Antara sederhana atau tidak punya, saya bingung yang mana. Itulah kelas saya. Di antara semua fakultas di universitas ini, fakultas saya lah yang sangat 'seserhana'. Bangunannya tua, lift tidak ada. Untuk mencapai puncak, dibutuhkan tenaga yang besar, kemampuan mengalahkan ego, dan keberanian melangkah ke atas. Semuanya dilalui dengan tangga, ada proses di setiap langkahnya.
Tak hanya itu, AC pun tidak ada. Memang Bandung itu dingin, tapi kalau tidak ingin ada AC, kenapa ia harus digantung di dinding bagaikan cicak yang sedang tidur? Aneh memang. Bahkan beberapa kelas, ada juga yang kipas angin pun tidak ada. Betapa sederhananya fakultas ini bukan?
Di kelas, saya hanya mendengarkan presentasi oleh teman-teman yang mendapat giliran presentasi. Saya tidak kenal siapa saja yang sedang presentasi di depan. Di kelas ini, hanya beberapa orang saja yang saya kenal namanya. Selebihnya, saya tidak kenal. Mungkin saya masih bisa mengingat wajah, tapi yang menjadi kesulitan adalah membedakan wajah perempuan yang satu dengan yang lain. Semuanya terlihat sama di mata saya, bagaikan saudara kembar, padahal yang kembar dari mereka hanyalah sebuah kerudung.
Beginilah cara belajar anak kuliahan. Dosen hanya menerangkan di perkuliahan awal saja, selebihnya menjadi tugas mahasiswa untuk menerangkan materi yang ada di silabus perkuliahan. Dan tentunya tidak lupa membuat laporan makalah. Mungkin, di universitas-universitas lain tidak jauh berbeda. Ada sih dosen yang suka menerangkan seluruh materi, tapi biasanya itu akan membosankan. Statistika.
Mata kuliah saat itu adalah Psikologi Pendidikan. Mata kuliah yang menerangkan tentang kondisi psikologis peserta didik, tugas perkembangannya, aliran-aliran psikologi yang diterapkan dalam pengoptimalannya. Menarik untuk dibahas, tetapi memusingkan untuk mahasiswa baru yang dulunya belum pernah belajar hal ini di bangku sekolah.
Entah apa yang sedang mereka terangkan di depan, saya tidak paham. Mungkin karena mereka mempresentasikannya kurang baik, atau karena saya yang kurang nyaman dengan situasi kelas seperti ini. Situasi yang tenang di depan dan gaduh di belakang. Sebenarnya saya ingin berada di posisi yang tenang, tapi tetap saja keributannya akan tetap terdengar di depan. Selain itu, saya suka belakang. Sebab di belakang, saya bisa memandang semua orang dari kejauhan.
Ingin rasanya kuliah ini cepat berakhir. Kelas ini tidak kalah ributnya dengan di pasar sana. Yang membedakan hanyalah ada transaksi --terang-terangan-- di sana, dan di sini hanyalah transaksi diam-diam bagaikan bandar narkoba. Ditambah lagi dengan hawa yang panas karena tidak ada AC ataupun kipas. Begitu panas, seakan tubuh ini akan meleleh seperti es di tengah terik matahari di lapangan yang penuh bebatuan.
Ingin rasanya cepat-cepat kembali ke kostan. Sebab di kostan saya hanya tinggal sendirian, sehingga suasananya tenang dan membuat saya betah untuk berlama-lama berdiam diri di sana. Menghabiskan waktu, tanpa ada yang mengganggu.
Akhirnya, waktu yang saya tunggu-tunggu tiba juga. Perkuliahan ini akhirnya selesai juga. Saya bergegas memasukkan buku-buku dan alat tulis lainnya ke dalam tas. Keluar dari kelas. Sudah muncul pikiran-pikiran di kepala, apa saja yang ingin saya lakukan nanti di kostan. Membuka laptop, tidur-tiduran di atas kasur, selimutan, menonton beberapa film, dan memakan makanan ringan.
Baru melangkahkan kaki beberapa langkah, sudah ada suara yang mebuyarkan pikiran-pikiran saya tersebut, “Indra… Indra…”, panggil seseorang di belakang saya yang saya tidak kenal siapa orang itu.
***
Pekan depan adalah giliran kelompok kami untuk presentasi. Akan tetapi, saya tidak tahu apa-apa tentang hal tersebut. Bahkan, kelompok kami beranggotakan siapa saja saya tidak tahu. Betapa payahnya saya ini. Betapa apatisnya sikap saya ini. Tapi untungnya teman sekelompok tidak akan mengikhlaskan untuk mengerjakan seorang diri. Akhirnya, mereka pun mengumpulkan personil untuk berdiskusi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupu-Kupu & Kunang-Kunang
Ficção AdolescenteKisah seorang pria bernama Indra. Pendiam, pemalu, menutup diri, membenci kerumunan, mencoba merubah diri semenjak ia masuk ke dunia perkuliahan. Hidupnya barunya dimulai dengan mencoba banyak pergaulan. Mencoba hal-hal baru. Bergaul dengan banyak o...