Perpisahan Sekolah

84 8 4
                                    

Tidak ada mesin waktu untuk mengembalikan waktu, karena waktu adalah musuh untukmu dan untukku

Cerahnya sang pagi memberikan sedikit cahaya pada ruang-ruang atap rumah, hingga silaunya menerpa mata Udin dan membangunkannya.

Udara yang begitu segar tidak meruntuhkan teriknya matahari, mengisi suasana pedesaan dekat laut menjadi kedamaian dibandingkan daerah perkotaan.

"Uwaahhh siang, aii emak sudah berangkat? Haahhh" mendengus lesuh terkejut yang langsung membawa tubuh Udin terbangun dan berlari keluar rumahnya, dia ingat bahwa hari ini dia akan pergi ke acara perpisahan sekolahnya.

Sementara Udin berlari menuju rumah tetangga sebelah untuk meminjam jam dinding dan dilihatnya pukul berapa tepat dia  berdiri saat ini. "Makasih Pak Mahmut, untung masih jam setengah tujuh masih ada waktu untuk bersiap." Udin berjalan keluar dari rumah Pak Mahmut dengan lega.

"Din.. bareng ya" Sitar memanggil Udin dari jendela kecil yang terbuka dari samping rumahnya.
"Kemana Tar?"
" Ya Allah Udin, ya ke perpisahan sekolah -_- "
"Oh ngomong dong Tar, oke Karno juga akan ke rumah menjemputku"
"Aku ke rumahmu mungkin setelah mandi sekitar jam setengah delapan kira-kira yah"
"Langsung aja Tar, gak ada jam di rumah. Aku tunggu"

Udin pergi meninggalkan Sitar yang masih memandangnya di jendela kecilnya, dalam hatinya berharap Udin akan lebih baik di masa depannya.
***

Matahari terus berjalan hingga teriknya semakin terasa hangat, sehangat pagi hari yang cerah.
Di lorong depan rumah Udin banyak warga yang telah bersiap bersama keluarganya menuju sekolah. Udin pun siap dengan kemeja biru yang dibelikan emaknya dua tahun yang lalu, menunggu Karno dan Sitar di teras rumahnya yang masih diselimuti tanah lembab.

Di celah celah pohon kelapa, di antara pohon pinang, Sauda dengan bajunya yang berwarna pink soft berjalan melewati rumah Udin dan berpura-pura tidak melihatnya sehingga tidak ada sapaan yang terjadi.

Udin ternganga melihat bidadari cantik yang selama bersekolah dasar sampai SMP dialah perempuan pertama yang disukainya. Sebelum angin topan terjadi melanda desa ini, saat Udin masih kelas empat sekolah dasar, dia masih satu kelas dengan Sauda. Tapi saat angin topan telah meruntuhkan kelasnya yang terbuat dari kayu, Udin tidak bisa bernafas lega, karena perempuan yang disukainya berada di kelas yang terpisah. Saat itu, terjadi perombakan kelas. Karena hanya ada 56 siswa di sekolah dasar, sehingga jumlahnya dibagi menjadi dua kelas yang berdekatan. Meskipun di kelas yang berbeda, Udin bersama Karno dan Sitar selalu mengunjungi bahkan sering lewat kelas sebelah, untuk sekedar mencuri pandangan pada Sauda.

Karno tiba di depan rumah Udin melihat dan tertawa ke arahnya yang masih ternganga, arah matanya masih tetap pada Sauda yang telah jauh melewatinya. "Yah si Udin, kagetin aja kali yah" Karno datang mengendap-ngendap di belakang tubuh Udin, tanpa disadari oleh mereka berdua, Sitar telah datang dan menyapa Udin hingga menghentikan lamunannya. Udin tersadar dan tersenyum kemudian menoleh kebelakang melihat Karno yang tengah kesal pada Sitar karena menghentikan Udin terlebih dahulu. "Situ mau ngagetin ya No.. " Dengan mukanya yang datar Udin tertawa terbahak-bahak dan menyerngitkan bibirnya pada Sitar, membuat mereka tertawa bersama.
***

Suasana di lapangan terbuka dengan sebuah tenda yang panjang menghalangi adanya terik matahari, banyak warga yang telah berdatangan. Di sisi tempat duduk para guru, terlihat Pak Adi yang tengah duduk menunggu acara di mulai.

"Lihat siapa yang datang itu?" Karno membuat Sitar dan Udin menoleh ke arah yang ditunjuk olehnya.
"Pak Adi?" Udin melihat ke arah sisi pak Adi.
"Bukan.."
"Nunjuknya yang bener" Sitar merasa kesal hingga dia tidak mau menoleh lagi.
"Pasti kalian pangling"
"Siapa?" Udin dan Sitar merasa kaget dan penasaran.
"Si Mina, noh liat, cantik kali dia, bajunya lumayan bagus, tapi kok sama"
"Oh" Udin dan Sitar berhenti untuk penasaran, dan melihat ke arah Karno yang terkejut melihat Mina duduk dengan baju warna hijau tua dan kerudung hijau juga.
Mina adalah perempuan yang satu kelas dengan Udin, Sitar, dan Karno dari sekolah dasar sampai SMP, meskipun kelas telah dipisah menjadi dua, mereka tetap menjadi teman satu kelas. Mina hanyalah perempuan yang pendiam, hitam manis, udik, dan tidak ada ketertarikan Udin bersama temannya untuk sekedar meliriknya. Mereka selalu membandingkan Sauda dengan Mina bagaikan langit dan bumi.

Acara telah dimulai. Pembukaan yang disampaikan oleh kepala sekolah, kemudian dilanjutkan oleh kepala desa. Dalam sambutannya kepala desa selalu membanggakan pak Adi yang telah berhasil meneruskan sekolahnya hingga ke perguruan tinggi di kota. Dan berhasil menjadi sekertaris keuangan di dewan keuangan negara. Desa Udin memang sangat terpuruk dengan pendidikan, selain lokasi yang terletak jauh dari kota, bantuan pusat pun sulit sampainya ke desa ini. Helikopter pembawa makanan dan bantuan lainnya pun hanya terlihat satu kali. Desa yang sangat tertinggal.

"Baiklah, terimakasih atas sambutannya. Kemudian kita akan ke acara selanjutnya. Sebelum itu saya akan membacakan acara pada hari ini, yaitu tari pantai, musik angklung, drama pantai, dan yang terakhir pembacaan siswa berprestasi. Oke, kita akan lanjut ke acara pertama yaitu tari pantai"

Udin bersama temannya saling bertatap seakan bertanya, apakah benar dia Mina yang sedang menari. "Hahaha, wah Mina pendiam si Udik itu jago juga nari" Udin tertawa bersama Sitar dan Karno yang memang sering menjadi sekawan dalam membuli Mina.

Memasuki acara yang terakhir, pengumuman siswa berprestasi, para siswa dan warga yang menonton merasa khawatir dan gugup dengan pengumuman itu.  Juara tiga dan dua sudah ditetapkan jatuh pada Asih dan Mina. Juara pertama masih belum diumumkan, semua warga menunggu pembawa acara untuk membacakannya.  "Jatuh pada.. Udinnnn"
Semua warga diam tak menyangka, dan semua mata tertuju pada Udin yang tengah tertidur di kursi tempat duduknya. Suasana tegang dan haru kemudian dikagetkan dengan jatuhnya juara pertama siswa berprestasi pada Udin, semua berubah menjadi suasana biasa saat melihat Udin tertidur saat acara.

"Woy Dinnnnnn"
"Apaan? Aku tertidur yah?" Tanpa rasa bersalah Udin terbangun dan melihat sisi kanak kiri atas bawahnya semua mata tertuju.
"Maaf pak, maafkan saya tertidur." Semua tertawa melihat keluguan Udin yang tengah berdiri kebingungan.

Pak Adi datang menghampiri Udin, "Selamat ya Din, juara satu"
"Udin juara satu?"
"Iya, bapak harap kamu bisa meneruskan sekolahmu, dan mengembangkan desa ini nantinya"
Udin tersenyum dan berlari menuju arah emaknya berdiri, "emakkk Udin juara satu.."
Suasana haru kembali riuh, saat Udin datang memeluk emaknya dengan rasa bangga. Karena memang Udin adalah salah satu siswa yang mempunyai semangat tinggi untuk belajar, meskipun lelah saat pulang sekolah setelah belajar, Udin tetap ikut melaut untuk mendapatkan ikan yang akan dijual ke pasar, karena itu adalah penghasilan Udin dan emaknya selain menanam padi di belakang rumahnya. Kalau di tanya mengapa dia begitu kuat, jawabannya selalu "untuk bertemu bapak harus ada bekal".

Ini kisah perjuangan dan pengorbanan seorang anak untuk bertemu bapak dan mebangun desanya.

Mohon di follow penulisnya ya..
Dan jangan lupa di beri suara, agar gak krikk, dan di komen yang dirasa kurang baik ceritanya.
Saya masih pemula.

Terimakasih banyak semuanya. :)

Menggapai LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang