Petir merasakan kemenangan, hujan telah mendukungnya. Petir terus-menerus meneriakkan kemenangannya ditemani derasnya hujan. Mereka seolah mengejek seorang wanita yang menangis tak bersuara diujung sana. Tapi bukankah menangis tanpa suara menandakan bahwa hal yang dialaminya pasti sangat sakit? Wanita berumur sekitar 22 tahun itu menangis dibawah ejekan hujan sambil memukul-mukul perutnya, berharap gumpalan darah di perutnya bisa lenyap dan menormalkan kehidupannya. Dia sakit, dia pedih, dia marah, ingin mengadu rasanya pada Tuhan yang tidak adil padanya. Tapi dia bisa apa? Dia sendiri yang membuat dirinya menjadi korban.
"A...aku ha..hamil..." Suara wanita itu terdengar tercekat
"Ga usah bercanda deh. Aku sedang sibuk menyiapkan kuliahanku di Jerman"
"Aku ga bercanda, aku hamil dan ini anakmu. Anak kita!" Wanita itu mengulang perkataanya dengan nada naik 1 oktaf, membuat pria diseberang menghentikan aktifitas packingnya
"Ga mungkin itu anakku. Bagaimana mungkin kamu menuduhku sementara di luar sana bisa saja kamu bermain dengan lelaki selain aku"
"Aku ga nyangka kamu bicara sekasar itu, asal kamu tau sampai detik ini walaupun aku bekerja diclub, pria yang berani mengambil martabatku itu hanya kamu! Aku berani bersumpah!!"
Pria diseberang hanya diam
"Aku ga mau tau, kamu harus tanggung jawab. Malam itu kamu sendiri yang bilang bahwa kamu akan bertanggung jawab jika hal seperti ini terjadi"
"Aku ga bisa, lagian kamu ga ada bukti nuduh aku. Kita udah ga ada hubungan apa-apa lagi, kita udah putus"
"Jadi ini balasanmu?! Setelah aku memberikan semuanya. Sekarang kamu pergi tanpa peduli anak kita. Aku bisa aja bongkar semua ini!"
"Silakan aja, tapi kamu yakin ada orang yang percaya kata-katamu? Ingat, kamu itu dikenal sebagai wanita penghibur. Mana mungkin ada orang yang percaya dengan omongan manusia kotor sepertimu"
"Aku bekerja diclub tapi aku bukan wanita penghibur!"
"Udah selese ngomongnya? maaf, aku ga punya banyak waktu"
"Dasar lelaki brengsek! Ternyata selama ini kamu cuma ngincar tubuhku?! Baik, kamu boleh aja lepas tanggung jawab, tapi ingat, aku bersumpah hidupmu akan diliputi sengsara! Karma itu berlaku!"
Tuttt, orang diseberang memutuskan panggilannya.
Percakapan itu berlalu, dan menyisakan dirinya yang kini menangis menentang takdir. Omong kosong bahwa orang berkata Tuhan itu Maha Adil. Buktinya dia selalu mendapatkan ketidakadilan. Ayahnya meninggal saat dia masih bayi sedangkan ibunya sakit keras hingga ia terpaksa bekerja sebagai pelayan disebuah club untuk menghidupi dia dan ibunya. Dia kira, lelaki kaya itu tulus mencintainya, tetapi ternyata dia salah, lelaki itu brengsek! Dan kini, ibunya baru saja dipanggil menghadapNya, lelaki brengsek itu 3 hari lalu memutuskan hungan dengannya dengan alasan kuliah di luar negeri, dan dia di sini harus menerima kenyataan bahwa anak yang berada di perutnya lahir dan besar tanpa seorang ayah. Lelaki itu pikir dia perempuan macam apa? Sebisa mungkin dia menjaga diri walaupun bekerja dilingkungan yang kotor, tapi justru lelaki itulah biangnya.
"Aku tak mungkin terus menerus terpuruk seperti ini, ini hidupku, ini masa depanku, aku harus tegar demi anakku. Jika aku tak menjaga anak ini dengan baik, apa bedanya aku dengan pria brengsek itu.. Aku berjanji, aku akan menjaga dan mengasuh anakku dengan sepenuh hatiku, berjuang untuk kesuksesannya dan kebahagiannya.. aku harus membuat pria brengsek itu menyesal karena telah menyia-nyiakan anaknya sendiri, darah dagingnya. Tuhan! Dibawah langit yang menumpahkan hujan aku berjanji bahwa aku akan menjaga anakku ini bahkan jika itu harus mengorbankan nyawaku.. bantu aku Tuhan.. bukankah Kau sudah terlalu lama tak pernah memihakku? Aku mohon, kali ini bantu aku menjalani kehidupanku.." wanita malang itu berkata dengan sendu di bawah guyuran hujan yang kini menjadi saksi janjinya, mencoba mengobati luka hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins
Teen FictionMungkin banyak yang berpikir bahwa punya kembaran itu keren dan menyenangkan. Tapi tidak untuk si kembar yang satu ini, Gabi&Lisa. Kakak beradik yang keluar dari perut selisih 7 menit itu selalu saja tidak pernah kehabisan bahan untuk bertengkar. Me...