Perkelahian

13 2 0
                                    

Proffesor berdiri dari tempat duduknya. Sambil membawa sesuatu dari tangannya. Aku rasa itu yang daritadi dia kerjakan. Namun aku tidak pasti dapat memberitahu kalian apa itu.

Buku ini menarik. Aku baru saja membuka halaman pertama, dan daftar isinya yang menggunakan Bahasa Latin membuatku ingin segera memberitahu ayah kalau aku ingin ikut les Bahasa.

"Nak" proffesor menegurku.

Aku melihat ke arahnya. Matanya yang cokelat seperti sudah berumur beribu ribu tahun lamanya. Walaupun rambutnya yang hanya beberapa helai yang mulai memutih, tapi kesan pertama yang aku lihat pada dirinya adalah, wow.

"Aku rasa kau menikmati buku itu?" dia bertanya lalu duduk di bangku depanku.

"Yaaa entahlah, aku baru melihat daftar isinya saja"

"Kau tahu artinya?"

Aku menggeleng. "Umm tidak prof. Aku hanya pura pura mengerti saja"

Dia terkekeh.

"Proffesor, jika aku boleh bertanya"

"Apapun anak muda" dia terbuka.

"Kenapa buku ini disimpan sendirian?"

Dia terdiam sejenak.

"Apa kau pernah mendengar tentang dunia di dalam buku?"

"Aaah" aku berfikir sejenak. "Tidak"

Kriinggggg!!!!

Lalu seketika bel tanda masuk berdering. Sangat keras disini. Awalnya aku kira aku tidak akan terganggu oleh suara seperti itu disini. Ya kau tahu, perpustakaan ini jarang dilewati orang orang.

"Kau akan tahu nanti" dia tersenyum lalu berdiri dan membalikan badan. "Ayo nak, aku tidak bisa berlama lama disini, muridku menunggu"

Sebelum dia keluar perpustakaan, aku mencegahnya terlebih dahulu.

"Tunggu prof!"

Dia berbalik.

"Bolehkan aku membawanya kerumah? Maksudku, bolehkah aku meminjamnya?" tanyaku.

Dia berfikir sejenak.

"Ya tentu, kenapa tidak?"

***

Sampai di kelas, semua orang melihat ke arahku. Mungkin mereka belum pernah melihat seseorang membawa 3 buku tebal sekaligus kedalam kelas.

Aku tertunduk sambil berjalan, berharap mereka tidak acuh padaku.

Brug!

Seseorang menubrukku.

Semua bukuku terjatuh, termasuk diriku.

Seketika seisi kelas tertawa. Membuat wajah mereka yang tadinya masam melihatku menjadi lebih menyebalkan.

Lihat si culun itu!
Hahahahhaha!
Minusnya bertambah!
Dasar mata empat hahaha!

Dan bahasa yang lebih kasar yang tidak sopan untuk diceritakan disini.

Aku membenarkan kacamataku lagi dan membereskan buku yang berantakan.

Orang yang tadi menubrukku hanya tertawa sambil mencaci maki diriku. Tak apa, aku sudah biasa menerima semua ini.

"Hey bodoh!" teriak orang yang menubrukku. "Matamu  kau taruh dimana hah?"

Aku tidak menjawab. Akan semakin rumit urusannya jika aku menjawabnya.

"Kau mendengarku tidak?!" dia membentakku sekali lagi.

Aku masih memilih untuk tidak menjawabnya sambil terus membereskan bukuku.

Namun saat aku ingin mengambil bagian terakhir buku, dia lalu menginjaknya dengan sepatu terkutuknya.

"Jawab aku dungu!"

Ini sudah kelewatan, tidak ada yang boleh menginjak buku, tidak boleh!

Aku sudah menahan kesabaran ini, berkali kali aku di hina hanya karena aku suka dengan buku. Namun kali ini, dia tidak akan selamat.

Ketika aku melihat wajahnya, ternyata orang itu adalah orang yang mendorongku ketika aku sedang berjalan ke perpustakaan tadi. Baiklah, aku tidak bisa menahan emosiku.

Aku lalu menarik kerah bajunya dengan keras, membuatnya maju kehadapanku dengan terpaksa. Tangan kananku sudah menggepal dan siap untuk membuat wajahnya harus di perban beberapa minggu.

Bug!

Sebuah suara yang memuaskan emosiku. Tanganku sampai ke pipinya. Membuat hidungnya mengeluarkan darah. Dia terpental terjatuh ke lantai, membentur bangku, membuat semua orang dikelas berteriak.

Jangan pernah meremehkan orang culun.

Aku mengusap keringatku di pelipis. Membawa buku dan bersiap duduk manis di bangku ku. Sudah cukup yang aku lakukan padanya.

Namun dia berdiri dan memutar badanku, tangannya sudah berada di udara, siap untuk membalas pukulanku tadi.

Tangannya mengenai pipi kananku, kacamataku terjatuh. Seketika pengelihatanku buram, kepalaku pening, dan dia masih mencengkram bajuku.

Semua orang di kelas kembali berteriak. Membuat keributan yang terdengar sampai keluar bangunan sekolah.

Saat pukulan kedua akan menyerangku, tiba tiba seseorang menghentikannya.

"Sudah cukup!"

Suaranya berat dan tegas.

Itu Proffesor.

Et Liber DecimusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang