~THREE~

53 15 9
                                        

~^~^~

"Selamat datang, Tuan Muda Edmund dan Nona Winry.." sambut para pelayan di kediaman keluarga Rosevelt sembari membungkuk dengan hormat.

"Mari, saya bawakan tas anda Nona, Tuan Muda.." tawar salah seorang pelayan.

"Tidah perlu repot-repot," ujarku merasa tidak enak.

"Ah, tidak apa-apa, Nona. Ini kewajiban saya. Silahkan,"

Ah, mau bagaimana lagi. Walaupun setiap kali kutolak, mereka selalu saja teguh pendirian. Ya, sudah.

Aku duduk di sofa besar di ruang tengah rumah ini. Edmund juga menjatuhkan dirinya di sampingku.

Aku bersandar di sandaran sofa yang begitu empuk serta memejamkan mata. Jujur, aku begitu kelelahan.

Ha..

Edmund menoleh, heran. "Hei, ada apa? Kau terlihat sangat lelah,"

Seorang pelayan datang membawa dua gelas orange juice dingin. Aku membuka mata dan langsung mengambil serta menyeruput minuman itu, mengelak dari pertanyaan Edmund.

"Winry.." tegur Edmund tidak sabar. Wajahnya mengisyaratkan kecurigaan. "Hei,"

Aku menoleh, risih. "Edmund, tentu saja. Kita, kan, baru pulang sekolah. Tentu saja lelah," ucapku setengah jengkel.

Apaan, sih, Edmund ini. Bawaannya curiga terus padaku. Heh.

Ia menyipitkan mata. "Aku sangat mengenalmu, kau tahu. Kau tidak mungkin akan lelah seperti ini karena hanya bersekolah. Kau masih tidak mau memberitahuku, hm?"

Astaga, saudara kembarku ini...

Sejujurnya, aku begitu lelah memang. Rasanya tubuhku sangat tidak bertenaga. Kenapa? Karena tadi, di sekolah, aku melihat masa lalu Emily. Apabila aku menggunakan kemampuanku itu, akan mengurangi begitu banyak energiku. Maka dari itu, aku berusaha menutupinya dari Edmund.

Aku kembali menyandarkan tubuhku, mencoba untuk rileks dan kembali memejamkan mata. "Edmund.. aku hanya kelelahan biasa. Percayalah." ucapku pelan.

Hening. Tidak ada jawaban dari Edmund.

Hm, ini aneh. Edmund masih disebelahku, kan?

Tunggu saja, sebentar lagi ia akan mengomel.

Krik.

Eh?!

Ia masih diam? Apa Edmund marah? Ini tidak biasa.

Aku menghitung dalam hati.

Satu..

Dua..

Ti—

Aku sudah tidak tahan!

Dengan cepat, aku membuka mataku dan menoleh ke samping, ke arah Edmund.

Benar saja, wajahnya terkesan curiga dan ia menyipitkan matanya, memandangku dengan intens. Lebih tepatnya, mengintimidasi.

Eh?! Itu..

"Sudah kuduga," ujarnya dengan nada meremehkan dan melipat kedua tangannya di dada. "Ada yang kau sembunyikan dariku, Winry.."

Ah, sial. Grrrr...

"Ha... oke, oke. Aku menyerah," kataku pada akhirnya. "A-anu.. sebenarnya..," aku menunduk, tidak siap mendengar ocehan Edmund.

"Hm..?" tanya Edmund sambil menaikkan sebelah alisnya, menunggu penjelasan yang akan terlontar dari bibirku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Look, please! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang