"Tuan Nelson, apa Anda menerima gagasan yang ku berikan?" Aku langsung tersentak kealam nyata, lamunanku buyar seketika ketika membayangkan Claire yang sedang tersenyum ataupun marah padaku. Sialan, mengapa aku jadi memikirkannya?
"Maafkan aku... Aku tidak begitu memperhatikan ketika Anda menjelaskan. Tapi, aku tidak bisa menolak tawaranmu mengenai untuk bergabung dengan perusahaanmu." Kataku dengan tegas dan santai.
"Tuan Nelson... Aku sudah kenal lama dengan ayahmu, tentu kau akan menyetujui gagasanku mengenai bergabung dengan perusahaanku dan desain kapal pesiar. Ini lebih terlihat mewah dan aku yakin bahwa nilai jualnya akan lebih tinggi." Katanya.
"Apapun itu, aku tidak masalah dan asal jangan pernah sekalipun untuk menjatuhkanku, tuan Peterson. Aku pernah melalui ini sebelumnya." Kataku dan pria tua itu langsung menganggukkan kepalanya.
"Aku tahu, Dalvin."
_______
Malamnya,
Aku mencoba untuk menelfon Claire. Tapi wanita itu tidak mengangkatnya, hingga berulang-ulang kali ku telfon, nyatanya tetap sama. Dia tidak mengangkatnya. Kemana dia sebenarnya?
Aku langsung mengusap wajahku dengan gusar, kemudian melepas jasku dan menggelung kemejaku hingga selengan. Aku berjalan meninggalkan meja kerjaku menuju ke jendela pembatas, menatapi lampu-lampu kota LA dari ketinggian. Sebenarnya aku tidak tertarik untuk menatapi lampu-lampu yang tidak penting seperti itu. Tapi entah mengapa aku ingin melakukan sesuatu yang sering dilakukan oleh Claire.
Wanita itu. Aku benar-benar merindukannya.
Entah apa yang membuatku merasa demikian, tapi rasanya sangat sulit untuk tinggal dikota yang berbeda dengannya. Sepeti hampa.
Sedang apa dia sekarang? Apa dia sedang bersenang-senang karena terbebas dariku selema akhir pekan? Atau mungkin dia merasakan hal yang sama? Aku tidak tahu.
"Tuan Nelson." Pun aku langsung membalikkan tubuhku, menatap Louis yang sedang menatapiku dari kejauhan.
"Ada apa?"
"Anda kedatangan tamu dari Washington." Alisku menaut, siapa? Bahkan aku tidak memiliki jadwal rapat malam ini.
"Siapa namanya?"
"Lily."
Jantungku langsung berdetak dua kali lipat lebih cepat dari biasanya. Ada urusan apa dia kembali?
"Biarkan dia masuk." Louis langsung pergi keluar dari ruanganku dan membukakan pintu untuk seorang wanita berambut kecoklatan.
Dia berjalan menghampiriku, rambutnya yang dibiarkan tergerai dan senyumannya yang merekah indah itu terpancar menarik diwajah cantiknya. Dia kembali dan dia berubah.
"Dalvin, lama tidak berjumpa." Dia memelukku dan aku masih diam tak berkutik.
"Aku merindukanmu, amat sangat merindukanmu." Katanya lagi kemudian melepas pelukannya dariku.
Aku mengerjapkan mataku, "Mengapa kau kembali?"
"Aku ingin menebus kesalahanku, kau mungkin masih berfikir kalau aku adalah wanita gila yang menyimpang, tapi aku tidak demikian Dalvin. Kau salah paham, aku membiarkanmu pergi karena ku pikir kau tidak mencintaiku." Jelasnya.
"Semuanya sudah cukup jelas dan kau tidak perlu repot-repot untuk menjelaskannya." Kataku cepat dan kemudian berjalan untuk duduk dikursi kerjaku.
Dia duduk tepat dihadapanku, menaruh tas jinjingnya diatas meja.
"Aku normal sepertimu." Dia membantah, mencoba membela dirinya sendiri dengan cara halusnya.
"Bagaimana bisa aku percaya jika kau wanita normal sedangkan aku pernah memergokimu hendak bercinta dengan kakakmu sendiri? Kau memaksanya untuk melakukannya." Kataku cepat.
YOU ARE READING
I'm Yours Mr.Nelson
Romance#8 In Romance Dalvin Nelson. Pria tampan, angkuh, dan sombong ini memiliki ribuan kapal pesiar terbaik di seluruh dunia. Hidupnya dipenuhi dengan tumpukan uang, namun kebahagiaannya belum bisa dikatakan sempurna karena belum ada tambatan hati yang m...