wanita yang sedang sibuk merangkum tugas. Buku-buku yang diletakkan secara berantakan di atas meja, dan cara dia menulis dengan terburu-buru, sepertinya dia sedang dikejar deadline tugas kuliah.
Matanya mengarah pada meja paling pojok. Ia berjalan ke meja tersebut sambil membawa segelas es americano di tangan kirinya. Tak lama ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mengganti lagu lain.
"Chaerin.. Kau beneran ponakanku Han Chaerin kan?" Seorang laki-laki paruh baya menyapa wanita itu dengan senyum antusiasnya. Membuat wanita itu terheran sendiri melihat kedatangan laki-laki tak diundang itu. Ia melepas sebelah headsetnya tanpa sedikitpun melepaskan pandangan ke laki-laki paruh baya tersebut.
"Maaf. Anda salah orang. Aku bukan keponakanmu." Jawabnya ramah tapi tatapannya agak tajam ke laki-laki itu.
Laki-laki paruh baya tersebut tetap tersenyum meski agak malu mendengar penolakan wanita itu.
"Hei, aku nggak pernah lupa dengan wajah keponakanku."
Dia duduk di hadapan wanita itu lalu mengambil kacatama dari sakunya. Lalu mencondongkan tubuhnya ke arah wanita itu.
"Apa benar sih kau bukan keponakanku? Aku salah liat orang ya?" Ia terus mengamati wajah wanita itu. "Eh...bener kau ini keponakanku.." Serunya.
Wanita itu lama-lama kesal juga dengan sikap sok percaya diri laki-laki paruh baya tersebut. "Maaf pak, Anda salah orang." Jawabnya cuek sambil berkemas pergi.
Namun tangannya langsung ditahan oleh laki-laki tersebut. wanita itu melirik dengan tatapan tak sukanya.
"Kau mau kemana, wanita penguntit?" Tanyanya lirih. Membuat kedua mata wanita tersebut tertegun sebentar.
Wanita itu hendak melawan namun segera ditahan oleh gerakan gesit dari laki-laki paruh baya tersebut. Tangannya dikunci ke belakang punggungnya. Seakan tak jera dengan ancaman tersebut, ia ingin melakukan gerakan balik namun naasnya kakinya ditendang sampai membuatnya mengaduh kesakitan dan terduduk di lantai. Aksinya sukses membuat beberapa pengunjung menoleh ke sumber masalah tersebut.
