[ 6 ]

472 21 1
                                    

"Bin lo inget gak, waktu kelas sebelas lo pernah di benci sama satu kelas?" Rega bertanya di sela-sela mengerjakkan tugasnya yang ia ketik di Laptop.

Rega datang ke rumah Bintang untuk mengerjakkan tugas yang harus di kumpulkan untuk besok.

Bintang melirik sekilas ke arah Rega. "Inget! Gimana ya, Re. Rasanya waktu itu gue mau nampar mereka satu-satu pas si Gara yang provokatorin sekelas buat benci gue, dan dia fitnah gue yang nyuri uang kas,"

Rega menutup Laptopnya karena tugasnya sudah selesai, lalu ia meminum jus jeruk yang sengaja Bintang buat untuknya.

"Gue inget yang waktu Dira and the genk jauhin lo, karena mereka iri sama lo, lo main sama anak cowok golongan si Abay, kan?"

Gadis itu mengangguk mengiyakan. "Gue milih main sama cowok karena gue tau, cewek itu rempong,"

"Lo cewek, bege!" Ujar Rega kesal.

Bintang terkekeh. "Tapi gue bukan mereka yang kalo ke mall harus pake baju inilah itulah. Halah! Ribet,"

Rega menggaruk dagunya yang tak gatal. "Gue mau liat lo pake dress, tau Bin,"

"Nanti kalo gue nikah,"

"Ya masih lama dong, terus nanti prom lo pake paan?" Rega bertanya dengan nada bingung.

"Pake jeans sama baju biasa aja deh!" Jawabnya mantap.

"Lo yakin?" Tanya Rega memastikan.

"Liat nanti aja, siapa tau ada hidayah buat gue, kan?"

"Iya ya!"

***

Angkasa duduk seorang diri di balkon kamarnya. Jarinya memetik senar gitar yang berada di pangkuannya. Matanya menatap jalanan yang banyak di lalui kendaraan dengan tatapan kosong. Raganya di sini, namun ntahlah pikirannya sedang berlabuh kemana.

Udara sehabis hujan tadi sore masih terasa dingin. Di tambah angin malam yang agak kencang.

Jam menunjukkan pukul 22:30 yang artinya sudah seharusnya ia berada di atas kasur dan bergelung bersama selimut dan gulingnya.

Memori otaknya kembali mengingat kejadian 2 tahun lalu. Ketika Mamahnya meninggal dan Papahnya pergi entah kemana karena gila harta. Hatinya menjerit pedih. Matanya berkaca. Jemarinya masih setia memetik senar gitar tanpa mau menaruh gitar itu.

Hanya dengan kedua adiknyalah Angkasa masih bisa merasakan tertawa dan tersenyum. Angkasa yang memang di kenal seantereo sekolah badboy itu karena ia memiliki alasan. Mencari pelarian dari masa lalunya.

Pintu balkon berdecit, cepat-cepat Angkasa menghapus air matanya dan pura-pura ia tengah bernyanyi.

Rifa yang masih berdiri di pintu sebenarnya tahu jika Angkasa menangis karena masa lalunya. Ia pun menghampiri Angkasa dan duduk di sebelahnya.

"Abang kenapa belum tidur? Ini udah malem lho," Tanya Rifa yang duduk di bangku sebelah Angkasa.

Cowok itu tersenyum sekilas lalu meletakkan gitar di sampingnya. "Kamu kenapa belum tidur?" Bukannya menjawab, Angkasa malah balik bertanya.

"Ihh abang, di tanya bukannya jawab malah nanya balik!" Sungut Rifa kesal.

"Ya wajar ajalah, abangkan cowok. Pengen tidur malem juga gak masalah. Lah kamu? Cewek jam segini masih melek,"

"Emang salah ya, kalo cewek tidur malem,"

"Nggak salah, cuman nanti abang takut kamu sakit. Mending tidur,"

"Tapi nyanyiin buat Rifa dulu, abis itu Rifa tidur!" Pintanya.

Angkasa berpikir sejenak. "Oke, gak masalah."

***

"Itu baju masukin! Woy woy dasi lu mana? Etdah bocah lo mau sekolah apa dugem? Rambut pake di warnain! Tunggu sini lo diem!" Teriakkan Bintang begitu nyaring kala ia berdiri di samping pagar sekolah untuk melaksanakan piket wajib.

Dengan jas OSISnya Bintang lebih terlihat sangat garang dari biasanya. Rambutnya di kuncir, mulutnya mengunyah permen karet. Dan keringat sudah membanjiri dahi dan atas mulutnya.

Bintang melirik arloji hitamnya yang terpasang manis di tangannya. Satu menit lagi bel masuk. Bintang segera menarik gerbang untuk di tutup. Baru setangah menutup gerbang teriakkan seseorang menghentikan tarikannya. "Woy tunggu!"

Tepat setelah cowok itu sampai di hadapan Bintang bel masuk berbunyi. Bintang menaikkan satu alis tebalnya dan tersenyum kemenangan.

Napas Angkasa tersenggal-senggal. Kali ini ia ke sekolah tidak menaiki motor, melainkan naik angkot.

Angkasa mendesis ketika melihat raut wajah Bintang. "Gue udah di sekolah nih, gak telatkan?"

"Gak telat pala lu botak! Lo masih di luar gerbang, dan artinya lo terlambat. Walau satu detik." Jawabnya santai.

"Cuman satu detik, Bintang! Bukan satu jam!"

Bintang menyeringai. "Peraturan tetap peraturan."

"Udah buru ikut gue ke lapangan,"

"Ngapain?"

"Ya jalanin hukumanlah, lo kira gue bakal ngasih makan lo apa?"

"Boleh tuh,"

"Apa? Hukuman?"

"Ya bukanlah, tapi makan. Hehehe."

Gadis itu kesal. "Ishh! Benci gue sama lo!"

"Benci bisa jadi cinta lho. Awas nanti lo bisa cinta sama gue," ujar Angakasa dengan percaya dirinya.

"Pede banget gila! Udah buru lo lari sampe jam bu Tini selesai."

"Kok lo jahat, Bin?" Bintang mengernyit bingung.

"Jahat apa? Salah sendiri lo telat. Makanya kayak gue, bangun pagi," ucap Bintang bangga.

"Semerdeka lo deh!"

***

Angkasa vs BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang