The First

31 5 2
                                    


"Lee Jooyeon!" 

".."

"Lee Jooyeon!"

"..."

"Ya jjampong!"

"Heish jinjja neo!" (Kau benar benar!)

"ㅎㅎ , setidaknya kau jadi menghiraukanku,"


Berbeda dari Yoonji, aku memilih untuk memasang muka kau-sangat-tak-menyenangkan. "Cepatlah katakan kenapa kau memanggilku! Kau lihat sendiri aku bukan orang yang menganggur sekarang ini?!"

"A...arasseo arasseo.. jinjeonghae.." (Tenanglah). Ia memegangi kukunya, "Geugae, Jooyeon-a....ssss..hmm..."(Begini)

Ya Tuhan, logat menyebalkan itu kembali menyerang telingaku. Aku memutar bola mata dan menghentikan aktivitas membuat miniaturku.

Aku memandang padanya, "Ku ingat kemarin malam kau bahkan membuat ponselku rasanya hampir meledak karena kau terus berkicau di grup kakaotalk? Kenapa sekarang kau bingung ingin meminta tugas rumahku? Kukira kau ramai di grup karena sudah selesai dengan pekerjaanmu. Ternyata?"

Ia merapikan poninya yang kurasa sudah rapi. "Aa.. geugae.. eoh... A! Kemarin itu aku sudah mengerjakan.. memang benar aku sudah selesai dg pekerjaan rumahku, tapi.. tadi pagi adik bayiku me.."

Karena aku sudah bisa menduga jawabannya secara rinci maka kupotong saja ucapannya seperti gunting memotong kertas

"Kau tak perlu menambah dosamu yang sudah banyak karena kesalahan yang sama persis, i baboya," (bodoh!)

"Ihihihi.. jadi, kau akan membantuku, 'kan?"

Ia berharap harap cemas sembari menggenggam kedua tangannya erat-erat. Tentunya dengan wajah berjuta modus itu. Rasa-rasanya itu sudah seperti sarapan pagiku.

Ku ikuti perkataan hatiku tuk meminjaminya Hasil laporan observasi kimiaku, mengingat dia adalah satu satunya sahabat dari sekian sahabat yang paling....

menguras kesabaran

Plak!

Aku seakan menampar meja dengan map biru berisikan laporan observasi. Mata Yoonji berbinar seakan di depannya benar-benar ada berlian.

Padahal kenyataannya hanya tiga lembar kertas yang terperangkap dalam map biru.

"Last chance from me. If you do this again to me, you'll die!"

Jujur, aku tak mungkin sekejam itu. Aku hanya ingin mengubah kebiasaan buruknya. Kalau dia begini terus, apa jadinya ia kelak?

"Eiii.. kau sudah mengatakan itu 5 kali dalam sebulan ini jika kuhitung. Hehe."

Aku mendengus kesal. Ia bahkan sempat menghitung perkataanku namun tak sempat

mengerjakan laporan yang menentukan hidup dan matinya ini.

Eh,

Tidak juga.

"Bagaimanapun, kau adalah sahabat terbaik dari yang terbaik! Saranghae, uri Lee

Jooyeon!!!" (Aku mencintaimu, Lee Jooyeon-ku)

Ia memelukku hingga menekik leherku

"A'!a'! Yaaa!!! Aku tak bisa bernafas!! Yaaa!!"

Ia kemudian melepas pelukannya setelah puas membuatku kesal. Masih dengan muka euforianya, ia masih mengizinkanku untuk hidup dengan melepas pelukannya yang mencekikku itu.

Just One ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang