SEPULUH-Sadness

33 6 1
                                    

Gladys bangun dengan mata sembab. Ia menangis semalaman. Averonya akan pergi. Jauh. Dan Gladys masih ingin berharap kalau perkataan Avero kemarin hanya candaannya.

Badannya masih tak menerima jikalau hari ini ia harus bangkit. Walaupun hari ini ia akan berada dekat dengan Avero seharian, ia masih tetap tak mau. Lebih baik dirinya hanya bertemu 5 menit setiap harinya daripada harus seharian dengan Avero tetapi untuk terakhir kalinya--setidaknya dalam jangka waktu beberapa tahun kedepan.

Gladys tak akan pernah rela jika Averonya pergi. Laki-laki yang ia sayang!

***

Di tempat lain, Avero telah bangun dari pagi buta. Selepas shalat subuh tadi, ia tak lekas tidur kembali. Avero kembali mengecek semua barang-barang dan perlengkapan yang akan ia bawa ke Swiss esok hari. Mulai dari baju, buku, alat-alat perlengkapan sekolah, dan semua hal-hal kecil. Saat ia membuka kotak perlengkapannya, ia mengambil kembali satu bingkai foto berwarna putih yang terdapat foto seorang pria dan wanita yang sangat sangat ia sayangi--foto mendiang kedua orangtuanya. Bingkai kedua berwarna hitam. Berisi fotonya sedang merangkul Quinn, pacarnya. Berisi tiga bingkai didalam situ. Bingkai terakhir adalah yang dapat membuat matanya berisi cairan bening. Avero menangis sendu melihat foto terakhirnya itu. Bingkainya berwarna merah metallic yang banyak taburan glitter.

Foto itu adalah foto dirinya dengan Gladys.

Avero tak mampu meninggalkan perempuan itu. Sampai kapanpun hati kecil Avero tidak akan pernah rela untuk meninggalkan Gladys sendiri. Tidak akan pernah.

Avero termenung melihat foto dirinya dengan Gladys. Ia kembali mengingat masa-masa kecil mereka. Saat Gladys tertawa karena dirinya menjadi badut saat Gladys berulangtahun ke 5. Saat bahagia Gladys mendapatkan nilai 100 di ulangan pertamanya saat sekolah dasar. Saat Gladys memeluk Avero karena Avero mendapat ranking 1 di kelas. Saat Gladys menonjok teman Avero karena telah membuat Avero masuk rumah sakit gara-gara meminum susu basi dari teman Avero. Saat Gladys menangis dan merasa sakit hati kala melihat Averonya menangis karena kedua orangtuanya meninggal.

Dan sekarang, perempuan itu telah besar. Ia telah menjadi Gladys yag didambakan semua orang. Gladys yang ceria, cantik, cerdas, jago basket, juga jago 3 bahasa, walaupun dia tidak bisa sama sekali jikalau sidah berurusan dengan pelajaran Bahasa Sunda, yang notabenenya bahasa daerahnya sendiri.

Gladys yang ia sayang, Gladys yang ia cinta.

Gladys yang menjadi cinta pertamanya, akan dibuat menangis karena kepergian dirinya.

***

Wajahnya ceria, walau sebenarnya hatinya menderita. Gladys selalu menggamit jari-jari Avero semenjak pagi tadi Avero menjemputnya. Juga sebaliknya. Mereka tak mau saling berpisah.

Sudah 9 jam mereka berdua. Menghabiskan waktu-waktu terakhir Avero berada di dekatnya. Tempat-tempat bersejarah bagia keduanya telah mereka datangi. Mulai dari kedai es krim, restoran cepat saji, mal kesukaan Gladys, toko sepatu basket, gor tempat mereka suka berlatih, hingga SD mereka. Jajanan di SD mereka pun telah mereka cicipi satu-satu. Dan destinasi terakhir sebelum makan malam mereka adalah pemakaman.

Tertulis nama Diana Allaya di batu nisan pertama, dan nama Aidan Mandarin di batu nisan di sisinya. Merekalah kedua orangtua Avero yang telah meninggalkan Avero saat dirinya kelas 6 SD.

"Ibu, Ayah. Apa kabar? Avero dateng sama princess kecilnya Avero. Juga kesayangan ibu sama ayah," Gladys merapatkan tubuh pada Avero sebari keduanya berjongkok. Avero merangkul perempuan di sebelahnya.

"Ibu, Vero mau nepatin apa yang ibu minta besok. Vero mau sekolah di sekolah ibu."

Mendengar hal tersebut, muncul rasa sedih dalam diri Gladys. Lagi.

"Maafin Vero ya mau ninggalin ayah sama ibu disini. Tapi tenang, disini masih ada Khayla yang bisa deket sama ibu dan ayah. Tapi Vero sedih bu, yah, Vero bakal ninggalin Khayla sendir disini." Gladys tambah bersedih dan ia mulai menangis. Namun sebisa mungkin ia tahan.

"Ibu, Ayah, Vero jahat ya sama kita? Vero mau ninggalin kita disini. Vero mau pergi jauh bu, yah. Khayla juga engga pernah mau kalau Vero harus pergi tinggalin Khayla sendiri. Bu, yah, nanti yang nemenin Khayla siapa? Yang jagain Khayla siapa? Ibu, ayah, Khayla engga mau Vero pergi." Gladys berkata dengan susah payah menahan tangisnya. Avero disebelahnya juga ikut menangis.

"Bu, yah, Khayla sama Vero pulang ya. Kasian Vero besok harus pergi subuh-subuh. Dadah!"

"Bu, yah, Vero pulang ya. Vero janji bakalan cepet pulang ke Bandung."

Keduanya bangkit, masih dengan tangan Avero yang merangkul Gladys dan Gladys yang melingkarkan tanganya di pinggang Avero. Mereka pulang untuk makan malam.

***

Yeay update lg! (lg ada pencerahan HEHE) Kl udh gini,jgn lupa tinggalin jejak.

Kasian gak Gladys? Avero gmn jg ya? Trs tunggu update-an ku ya.

Vomments n i'll b love💕

GladysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang