Prolog

107 19 10
                                    


       Aku terbangun, mangerjapkan mata menyesuaikan dengan cahaya matahari yang semakin menyilaukan. Aku merasa aneh, hal pertama yang aku lihat adalah sesuatu berwarna merah menyerupai tirai berbentuk oval yang nyaris sempurna. Tirai itu berbeda dari tirai yang biasa aku lihat karena pengait tirai itu berada dibawah lantai tertutup karpet berbulu lembut yang aku tiduri. Tirai itu berlapis membentuk lingkaran mengelilingiku sedangakan bagian atasnya terbuka, sehingga aku bisa melihat langit biru cerah secara langsung.

Tunggu! Ini bukan kamarku. Aku mencoba berdiri dan menatap sekitar tapi tirai merah itu terlalu tinggi. Aku mencoba menyibak tirai itu, tapi ada tirai yang sama dibaliknya, kusibak beberapa lapisan tirai itu hingga tak sengaja tirai terakhir terjatuh dari tempatnya. Alangkah terkejutnya aku saat yang kudapati pertama kali adalah sesuatu berbentuk daun raksasa lengkap dengan batang yang ukurannya setinggi gedung pencakar langit di kotaku. Aku berbalik menatap ruangan tempat aku tertidur tadi, hembusan angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutku yang tergerai. Aroma wangi langsung masuk ke indra penciumanku diikuti butiran emas berkialuan seperti bunga dandelion yang berasal dari karpet tempat aku tidur. Aku mengerjap beberapa kali, apakah aku tertidur di dalam bunga?

¤¤¤

  Malam begitu sunyi, tidak ada lagi suara teriakan, ledakan, lenguhan orang-orang yang menahan sakit luar biasa ditubuh mereka. Tidak ada lagi umpatan-umpatan kasar yang ditijukan pada pasukan berjubah hitam.  Para Penyihir. Tidak ada lagi orang yang mengucap mantra dari mulut mereka sambil mengacungkan tongkat. Tidak ada. Hening, hanya suara napasku yang tersengal mendoninasi hutan gelap ini. Tiga jam yang lalu, pasukan penyihir memilih mundur dari area kastil musim semi, meninggalkan jejak pertempuran dimana-mana. Reruntuhan bangunan, darah, mayat, dan isak tangis orang-orang yang kehilangan.

      "Kenapa kau membawaku kemari?" Tanyaku setelah kembali bernapas normal.

Laki-laki itu menatapku, ia berjongkok di depanku yang terduduk bersandar pohon besar. Matanya yang tajam menatapku khawatir, keringat bercampur darah membasahi pakaiannya sama sepertiku.

     "Mereka mencarimu, mereka ditugaskan untuk membunuhmu," jawabnya dengan suara yang begitu dalam.

Aku terhenyak, masih tak mengerti dengan yang dia ucapkan.

     "Ke..kenapa?" Tanyaku terbata. Aku takut.

     "Entahlah, tapi yang jelas kau membawa sesuatu yang mereka incar,"

     "Apa? A...aku tidak membawa apa-apa," lagi-lagi aku tidak mengerti. Aku memang bodoh.

     "Kekuatanmu Sara, mereka ingin memusnahkan kekuatanmu,"
Dadaku sakit mendengarnya, napasku sesak dan air mata berkumpul disudut mataku. Rasanya baru kemarin aku datang kemari, baru kemarin aku bertingkah tak percaya kalau aku memiliki kekuatan ini, baru kemarin aku bisa menggunakannya dan aku sangat bahagia. Aku bahkan bertekad akan melindungi teman-temanku dan para maciya.

Ternyata, aku lah yang menjadi penyebabnya. Aku yang membawa mereka dalam bahaya.
Aku menangis, seandainya aku tak pernah kemari ini semua tidak akan terjadi. Hidupku akan berjalan normal begitu juga dengan orang-orang di dunia ini. Apa yang harus aku lakukan?

     "Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri," suara itu membuatku menatapnya. Kurasakan cengkraman kuat di bahuku, memaksaku untuk duduk tegak.

     "Dengarkan aku Sara Sofia, Aku akan melindungimu. Aku janji. Kau akan aman, " ucapnya penuh keyakinan.

Aku mengangguk, Aku percaya padanya. Laki-laki yang bahkan belum kutahu namanya.

Perang belum usai, bahkan belum dimulai.

A/N  :

Jadi prolog ini udah author revisi karena yang sebelumnya kurang menarik kayaknya hehe..
Sedikit bocoran, adegan diatas adalah sebagian kecil dari cerita ini. Selamat membaca😊
 

YesterdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang