Bel pulang sekolah berbunyi lantang. Membuat semua warga sekolah dapat bernapas lega. Tidak terkecuali bagi penghuni 11 IPA 1. Mereka yang sejak tadi diam akhirnya grasak-grusuk. Setelah sekian lama berkutat dengan angka, akhirnya mereka bebas.
Abi yang tengah memasukkan buku ke dalam tas tampak sibuk sendiri. Berbeda dengan Victor, teman Abi.
"Eh, lo tau nggak, geng Enrico nantangin lagi?" Victor yang memang duduk di sebelah Abi bersuara, memberikan informasi.
"Si rambut merah norak itu?" tanya Abi memastikan, Victor mengangguk mengiyakan. "Tu orang gak ada kapok-kapoknya. Udah tau badan lempeng kayak sedotan masih aja sok nantangin."
"Jadi gimana? Kita kesana?" Tanpa pikir panjang Abi mengangguk. Dengan cepat lelaki itu menyelesaikan sisa barang-barangnya. Sedangkan Victor tengah menunduk dengan jemari yang lihai bergerak pada layar ponsel.
Setelah beres semuanya, Victor berdiri lebih dulu. "Yok, cabut," ujar Victor sambil menepuk bahu Abi.
Abi menyusul dengan menyamakan langkah Victor. Tangan Abi dengan segera mengambil ponsel dan menekan lama tombolnya berniat menyalakan benda itu yang sejak tadi mati. Sambil menunggu ponselnya selesai, Abi bersuara pada Victor.
"Dimana emangnya?" tanya Abi sambil sesekali mengangguk samar pada banyaknya teman-teman yang menyapa. Ah, jangan sebut Abi sombong. Dia hanya bingung bagaimana caranya bersikap baik pada orang asing yang tiba-tiba menyapa.
"Gudang gede itu, yang waktu pertama kali Enrico ngajakin barentem."
"Itu tempat punya dia, emang? Kenapa suka bener ajakin berantem disana."
Victor mengedikkan bahu, "Gak tau. Sewa kali?"
"Tau, dah." Abi beralih pada ponselnya, menatap pada daya baterai. 98%. Masih sangat banyak. Dengan cepat jari Abi bergerak berniat mencari kontak Sang Mama.
To: Mama👒
Abi pulang telat, Ma.
Sudah. Hanya itu. Setelahnya Abi kembali mematikan ponsel, walau tidak mati total seperti sebelumnya. Bermaksud agar ketika Mamanya menelepon, menjadi mudah.
"ABI!" Suara teriakan menggema di sepanjang koridor. Renat, berlari ke arah dua lelaki yang kini tengah berbalik badan ke arahnya. "Lo pulang?! Kan kita mesti diskusiin materi Biologi, Bi."
"Apaan?" Victor menyahut bingung, dahinya berkerut sebab berpikir.
"Abi nggak bilang sama lo? Kan gue sama Abi bakal ikutan lomba senin depan."
"Gak bisa, Re," ujar Abi tenang. "Aku ada urusan mendadak."
"Yah, Bi, masa gue sendirian?!"
"Yaudahlah sana!" usir Victor. "Lo kan udah biasa sendiri, kan?"
"Heh!" teriak Renat pada Victor. Walaupun ucapan Victor menjentik hatinya, tapi Renat tetap berusaha terlihat biasa. Ia kembali menatap Abi, memberikan tatapan memohon. "Ayolah, Bi, masa tega kalau gue sendirian."
"Buat hari ini nggak bisa. Kamu kirimin aja materinya lewat email. Nanti aku belajar sendiri." Abi berbalik, begitupun dengan Victor. Dan kedua lelaki itu berjalan meninggalkan Renat di belakang.
Dalam diam, Renat menahan diri dan mengeluarkan tawa remehnya. Kapan, sih, gue nggak pernah ditinggal sendirian? batin Renat dengan mata masih menatap lurus pada punggung Abi. Berharap lelaki itu berbalik, walau akhirnya, Abi tetap pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return
Teen FictionAda beberapa hal penting bagi Abi dalam hidup. Pertama, mama dan adik-adik perempuannya. Kedua, motor hitam kesayangannya. Ketiga, berkelahi. Awalnya hanya tiga point tersebut. Sampai sebuah kondisi dimana Abi merasa bahwa ia wajib menunjukkan tangg...