Tiga Belas - Ups..Ketahuan

105K 4.6K 15
                                    

Pagi yang dingin dengan sentuhan gerimis membuat udara menjadi semakin menyegarkan. Banyak burung berkicau merayakan udara segar yang ditawarkan. Bunga bermekaran juga tak terlewatkan untuk memperindah pagi ini. Walau sang putri malu masih menutup rantingnya menunggu kehangatan mentari.

Rumah ini disibukkan dengan aktifitas pagi penghuninya. Bi Asih dan Siswati dengan rutinitas paginya. Salisa dengan persiapan sebelum berangkat kesekolah dan Rindu dengan jalan-jalan paginya serta hobinya merawat tanamannya.

"Ini sudah hampir jam sebelas kenapa Dean dan Syifa belum juga keluar dari kamar mereka." keluh Rindu yang saat ini sedang duduk santai di teras samping rumah memandangi taman bunganya sembari melemaskan otot lelah setelah aktifitas paginya.

Bi Asih datang membawakan teh dan cemilan untuk nyonyanya.

"Apa mereka sering bangun sesiang ini Bi?" tanya Rindu pada Bi Asih.

"Tidak pernah nyonya, apalagi hari kerja seperti ini. Biasanya tuan Dean sudah berangkat pagi, setelah non Salisa berangkat sekolah. Sedangkan non Syifa pasti sudah membantu dodapur sejak subuh tadi." jawab bi Asih sejujurnya, mengerti bahwa mereka yang dimaksud nyonyanya adalah Dean dan Syifa, lalu pamit kembali kedapur melanjutakan kegiatannya.

Aneh, nggak biasanya memang anak itu telat bangun. Apa aku bangunin aja ya? Batin Rindu.

"Morning mah." ucap Dean sambil mencium pipi Rindu.

Pucuk dicinta ulam pun tiba, peribahasa lama.

Panjang umur benar anakku ini. Baru juga dibicarakan batang hidungnya sudah nongol di sini. Batin Rindu.

"Kau mengagetkanku anak nakal." ucap Rindu sambil memukul lengan Dean. "Mana istrimu?" tanya Rindu to the point.

"Mah aku rasa kita kedokternya besok atau lusa. Istriku sedang tidak enak badan jadi biarkan dia istirahat hari ini. Jangan bangunkan dia." ucap Dean sambil mengambil cemilan di meja. "Itu pernyataan bukan pertanyaan. Aku mohon jangan ganggu dia hari ini. Aku pergi dulu." tambahnya saat Rindu siap untuk menyanggah ucapannya sambil berjalan meninggalkan mamanya.

"Kau mau kemana?" teriak Rindu sebelum Dean menghilang dibalik pintu ruang tengah.

"Kekantor, aku ada rapat penting. Love you mom." ucap Dean sambil menyumbulkan kepalanya dari balik pintu lalu menghilang untuk benar-benar pergi.

Setelah mendengar penituran putranya, Rindu menjadi khawatir dengan menantunya. Apa begitu buruk keadaannya hingga ia tidak bisa bangun pagi hari ini? Tapi kenapa? Kemarin malam kondisinya baik-baik saja dan hari ini kenapa mendadak dia sakit dan tidak bisa keluar kamar?

Penjelasan Dean bukannya memberi ketenangan justru meningkatkan kekhawatiran Rindu. Rindu bangkit dari duduknya berjalan memasuki rumah saat Siswati lewat membawa nampan penuh sarapan.

"Sis, itu untuk Syifa?" tanyanya kemudian.

"Iya nyonya, tadi tuan berpesan untuk mengantarkan sarapan nona ke kamarnya." jawab Siswati setelah menghentikan langkahnya tepat dikaki tangga terbawah.

"Kemarikan biar aku saja yang mengantarnya." ucap Rindu.

"Tapi nyonya-" sanggah siawati tidak nyaman jika pekerjaannya dilakukan oleh majikannya ini.

"Sudah tidak apa-apa, kemarikan, biar aku yang mengantarkannya." paksa Rindu lalu bejalan mendekat dan meraih nampan tersebut dari tangan Siswati. "Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu yang lain." lanjut Rindu menenangkan yang ditanggapi anggukan patuh dari Siswati.

Rindu menaiki tangga menuju kamar Syifa dan Dean dilantai dua. Sesampainya didepan pintu kamar, Rindu mengetuknya dan memanggil nama Syifa namun setelah tiga kali diulangnya, tindakan yang sama, tak ada jawaban dari dalam ruangan. Hal itu membuat Rindu panik. Takut kalau menantunya itu dalam kondisi yang buruk. Rindu lantas memutuskan untuk membuka pintu tersebut yang ternyata tidak dikunci.

Pemandangan kamar yang benar-benar berantakan mengejutkannya. Pakaian, bantal, dan guling yang terlempar dilantai. Rindu hampir saja menjatuhkan nampannya dan berteriak kalau saja matanya tidak menangkap pergerakan diatas ranjang. Syifa masih terlelap begitu damai.

Senyuman penuh arti terukir diwajah Rindu. Setelah meletakkan nampan berisi makanan tersebut dimeja dekat jendela kamar, Rindu berjalan keluar dan menutup pintu dengan hati-hati agar tidak membangunkan menantunya tersebut.

Sepertinya aku tidak perlu mengkhawatirkan tentang apapun. Jagoan kecilku itu sepeetinya jauh lebih hebat dari pada ayahnya, sampai menyebabkan Syifa tidak bangun hingga sesiang ini. Batin Rindu dengan seringaian terpatri di wajah ayunya diusia yang sudah tidak muda lagi.

***

Syifa bangun dari tidur pura-puranya. Dia panik saat mendapati suara mertuanya memanggilnya dari balik pintu. Apa yang harus dilakukannya. Kamar yang masih seperti kapal pecah dan Dean yang sudah menghilang dari kamarnya.

Awalnya, otaknya menyuruh untuk segera membereskan kamarnya namun kenyataan bahwa tubuhnya masih sangat remuk dengan nyeri di selangkangan yang masih amat terasa membuat pergerakannya kurang cepat. Akhirnya berpura-pura tidur adalah pilihan terbaiknya. Tapi itu sepertinya sama saja membongkar semua cerita memalukan kepada mertuanya itu.

Tunggu pembalasanku nanti malam tuan Dean. Kau sungguh akan menyesali ini semua. Batin Syifa geram.

***

Dean merasakan telinganya berdengung membuatnya tidak fokus pada presentasi yang ada didepannya. Kilasan kejadian semalam melintas dipikirannya, membuatnya tersenyum seperti anak puber kasmaran.

"-an Dean, Tuan" ucap sekertarisnya menyadarkannya.

" ouh iya, lanjutkan" ucapnya senormal mungkin setelah kembali tersadar.

Aku ingin segera pulang. Kau membuatku gila cantik. Bahkan Mily tidak pernah membuatku segila ini. Batin Dean.

***

Rahim SewaanKu ✅ (Sudah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang