"Entah mengapa, aku merasa bahwa kamu adalah Haruka yang kukenali meski sesungguhnya bukan. Aku seperti mengenalimu, akan tetapi, di sisi lain aku tahu kamu bukan Haruka yang kukenal."
Adalah sebuah kejujuran yang dia katakan. Tatapannya yang lembut menjadi penegas atas suatu kesungguhan yang ada di dalam hatinya. Suara yang begitu lembut tidak menghilangkan ketegasan atas perkataannya. Dia terlihat bersungguh-sungguh, tapi kesungguhannya tidak merusak paras ayunya.
Si manis bersurai perak itu memperhatikan seseorang yang berdiri di hadapannya sekarang ini. Surai kelam panjangnya nampak kotor oleh debu. Pakaiannya robek di sana sini. Luka sayatan nampak jelas di tubuhnya, yang bahkan salah satunya ada di pipi. Gadis itu tidak mencoba merawatnya, sebab dia tidak mampu. Dia justru tersenyum saat melihat si surai kelam dengan keadaan seperti itu.
"Sungguh, kamu terlihat seperti Haruka calon suamiku. Dia terluka, dia rela terluka, dan masih saja tersenyum meski tengah menahan sakit," ucap si gadis karena melihat senyuman si surai kelam.
"Benarkah?" tanya si surai kelam yang bernama Haruka itu. Tidak sedikit pun dia menipiskan senyumnya, dia justru memperlebar senyuman indahnya. "Mungkin kamu memang mengenaliku."
"Dengan semua hal yang membedakanmu dari Haruka yang kukenal?"
"Boleh jadi."
Gadis itu mendekati Haruka yang masih saja setia di hadapannya. Dia mendekatkan raganya, menyentuh pipi Haruka dengan tangannya yang begitu lembut. Dia mengusapnya, tanpa peduli dengan darah di pipi yang mungkin akan mengotori jari putihnya. Luka di pipi Haruka tersentuh, akan tetapi si surai kelam itu tidak bergeming. Sekadar memejamkan salah satu matanya pun tidak.
"Sungguh, kamu terlalu mirip dengan Haruka,"ucapnya setelah memisahkan tangannya dari pipi yang berdebu itu. "Bolehkah aku memanggilmu Haruka juga?"
"Tidak mengapa," jawabnya tanpa ragu. "Karena sesungguhnya namaku juga Haruka."
Tidak begitu banyak hal yang terlihat berbeda di mata sang gadis. Haruka di hadapannya tidak jauh berbeda dari Haruka yang dikenalinya. Wajah mereka mirip. Mereka berdua sama-sama tampak begitu cantik, begitu lembut, akan tetapi juga begitu kuat. Mereka serupa, tapi tidak sama.
"Selain itu," kali ini Haruka berbica terlebih dahulu, "kamu juga sangat mirip dengan seseorang yang kukenal. Dia cantik dan memiliki rambut perak, tapi dia tidak pandai menyanyi sepertimu."
Sebuah ketertarikan tumbuh di hati. Ingin sekali si gadis menanyakan siapa nama orang yang dikenali oleh Haruka. Ingin sekali dia bertanya. Namun, tatkala dia hendak bertanya, entah mengapa kata-katanya tercekat di leher. Dia ingin mengatakannya, sekali lagi, akan tetapi kali ini keraguan tidak memperbolehkannya untuk berkata-kata. Sulit baginya untuk bertanya.
"Ano," setelah beberapa lama dia terdiam, akhirnya si gadis bertanya juga, "kalau boleh aku tahu, siapa nama seseorang yang mirip denganku?"
"Clara, Shion Clara Rosenin," Haruka menjawabnya tanpa ragu sama sekali. "Kebetulan sekali, memang, namanya terdengar seperti namamu," ucapnya, lalu tatapannya kepada gadis itu melembut.
Shion terkejut. Dia merasa sesuatu yang baru saja didengarnya terasa tidak mungkin untuk ada, dan ternyata memang ada. Haruka dan Haruka, Shion dan Shion, dia merinding saat mengingat kembali kebetulan itu di dalam benaknya. Rasanya tidak mungkin, akan tetapi nyata adanya.
Haruka ingin menyentuh pipi Shion yang mulai berhiaskan senyuman termanisnya. Tangannya tergerak untuk menyentuh paras yang ada di hadapan matanya. Namun, tangannya terhenti begitu saja. Dia dihentikan oleh paras ayu itu sendiri, paras yang mengingatkannya kepada sang istri yang tercinta. Dia teringat kepada dia yang tengah menunggu di rumah dengan setia, menunggu kepulangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Independent Sky - Against the White Dragon
FanfictionCerita crossover dari Independent Sky, Independent Sky Alternative (belum dirilis) dan Prince of Dark Lotus (dan Daitya - Awakening of the Demon Prince, cerita oleh Ayriana_Ren). Kronologi cerita mengambil waktu pada bagian 10-13 dari cerita Indepen...