2 - Keluarga Mereka

52K 2.9K 33
                                    

Lelaki itu meneguk habis sisa air es di gelas miliknya. Ia kehausan setelah menikmati dua jam tidur siang. Kakinya melangkah menuju lemari pendingin, menyisir camilan yang berada disana.

"Cari apa, A?" Sulung dari tiga bersaudara itu tersentak. Ia menatap Nadine---Mamanya---yang baru datang, juga ikut-ikutan mengambil gelas dan menuangkan air es ke dalamnya.

"Abis ngapain, Ma?" tanya Abi penasaran. Lagipula, kenapa bisa Nadine terlihat ngos-ngosan. Kasihan.

"Lari sore bareng Judith," jawab Nadine sambil mengisi air ke dalam botol warna pink. "Aa mau keluar?"

"Pengen mandi," ujar Abi tenang.

"Tolong Mama kasihin botol ini ke Judith, ya. Mama kebelet." Nadine bergegas pergi tanpa memberikan Abi kesempatan untuk bertanya dimana Judith. Alhasil, Abi hanya menghela napas. Lalu mengambil botol pink dengan stiker pisang bertuliskan nama sang adik, جوديته .

Bibir Abi terangkat sedikit. Pisang dan Judith, sesuatu yang sulit dipisahkan. Pernah sekali, Abi dibuat pusing karena Judith meminta pisang kepadanya. Adik bungsunya tersebut benar-benar mengerjainya habis-habisan. Pasalnya, Abi harus berkeliling hanya untuk mencari pisang dengan ukuran panjang 10 senti. Tidak boleh lebih, tidak boleh kurang.

Harusnya Abi kesal, tapi dia tidak bisa.

Abi melangkahkan kaki menuju halaman luar. Tapi tidak ada Judith disana. Dia sudah berteriak, dan tidak ada tanggapan balik dari Judith.

"Nggak ketemu Judith, A?" Nadine muncul dari dapur, menghampiri Abi yang sekarang tengah duduk di bed sofa dengan jemari bermain dengan remote, asik mengganti channel.

Abi menggeleng, tangannya masih asik memegang botol Judith. "Dimana sih, Ma?"

"Bareng Bia, kali? Bia lagi renang." Abi berusaha menahan helaan napas kesal. Tanpa berkata apa-apa, Abi bergegas menuju kolam renang di rumah.

Tepat ketika Abi membuka pintu, suara gelak tawa Judith terdengar keras. Namun terganti dengan teriakan sebab Judith terkejut melihat Abi.

"AA! NGAPAIN DISINI?!" Abi mengernyit, menatap Judith dengan ekspresi bingung. "Disinikan cewek semua, A." Judith kembali bersuara.

"Nih, dari Mama." Abi mengulurkan botol minum pada Judith. Adiknya tersebut menerima dengan suka cita. Baru saja ingin melangkah pergi, Judith bersuara.

"Pudding Judith nggak dibawa?"

"Ambil sendiri sana," sahut Abi santai.

"Aa dong yang ambilin," ujar Judith lagi-lagi.

Abi menghela napas, menatap Judith lalu menggeleng. "Aa ambilin, tapi Aa yang makan. Mau?"

"YAH, CURANG!"

"Makanya ambil sendiri," tutur Abi sambil mencubit pipi Sang Adik. Setelah itu dia bergegas pergi, badannya sudah gerah butuh mandi.

• r e t u r n •

Renat melangkahkan kaki cepat memasuki rumah. Berharap doanya setiap malam terkabul ketika dia mencapai ruang keluarga. Tapi tidak, orangtuanya tidak ada disana. Orangtuanya tidak menunggunya.

Renat menghela napas panjang, berusaha melihat dari sisi positif segala hal yang tengah ia pikul. Tapi rasanya sulit. Ia tidak kuasa. Semuanya sulit karena Renat menanggungnya seorang diri.

Papanya selalu sibuk bekerja dari pagi hingga malam. Lembur terus-terusan. Padahal dulu, Papanya selalu memiliki waktu untuk Renat. Bahkan sekedar menemani Renat bermain boneka, Papanya bisa.

ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang