Sinar matahari perlahan sudah mulai masuk melalui cela-cela jendela kamar Rindu. Mata Rindu mulai terbuka perlahan. Ia bangkit dari tidurnya dan mulai meregang-regangkan ototnya.
Hari ini, Rindu sudah berencana untuk tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Ternyata ada gunanya juga Gilang mengerjainya semalam. Sebenarnya Rindu tidak sakit. Ia hanya syok. Tapi, alasan ia sakit karena dari kemarin mood nya tidak baik.
Rindu membuka jendela kamarnya. Ia menatap kosong keluar. Banyak hal yang ia fikirkan kedepannya tentang hidupnya dan Bundanya.
Rindu sedih, marah, kecewa, tapi ia tidak mampu untuk mengungkapkannya. Mau bagaimanapun Hamdan, ia tetaplah sosok Ayah yang paling Rindu sayang.
"Rindu," Andien masuk kemar Rindu dengan segelas susu coklat ditangannya.
Rindu menatap Bundanya dengan senyuman yang sangat tulus dan penuh kesedihan.
Andien meletakkan susu coklatnya dimeja. Kemudian ia memeluk anak sematawayangnya itu. Mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang.
Tidak ada kata yang terucap. Dengan berpelukan begitu, mereka sudah tau apa yang dirasakan.
Kecewa, sedih, marah. Itulah yang dirasakan keduanya.
Andien melepaskan pelukannya. Kemudian ia memberikan susunya kepada Rindu.
"Hari ini Bunda mau kepengadilan,"
Rindu diam.
Satu tetes air mata jatuh dari mata indahnya.
Andien menghapus air mata itu.
Didepan Rindu seperti ini, Andien kelihatan sangat tegar. Tapi sebenarnya, semalaman Andien menangis.
"Bunda mau siap-siap ya," Andien mengecup pucuk kepala Rindu.
Rindu masih diam. Ia duduk di kursi belajarnya sambil menatap segelas susu yang dibawakan Andien barusan.
***
"Dim, Rindu mana?" Tanpa basa-basi Gilang yang baru sampai kelas langsung melontarkan pertanyaan kepada Dimas yang lagi sibuk menyalin tugas milik Abel.
Dimas mengabaikan dan terus menyalin tugasnya. Bahkan sangat cepat.
"Woi, dim!" Gilang menepuk pundak Dimas.
"Apaan sih elah! Lagi sibuk nih!" Dimas terus menyalin tugasnya.
"Rindu mana?" Ulangnya.
"Mencret." Jawab Dimas asal.
Masuk akal. Mungkin Rindu masuk angin gara-gara semalem. Batin Gilang.
Gilang keluar kelas. Menuju ke toilet perempuan.
Sudah 15 menit menunggu, tetapi tidak ada tanda-tanda Rindu akan keluar dari toilet.
Sangkin tidak sabarannya lagi, hampir saja Gilang masuk ke toilet perempuan kalau Abel tidak memanggilnya.
"Woi! Ngapain lu masuk toilet perempuan?!" Jerit Abel.
"Nyari Rindu" jawab Gilang dengan nada khawatir.
"Rindu?" Ulang Abel.
"Iya. Kata Dimas Rindu mencret. Dari tadi gue tunggui, dia gak keluar-keluar. Gue takut dia kenapa-kenapa," jawab Gilang.
"Kalo Rindu kenapa-kenapa. Kenapa rupanya?" Goda Abel.
"Yaa, ngga kenapa-kenapa juga. Gue cuma ngerasa bersalah aja karena semalem ngerjai Rindu," jawab Gilang sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Coba lo cek Rindu di dalem," tambah Gilang.
"Ogah." Tolak Abel.
"Sahabat macem apa lo?!" Tanya Gilang tak percaya dengan jawaban Abel.
"Lo cek aja sendiri. Gue mau ke ruang guru. Buru-buru. Dahhh," Abel meninggalkan Gilang dengan melambaikan tangannya.
Setelah menjauh dari Gilang, barulah tawa Abel meledak. Ia tak habis fikir liat Gilang yang khawatir dengan keadaan Rindu.
Dimas memang the best dah kalo ngerjai orang! Batin Abel.
Lain dengan Abel yang masih tertawa disepanjang jalan menuju ruang guru. Gilang masih berdiri didepan toilet perempuan. Ragu, mau masuk kedalam atau tidak.
Setelah menimang-nimang lama. Akhirnya Gilang memutuskan untuk masuk kedalam toilet perempuan.
Toilet perempuan bersih, tidak seperti toilet laki-laki. Didalam toilet sepi. Gilang melihat keseluruh penjuru toilet perempuan. Hanya satu pintu toilet yang tertutup.
Itu pasti Rindu! Pikir Gilang.
Dengan penuh percaya diri. Gilang menghampiri toilet yang tertutup.
"Rindu?" Panggil Gilang.
Tidak ada jawaban.
"Rindu, lo gapapakan?" Tanya Gilang.
Masih tidak ada jawaban.
"Lo masuk angin ya gara-gara semalem? Makannya mencret-mencret?" Tanya Gilang.
Masih tidak ada jawaban juga.
Gilang makin khawatir. Gilang mau mencoba mengetuk pintu toilet, belum sempat mengetuk pintu toilet terbuka.
Muncul seorang perempuan berseragam sama dengan Gilang, tapi tubuhnya lebih besar dari Gilang, kulit hitam, rambut keriting yang diikat kuda dan memakai kaos kaki berwarna pink.
Gilang menatap aneh perempuan itu.
"Lo siapa sih?! Ganggu aja! Lo gak tau apa nih toilet perempuan! Toilet laki-laki disebelah! Kalo lo mau make toilet sini, cari yang kosong dong!! Perut gue sakit banget nih dari tadi.. gak bisa keluarrr!!" Cerocos perempuan itu dengan panjang lebar.
Gilang menatapnya dengan pandangan yang makin aneh.
"Rindu mana?" Tanya Gilang yang masih bingung.
"Rindu siapa? Dari tadi gak ada orang disini selain gue! Udah ah.. sakit banget perut gue!" Perempuan itu masuk kembali kedalam toilet dengan pintu dibanting.
***
"Parah lo Dim. Lo ngerjai guekan?!" Bentak Gilang ketika sampai disamping tempat duduk Dimas.
Dimas mengalihkan perhatian dari hpnya ke arah Gilang.
"Apaan sih?" Tanya Dimas dengan nada aneh.
"Lo bilang tadi Rindu mencret! Buktinya dia ngga ada ditoilet perempuan." Ucao Gilang dengan jengkel.
"Hahahaha. Lo percayaa??" Tanya Dimas disela-sela tawanya. Tak habis fikir Gilang percaya pada omongannya.
"Bangsat lo!" Gilang masih menahan emosinya untuk tidak meninju wajah mulus Dimas.
"Lo kok keliatannya khawatir banget sama Rindu?" Tanya Dimas dengan nada curiga.
"Apaan sih. Ya nggalah. Biasa aja," elak Gilang.
"Jangan.. jangann"
De javu sedang berpihak kepada Gilang. Guru sejarah memasuki ruang kelas. Sehingga semua aktivitas murid terhenti dan kembali pada posisi duduknya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rindu
Teen FictionRindu Asmara Pradipta. Seorang gadis remaja yang awalnya memiliki keluarga harmonis. Namun suatu ketika, keharmonisan itu hancur karena adanya sebuah pengkhianatan. Trauma. Satu kata yang sangat sulit dihilangkan. Bukan hanya kehancuran keluarga ya...