"Tunggu Bu, bukan Ncep yang melempar pulpen itu ke pantat ibu."
Dalam sekejap senyuman jahil Putri lenyap. Kini tatapan horornya ia tujukan pada sumber suara. Aldrienno Prasetya, Si Pendiam atau lebih tepatnya Si Judes atau Nona PMS.
"Tapi, dia Bu!" Aldrienno menunjuk Putri yang tengah menahan amarah.
"Bohong, Bu! ..." Putri berusaha menyangkal namun belum sempat Ia beralasan Bu Metya langsung menghentikannya.
"Ibu tidak mau tahu! Kalian ingat peraturan Kelas Ibu?" Bu Metya bertanya pada Putri yang hanya membalas dengan anggukkan.
"Pertama, dilarang berbicara tanpa izin. Kedua, Dilarang makan atau minum. Ketiga, jika kalian tidak suka dengan kelas Ibu, kalian bisa keluar, dan bawa kursi kalian!"
Hening, kini tak satupun siswa berani angkat bicara. Hanya terdengar helaan napas panjang Bu Metya, "Cepi, Aldrienno dan Ayunia boleh keluar!"
Dengan langkah lesu Putri, Aldrienno dan Ncep terpaksa keluar tak lupa mereka membawa kursi masing-masing.
*****
Putri terus saja menatap tajam ke arah Aldrienno, pasalnya Lima belas menit sudah tangannya merasa pegal karena mengangkat kursi, kalau saja Aldrienno tidak ember dan mengadu pada Bu Metya, Ia pasti tidak akan ikut dihukum seperti ini.
"Eh, Lo. Ember bocor," sungut Putri kesal sementara Enno tetap menatap kedepan dengan ekspresi datar.
"Wah, udah bocor budeg pula. Eh Ncep!" Ncep kini menatap Putri dengan cemas. "Bilangin ke orang yang disebelah lo itu, jadi orang jangan bocor dan juga enggak usah jadi sok pahlawan deh."
"Cepi," Kini giliran Enno yang angkat bicara.
"Eh, iya?"
"Bilang ke nenek centil, saya sudah dengar," ucap Enno masih dengan ekspresi datar.
Mendengar pernyataan Enno, Putri langsung membanting kursi di tangan. Kali ini amarahnya sudah tidak dapat dibendung lagi.
Brak
Suara itu sukses membuat kegaduhan bahkan terdengar hingga kedalam kelas. Bu Metya buru-buru keluar untuk melihat apa yang terjadi diikuti para siswa yang mengintip dari balik jendela.
Putri tengah mencengkeram kerah Enno dan siap untuk meninju namun berhasil dihentikan Bu Metya.
"Berhenti!" teriak Bu Metya.
"Putri, lepaskan tanganmu itu. Dan kalian bertiga ikut ibu."
Mereka bertiga kini tengah berada di koridor ruang BK. Setelah berbicara sebentar dengan Pak Juna, Bu Metya kembali menghampiri mereka bertiga.
"Cepi, kamu temui Pak Juna. Dan untuk kalian berdua tunggu disini sebentar sampai Cepi selesai. Dan jangan buat keributan, mengerti?!"
Sementara Cepi menemui Pak Juna dan Bu Metya kembali ke kelas, Putri dan Enno hanya diam tanpa sepatah katapun hingga giliran mereka di panggil.
"Bapak tahu kalian masih remaja, tapi bapak tidak berharap kalian menjadi berandal seperti ini."