"Anak-anak, silahkan di kumpul PR yang Bapak kasi minggu kemarin." kata Pak Rusdi-Guru Fisika yang ngajar di kelas-.
Semua murid di kelas beranjak dari duduknya dan ngumpulin PR mereka di meja guru. Gue cuman bisa nelan ludah, cuman gue yang gak ngumpulin PR. Gue mulai panik. Pak Rusdi lalu natap gue sinis. "Azka, PR mu mana?" tanyanya.
Gue berusaha tenang. "A-anu Pak... sa-saya... PR ku ketinggalan Pak." kata gue gugup. "Ketinggalan?" Pak Rusdi memicingkan matanya. Kalo gue liat, dia pasti gak percaya sama alasan yang baru saja gue buat-buat.
"Berarti kamu sudah mengerjakannya kan?" tanyanya lagi.
"I-iya Pak."
"Oke. Kalau begitu. Coba kamu kerjakan nomor 1 di papan tulis." Mampus gue. Seharusnya gue tadi jujur aja. Kalo gue lupa kerjain.
Dengan berat hati, gue akhirnya beranjak dari tempat duduk trus jalan ke arah Pak Rusdi. Dia kasi spidol ke gue. Gue pun jalan ke depan papan tulis. "So-soalnya apa Pak?" tanya gue sambil menoleh ke arahnya.
Dia mengerutkan alisnya, "Bukannya sudah kamu kerjakan. Pasti kamu tahu soalnya kan?" Dafuq, gue mati gaya. Gue gak tau harus ngapain. Beberapa menit gue cuman diam di depan papan tulis. "A-anu Pak."-Gue ngumpulin keberanian.-"Se-sebenarnya saya enggak ngerjain P-PR Pak." Gue menunduk.
Pak Rusdi berdecak. "Lalu kenapa kamu tadi bohong?"-Pak Rusdi mengambil spidol yang tadi gue pegang.-"KELUAR!"
Gue langsung berbalik dan jalan ke luar kelas. Gue lega, lebih baik di keluarin dari kelas sampe pelajarannya selesai. Dari pada di hukum pake cara yang lain.
Di luar kelas gue gak tau mau ngapain. Mau ke kantin tapi gak lapar. Selang seberapa menit berpikir, gue akhirnya mutusin buat ke toilet. Dari pada nungguin di depan kelas sampe pelajaran selesai, ntar ada guru yang lewat trus di suruh ini itu. Kan repot, bro. Mending ke toilet, masuk ke biliknya, dan BAM! Main game sampe pelajaran selesai. Lu emang jenius Azka.
Gue lalu jalan ke arah toilet sambil memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Sesekali gue nunduk, sapa tau bisa dapat duit. Kan ga ada yang tau. Pas di pertigaan lorong di depan. Gue belok kanan.
BRUK!
Tanpa gue sadari, gue nabrak seseorang. Pantatnya langsung mendarat di lantai. Tapi gue enggak. Yang gue tabrak cowok berbadan kecil. Ya kalian taulah kalau benda kecil tabrakan sama benda besar pasti yang kecil yang rusak atau terlentang atau apalah itu, kalian tau kan maksud gue. Buku yang tadi dia bawa berhamburan. Kalau enggak salah kamus bahasa inggris. Mungkin dia di suruh sama gurunya.
"Aduh." Dia berdiri trus nepuk-nepukin celananya yang kotor. "Ma-maaf kak." katanya sambil mengumpul buku-buku yang tadi dia bawa. Gue perhatiin baik-baik, sulit dikatakan. Dia ganteng, bro. Tapi gantengan gue ya. Biarpun dia pake kacamata, gantengnya tetep kelihatan. Dia pendek, belasan centi dari gue. Mungkin tingginya 160an. Lah gue? 178cm. Trus bodynya gak kurus gak gemuk. Perfect banget dah buat seorang uke. Gue tau dari mana kalau dia uke? Bodo amat. Kembali ke cerita.
"Santai, bro." Gue tersenyum manis. Karena penasaran sama mukanya yang lebih detil, gue akhirnya bantuin dia ngumpulin buku yang dia bawa. Gue ngumpulin buku satu per satu sambil merhatiin muka dia secara diam-diam, kan malu bro kalo ketahuan sama yang empunya. Mau di taruh di mana muka ganteng gue. Gue makin kagum sama dia, dia...... imut. Dari tadi ini tangan gatel banget pengen lepasin tuh kacamata dari mukanya.
Buku pun terkumpul semua. Gue kasi ke dia buku yang tadi gue ambil. Gue kecewa, bro. Maunya sih gue pengen lama-lama natapin mukanya dia. Nikmat aja gitu. "Ma-makasih kak." Dia menatap kearah lain. Ni anak kenapa? Dari tadi susah banget natapin muka gue. Salting? Ya, sudah pasti dia salting. Dia kan barusan di bantuin cowok secakep gue, pasti seneng lah. Iya kan, bro?
Dia berbalik dan pergi ke kelasnya. Yang bikin gue nelan ludah, pantatnya semok! Sampe-sampe gue gak bisa noleh ke arah lain kecuali ke pantat semoknya. Gue lalu berlari ke arahnya sampai kami berdampingan. "Namamu siapa?" tanya gue. Dia natap gue bingung. Dia lalu menatap ke depan.
"Cakra kak." katanya tanpa menoleh kearah gue. Namanya Cakra, unik ya namanya. Jadi dia itu semacam energi yang warnanya biru itu kan?
"Mau gue bantuin gak?" Gue natap matanya. Dia bales natap gue. Mata kami bertemu.
DEG DEG
DEG
DEG DEG DEG
Dafuq, kok gue deg-degan pas dia ngeliatin gue tepat di mata. "Enggak usah kak, udah dekat juga."—"Nah itu kelasnya." Dia nunjuk pake dagunya ke salah satu kelas yang dekat dengan tangga. Ternyata dia kelas X IPA 1. Pantes pake kacamata. Kalau gue kelas X IPA 3. Kalian tau lah, otak gue kan gak gede-gede amat. Kenapa gue pilih IPA? Supaya keren aja. Pasti orang-orang pada bilang."Wih, keren banget. Udah ganteng, pinter lagi." Itu yang memotivasi gue biar masuk ke kelas IPA.
"Kakak gak belajar?"
"Gue lagi di hukum gak boleh masuk kelas." Gue masukin tangan ke dalam saku celana.
"Jangan panggil kakak, kita kan sama-sama kelas 1. Panggil aja Azka." lanjut gue.
"O-oke Kak- eh Azka." Dia menunduk. Ni orang kenapa sih? Gak bisa santai aja gitu dekat sama cowok secakep gue. Hmmm, kayaknya ni anak gampang di bikin jatuh cinta ma gue. Dilihat dari gerak-geriknya dia juga kayaknya suka sama gue.
Kami hampir sampai di depan kelas. "A-aku duluan ya Kak." Dia masuk ke kelasnya. Lah? Ni anak bego ato apa? Kan gue tadi dah bilang jangan panggil gue Kakak. Walopun tinggi gue di atas rata-rata anak indonesia tapi enggak gitu juga kali.
Gue akhirnya sampe di toilet. Tapi sepanjang perjalanan, gue mikirin itu anak. Wajahnya yang imut, dan pantatnya yang semok itu. Gue akhirnya mutusin buat kenalan sama itu anak lebih dekat. Dan...... jadiin dia pacar mungkin?
TBC
------------------------------------------------------
YEY! NEW STORY. SEMOGA SUKA YA! WALAUPUN AWALNYA KAYAK CERITA-CERITA REMAJA YANG PERNAH KALIAN BACA.(T_T)
JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT YA!
XOXO.😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Charming Nerd
Teen FictionLu pasti pernah suka pada seseorang pada pandangan pertama kan? Kalo enggak pernah berarti lu kalah sama anak sd jaman sekarang yang panggilan sayangnya pake "ayah bunda". Masa sih? Puh-lease deh. Lu pasti pernah kan? Cepetan bilang iya! Terserah de...