Bagian 4 - Bunga dan Gadis Bersurai Perak

6 1 0
                                    

Pagi sudah menyingsing, seharusnya. Sang surya sudah menampakkan diri dan menghangatkan bumi apabila semuanya berlangsung seperti biasa. Kicauan burung-burung seharusnya menjadi hiburan tatkala orang-orang terbangun dari mimpi. Semua itu adalah yang seharusnya terjadi di kala ini.

Hari ini bukanlah hari yang biasa. Hari yang seharusnya cerah justru terlihat gelap karena adanya awan hitam di langit. Bersama awan itu turun butiran-butiran salju. Namun, bukan butiran putih yang turun dari langit, melainkan butiran salju berwarna hitam.

Tidak, sesekali tidak. Butiran salju itu masih terlihat putih bagi mereka yang tidak mengetahui. Hanya di mata sebagian orang saja butiran salju itu berwarna hitam. Mereka yang dapat melihat butiran salju berwarna hitam itu adalah mereka yang mengetahui adanya kejanggalan. Yang melihat hitamnya salju adalah mereka yang tahu bahwa masa lalu tengah menjadi sesuatu yang abu-abu.

"Semoga semuanya akan baik-baik saja," ucap seorang wanita, mengutarakan harapannya.

Tidak ada yang dapat Clara lakukan sekarang selain menunggu dan berharap. Dia berbaring di bawah hangatnya selimut tebal. Kedua matanya terbuka, dan dia tidak dapat memejamkannya lagi sejak dia terbangun saat jam menunjukkan pukul lima. Dia sudah terjaga selama setengah jam lamanya.

Clara memiringkan raganya ke kanan. Di hadapannya kini seseorang yang begitu cantik tengah berbaring menghadapnya. Dia tersenyum, dan tangannya membelai surai perak Clara yang terurai bebas. Sepasang manik kelamnya menatap Clara dengan lembut, dan tatapannya terasa begitu hangat.

"Semuanya pasti akan baik-baik saja," ucap Haruka. Suaranya terdengar begitu lembut. "Akan kupastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji."

Haruka terus menatap Clara, tidak pernah melepaskan pandangan walau sejenak saja. Bahkan tatkala Clara melirik karena suatu hal, Haruka tidak ikut melirik. Dia terus menatap istrinya yang tercinta sembari mengukir senyuman yang tulus lagi indah, berusaha meyakinkan sang istri atas perkataannya.

"Tapi, Haruka, misimu kali ini–"

"Sayang," ucap Haruka seraya menggelengkan mustaka, "aku tahu misi ini berat, akan tetapi aku akan tetap menjalaninya demi kebahagiaan kita di masa depan."

Clara memang harus membiarkan Haruka pergi. Namun, masih sulit baginya untuk melakukan hal itu. Yang harus dilakukannya adalah membiarkan Haruka pergi ke masa lalu. Haruka akan berjuang sendirian, tanpa ditemani oleh orang-orang yang dia kenali di masanya. Haruka akan pergi sendirian, dan Clara tidak dapat menemani karena hanya Haruka saja yang memiliki kemampuan untuk pergi.

Clara menatap suaminya dengan tatapan sendu. Raut mukanya tampak muram, menyamarkan paras ayu yang seharusnya tampak di wajahnya. Matanya agak memerah dan berkaca-kaca serta terasa agak panas. Kemudian, air matanya menetes dan membasahi pipinya, akan tetapi dia tidak terisak.

Haruka tahu istrinya masih kesulitan untuk membiarkannya pergi. Lagipula, tidak ada jaminan bahwa Haruka dapat kembali ke sisi wanita yang mencintainya. Tidak ada satu orang pun yang ingin ditinggal pergi oleh seseorang yang dicintai, dan Clara bukan pengecualian. Haruka mengerti akan hal itu.

"Clara, kumohon percayalah bahwa aku takkan pergi meninggalkanmu," ucap Haruka, berusaha meyakinkan istrinya. "Aku hanya pergi sebentar, dan aku akan kembali setelah semuanya selesai."

Clara masih tampak tidak yakin, dan Haruka sudah menduganya. Tangan Haruka merengkuh, mendekatkan mustaka sang istri kepadanya. Kening mereka saling bersentuhan, dan mereka berdua dapat merasakan hembusan napas seseorang di hadapan mereka.

"Jangan khawatir," Haruka berbisik. "Akan kupertahankan hidupku dan pulang, karena jika aku mati, maka aku takkan bisa melindungimu. Percayalah, Clara, aku pasti kembali."

Independent Sky - Against the White DragonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang