Enno mencari-cari buku catatan Bahasa Indonesia di tasnya. Sementara siswa lain sudah bersiap mengumpulkan PR pada Reno, ketua kelas.
Enno mendengus pasrah. Ia yakin semalam sudah memasukkan buku catatan itu di tasnya, bahkan pagi sebelum berangkat sekolahpun ia mengeceknya.
Reno kemudian menaruh buku-buku itu di meja guru. Pak Narya guru Bahasa Indonesia itu langsung menghitung buku-buku muridnya.
"Ada yang tidak mengumpulkan PR?" Pak Narya membenarkan kacamatanya yang sudah merosot sambil menatap murid-muridnya.
Enno pasrah. "Saya, Pak," Enno maju ke depan dan siap untuk menerima hukuman.
Pak Narya menatap Enno. Setahunya, Enno adalah murid yang paling patuh dan rajin. Tidak pernah sekalipun ia mendapati Enno bolos dalam pelajarannya.
"Aldrienno, kamu tau kan jika tidak mengerjakan tugas, maka kamu tidak bisa ikut pelajaran saya."
"Iya, Pak." Enno pamit meninggalkan kelas. Sementara ada salah satu siswi yang sedang menahan tawa menyaksikan kejadian itu
Enno menuju taman belakang, untuk mencari udara segar. Ia sebenarnya merasa bersyukur buku catatannya hilang, toh percuma saja ia sejak pagi sedang badmood, jadi tidak akan ada pelajaran yang akan masuk otaknya meski ikut kelas.
Sesampainya di taman, Enno tiduran bersandar di bawah pohon sembari memasang earphone mendengarkan musik.
***
"Put, tadi itu lo udah keterlaluan," ucap Dimas begitu bel istirahat berdering.
Sementara Putri hanya terkekeh mendengar penuturan Dimas.
"Iya, gue tahu. Tapi tumben, kok lo tiba-tiba nasehatin gue, biasanya juga lo gak pernah protes, Mas."
Dimas memutar bola matanya. Selama ini ia memang tidak pernah melarang Putri melakukan hal apapun karena takut hubungan persahabatan mereka retak. Terserah kalian jika berpikir Dimas itu pengecut.
"Gue enggak mau lo kenapa-kenapa, Put. Lagian lo kemarin udah sering kena banyak hukuman, kemarin aja lo habis dari ruang BK kan? Emamg lo enggak bosen apa bolak-balik sana mulu."
"Enggak tuh, gue seneng malah," ucap Putri membuat Dimas melotot tak percaya.
"Gue seneng karena ... " Lo akhirnya perhatiin gue, "Pak Juna ganteng sih," ucap Putri berbohong, padahal sudah jelas ia tidak menyukai Pak Juna. Ganteng sih, tapi sok bijak, selain itu, Pak Juna tipe orang lemah dimata Putri.
Dimas mencubit hidung Putri. "Lo tuh ya, kadang suka banget ngeyel."
Putri mengaduh karena kesulitan bernapas, ia berusaha melepaskan tangan Dimas dari hidung mungilnya.
"Udah yuk, kantin," ajak Dimas begitu melepaskan tangannya dari hidung Putri.
"Siap bos," Putri menghormat pada Dimas. "Tapi traktir ya bos, kan hari ini ulang tahun."
Kening Dimas berkerut. "Siapa?"
"Temennya nenek neneknya gue."
"Ya ampun, Put, gue kira siapa."
"Hehe," Putri memasang watadosnya dan berjalan mendahului Dimas kekantin.
Saat di koridor tiba-tiba seseorang menghalangi jalan Putri. Ia kemudian menarik tangan Putri paksa meninggalkan rona merah di pergelangan tangannya.
Dimas mencari-cari Putri begitu sampai kantin. Tapi yang dicari nihil. Ia hanya melihat Tania yang baru-baru ini dekat sekali dengan Putri. Dimas segera menghampirinya, mungkin dia tahu dimana Putri.