Kevin POV
Setelah mengantar Anna tadi, aku langsung menuju ke rumah Rafael. Tapi sialnya sore-sore di hari Jumat ini macet, jadilah aku sedang sendirian di mobil sekarang hanya ditemani radio. Membuatku memikirkan date kecilku dengan Anna tadi.
Aku tidak tahu sejak kapan aku bisa bersikap normal di hadapannya. Tapi sekarang aku sudah bisa mengendalikan detak jantungku setiap berada di dekatnya. Seperti saat mengerjakan tugas tadi, aku bisa rileks di depannya, mengajaknya berbincang, bahkan tertawa di saat dia mengatakan sesuatu yang menurutku lucu.
Mungkin karena di hadapan Anna ternyata aku tidak harus berpura-pura menjadi orang lain. Waktu itu pernah aku kelepasan mengatakan sesuatu, yang mungkin bagi para gadis adalah sesuatu yang tidak wajar, tetapi Anna malah tertawa mendengarnya dan merespon perkataanku. Sejak itu aku tahu, bahwa aku tidak harus berpura-pura di depan Anna. Dan, lagi, itu membuatku makin menyukainya.
Memikirkannya membuatku tersenyum. Aku tiba-tiba tersadar bahwa aku sudah berada di gerbang komplek Rafael. Mengapa bisa dalam keadaan ‘tidak sadar’ aku menyetir dan sampai dengan selamat di depan gerbang komplek Rafael? Hebat.
Aku sudah memarkirkan mobil di garasi rumah Rafael yang besar. Saat aku baru akan mengetuk pintu, pintunya sudah terbuka dan aku langsung ditarik masuk oleh Ben. Ada apa ini?
Ben menyeretku ke ruang keluarga Rafael. Aku melihat Davian dan Rafael menatapku dengan wajah yang sama seperti Ben, wajah kaget namun.. penasaran?
“Vin, jelasin,” Rafael menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuterjemahkan.
“Kenapa lo bisa sama Anna di supermarket?” Ben bertanya setelah melihat tatapan bingung yang kuberikan atas pertanyaan Rafael tadi.
Aku menatap mereka, semakin bingung. Mereka melihatku bersama Anna di supermarket tadi? Karena itu mereka menatapku tajam seperti itu? Tapi kenapa bisa ada mereka di supermarket?
“Kalian liat gue? Kok gak manggil?”
“Jawab, Kevin,” suara Ben mengintimidasi. “Kenapa lo bisa belanja bareng sama Anna di supermarket? Katanya lo ada urusan?”
“Gue emang ada urusan. Urusan tugas sekolah, ngerjain bareng Anna karna dia partner gue. Dan gue ke supermarket sama dia karna, gue harus nganterin dia pulang dengan selamat sebagai cowo yang baik, tapi kalian minta dibeliin ini dulu, jadi ya gue ke supermarket sama dia,” jawabku panjang sambil mengangkat plastik berisi softdrink.
“Lo partner-an tugas sama Anna? Kok bisa?” Davian akhirnya bersuara.
“Karna dia temen duduk gue dan disuruh ngerjain sama temen duduk,” aku jadi merasa sedang diintrogasi.
“Lo temen duduknya Anna? Kok gak pernah cerita?” tanya Ben.
“Kayaknya gak perlu diceritain deh.”
“Lo udah duduk sama dia dan lo masih ngeliatin dia di kantin? Emang di kelas gak puas apa?” Rafael bertanya dengan nada yang aneh, antara kaget dan ingin tertawa.
“Lo mau introgasi gue silahkan, tapi jawab dulu pertanyaan gue. Kalian liat gue di supermarket tadi?” aku benar-benar ingin tahu.
“Tadi Eliza kebetulan lagi di supermarket juga, dan pas banget dia lagi telfonan sama gue, so, you know,” jawab Rafael.
“Jadi, lo beneran suka sama Anna?” tanya Ben. Dan mulailah pertanyaan itu mengalir dari mulut bawel mereka.
--
Dianna POV
“Gue gak tau lo deket sama Kevin, Na,” aku yang baru saja duduk di sebelah Millie menengok kaget ke sumber suara, Eliza.
YOU ARE READING
Will I Have You?
Teen FictionSalah nggak sih, kalo seorang cowok yang sederhana berharap untuk memiliki seorang cewek super populer idaman semua cowok? Apa mungkin cowok sederhana bisa memiliki cewek populer? Bagaimana perjuangan cowok itu? Kevin Thompson, cowok ganteng dan co...