*********
Suara ombak bergema, menghantam bebatuan dan batu karang. Aku bersandar di sisi kapal, bersama Grey dan Aysa. Memandang puluhan penumpang yang tengah berpamitan pada keluarganya. Burung-burung berkicau, mengantar kepergian kami di pagi ini. Pagi yang cerah ceria lagi hangat menggoda.
"Fajri, gue takjub sama lu." Kata Grey "Bisa-bisanya kepikiran ide gila kek gitu."
Aku tertawa "Seburuk itukah?"
Grey menghela nafas. "Tubuh lu penuh luka, wajah lu bengkak dan mata itu, belum tidur kan lu?"
Begitulah. 1 Minggu ini aku berlatih dengan Hans. Pagi, siang, sore, malam. Aku berlatih mati-matian untuk mejadi lebih kuat. Tapi bukan hanya itu yang kuminta dari Hans.
Aku juga memintanya untuk memata-matai Yad. Mencari informasi apapun yang bisa membantu kami balas dendam. Sementara aku, Grey, dan Aysa pergi ke selatan. Tempat di mana orang-orang terbijak dan terpintar dunia berkumpul, Sage's Tower. Untuk mencari tau kebenaran tentang penyerangan Yad, cahaya hijau yang menyerang Aysa, dan 'dosa' yang mereka tuduhkan padanya.
"Tapi kok berubah pikiran?" Tanya Grey. "Sebelumnya kan lu ngelarang gue."
"Itu..." Aku melirik Aysa, yang sedang termenung.
Sampai sekarang pun aku tidak ingin balas dendam. Tapi, jika itu bisa menyelamatkan Aysa. Dan hanya itu yang bisa menyelamatkannya, akan kulakukan. Meski aku tidak tau, apa yang menunggu kami di ujung jalan.
"Ya okelah. Sengganya kita satu tujuan." Kata Grey.
Ia terdiam dan menatapku.
"Fajri," Katanya "gak ada seorang pun yang berusaha lebih keras dari lu. Gue saksinya. Lu bukan lagi ksatria terlemah Luxidia. Kalo ada yang ngejek lu, gue makan tuh orang."
Angin laut berhembus menerpa rambut emas Grey. Yang seakan menari bersama ratusan burung yang terbang di atas kami. Menikmati segarnya pagi dan indahnya langit. Membuatku tak kuasa menahan senyum.
Suara kapal terdengar. Bergema memanggil penumpang yang hendak berlayar bersamanya. Mereka pun naik 1 per 1. Hingga akhirnya suara kasar jangkar dan rantai pun beradu, menandakan keberangkatan kapal.
"Kak Greeey!!!" Jerit sekelompok anak, lari ke dermaga.
Grey terbelalak, terlalu terkejut untuk merespon.
"Hati-hati!" "Makasih buat semuanya!" "Kapan-kapan main lagi ya!"
Mereka melambaikan tangan. Sebagian tersenyum, sebagian menangis. Sedih atas kepergian Grey. Grey memandang mereka dan tersenyum lembut. Lebih lembut dari sutra dan lebih murni dari intan.
"Greey!" Ujar seorang gadis, seumuran kami. "Jaga dirimu!"
"Kau juga, Maria!" Balas Grey. "Aku akan kembali!"
Keduanya melambaikan tangan, hingga akhirnya sosok mereka pun hilang ditelan carawala.
"Fajri, tau gak?" Kata Grey. "Mereka anak panti asuhan. Habis tragedi Lucille, tiap hari gue ngunjungin mereka. Dan tiap hari juga gue selalu disambut hangat. Kek keluarga sendiri. Heran."
Cahaya pagi menghangatkan tubuhku. Sebagaimana senyum tulus Grey menghangatkan hatiku.
"Gue pernah bilang kan," Kata Grey "Lu gak mengerti apa yang gue rasa. Tapi gue juga sama. Gue gak ngerti apa yang lu rasa. Gue gak bisa bayangin, betapa kerasnya perjuangan dan pengorbanan lu. Karena itu gue..." Ia menggaruk pipinya dan membuang wajah tampannya dariku. "Maaf."
Wajahnya memerah. Baru kali ini aku mendengar Grey, pemimpin ksatria Luxidia yang karismatik itu minta maaf padaku.
Aku tersenyum. "Tentu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ortus : The Last Hope
FantasyCan you survive? - Di dunia penuh monster, sihir dan tragedi ini? Will you survive? - Di keputusasaan, kegelapan dan penderitaan tiada akhir ini? Tanpa peringatan, pasukan gelap menyerang kerajaan Luxidia dan menghancurkannya dalam semalam. Semua d...