3. Keheningan dan Keramaian

15 1 0
                                    

Seperti biasa, di siang hari saya berada di taman kampus. Di sana saya berteduh, mengasingkan diri dari keramaian dan penatnya kota Bandung. Meski suara bisingnya kendaraan​ yang lalu-lalang memecah keheningan, suara kicauan burung dan suara daun tertiup angin menjadikannya terdengar merdu.

Kali ini, saya tidak tidur. Saya ditemani oleh sebuah buku, karena jam 13.00 nanti adalah giliran kelompok kami untuk presentasi. Bukan berarti saya suka presentasi, buat apa kita berbicara di depan orang yang tidak memperhatikan pembicaraaan​ kita, hanya saja saya butuh nilai. Kalau tidak karena nilai, saya tidak mau membuang banyak tenaga untuk kegiatan yang saya tidak suka.

Saya membolak-balikkan buku yang saya pegang. Membacanya berulang-ulang, memahaminya, dan menyiapkan beberapa contoh untuk memperjelas materi yang akan saya bawakan. Sedikit demi sedikit, saya mulai memahami apa yang saya baca. Muncul perasaan senang dan yakin, "hmm, presentasiku pasti bakal bagus nih," saya berbicara dengan diri sendiri.

Sebenarnya, taman ini banyak dilalui orang, karena posisinya yang berada dekat dengan gerbang masuk universitas. Akan tetapi, entah mengapa hanya segelintir orang yang mau berteduh di sini. Mungkin mereka lebih menyukai kebisingan di kelas-kelas daripada keheningan di taman ini. "Apasih nikmatnya hidup di tengah keramaian? Yang ada hanyalah perasaan tidak nyaman dan kebisingan yang memekakkan telinga," kesalku dalam hati.

Di tengah keasyikan saya membaca, tiba-tiba ada seseorang yang duduk di samping saya. Lantas, saya pun terkaget. Saya mencoba menolehkan kepala ke samping untuk melihat siapa sosok yang tiba-tiba duduk tersebut.

Ternyata… Dia...

“Gimana, Indra… udah siap buat presentasi?” Tanya Shofi.

“Ini lagi persiapan, siap gak siap harus siap,” Jawab saya.

“Emm… baguslah,” Respon Shofi singkat.

“Kamu sendiri gimana?” Tanya saya balik.

“Siap gak siap harus siap," Jawab Shofi menirukan jawaban saya tadi.

Saya hanya meresponnya dengan anggukkan kepala sambil tetap membaca buku yang saya pegang.

Seketika suasana menjadi hening dalam beberapa tarikan napas.

“Klo aku perhatiin, kamu suka banget ya siang-siang tidur di taman ini,” perkataan Shofi seketika memecahkan keheningan tersebut.

Saya menutup buku yang saya baca. Saya tatap wajah Shofi dan berkata, “Kira-kira kenapa saya suka di sini?”

“Emm.. mungkin karena kamu tidak suka keramaian,” Jawabnya.

“Kalau kamu gimana? Suka dengan keramaian atau keheningan?” Saya kembali bertanya.

“Kenapa kamu membenci keramaian?” Shofi malah balik bertanya.

Saya hanya diam. Tidak menjawab apa pun. Suasana kembali hening. Lalu saya berkata dengan pelan, “Kamu mendengar sesuatu?”

“Kicauan burung," Jawabnya.

“Kamu merasakan sesuatu?”

“Angin berhembus,"

“Apa yang kamu lihat di sekitar sini?”

“Pepohonan, bunga, rerumputan…ada juga burung… di sana juga ada kupu-kupu," Jawabnya sambil menunjuk.

“Bagaimana perasaanmu berada di sini?”

“Tentram… Tenang… Nyaman,”

“Inilah alasanku menyukai keheningan dan membenci keramaian, sekarang bagaimana pendapatmu; antara keramaian dan keheningan mana yang lebih engkai sukai?”

“Keheningan,” Jawabnya singkat setelah beberapa detik terdiam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kupu-Kupu & Kunang-KunangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang