Chapter 2 [Telah Direvisi]

353K 15.3K 440
                                    

Gue bersama 10 siswa lainnya termasuk Aluna, dikumpulkan di lapangan sekolah kami. Kami harus hormat ke tiang bendera dihadapan kami sebagai hukumannya. Bahkan, gue tidak diberikan kesempatan oleh Pak Khadir untuk menjelaskan kenapa gue terseret dalam kejadian ini. Dari jauh gue melihat ketiga sahabat gue yaitu Gabriel, Arka dan Adrian menatap kebingungan ke arah gue seakan meminta penjelasan. Gue hanya berdecak sebal. Bagaimana mungkin siswa teladan seperti gue mendapatkan hukuman rendahan seperti ini? Ini pertama kalinya!

Gue melihat Arka menghampiri Pak Khadir dan sepertinya bertanya mengapa gue ada di sini bersama anak-anak yang terkenal nakal ini. Pak Khadir segera melemparkan pandangannya ke arah gue, ia melambaikan tangan ke arah gue mengisyaratkan untuk gue segera menghampirinya. Gue melirik ke arah Aluna, ia menatap gue dengan pandangan meminta maaf. Gue balik memandangnya sinis.

"Kamu kenapa ada di sana?" tanya Pak Khadir kepada gue.

Gue menunjuk Aluna. "Sekarang dia tinggal di rumah saya Pak, atas izin orang tua saya. Dan kami wajib berangkat sekolah bareng. Bapak tahu kan, sebulan lalu orang tuanya mengalami kecelakaan? Aluna juga gak punya sanak saudara." Jelas gue.

"Kamu yakin atas izin orang tua kamu? Aluna gak hamil kan? Kalian gak nikah muda kan?" tuduh Pak Khadir.

Gue berdecak, mendengar tuduhan pertama dari Pak Khadir membuat gue semakin khawatir dengan reputasi gue di sekolah ini. Gimana kalau semua anak tahu? Gimana kalau Gladys tau? Gladys adalah cewek yang gue taksir dari kelas sepuluh, kalau sampai reputasi gue dimata dia jelek, gue pasti bakal ditolak mentah-mentah!

"Ya nggak lah, Pak. Saya masih waras.." kata gue ketus.

"Yaudah, kamu boleh ke kelas.." kata Pak Khadir, membuat gue bernapas lega.

Setelah gue lepas dari hukuman Pak Khadir, ketiga sahabat gue langsung mencegat gue. Mereka meminta penjelasan mengapa tidak dikabari soal ini.

Arka yang cerewet, langsung menghujani gue dengan berbagai pertanyaan. Cowok berambut kribo tersebut tidak tahu kalau gue dan Aluna saling mengenal, begitu juga dengan Adrian dan Gabriel. Gue memang tidak pernah sekali pun menyebut nama Aluna di depan mereka. Untuk apa juga? Nggak penting kan?

Arka merupakan sahabat yang bisa dibilang paling klop sama gue ketimbang Gabriel dan Adrian. Bahkan, kita mengetahui rahasia masing-masing yang Adrian dan Gabriel tidak ketahui. Arka tidak akan keberatan bila gue tahu rahasia-rahasianya begitupun dengan gue. Kita juga memiliki satu hobi yang sama, main arcade game. Kalau kita berdua udah main, Adrian dan Gabriel pasti sibuk pergi ke toko buku untuk melakukan hobinya masing-masing. Gabriel dengan buku-buku tentang pianonya, sementara Adrian dengan majalah-majalah otomotifnya.

"Ini masalah penting! Masa lo gak cerita apa-apa ke kita?! Gila lo ya!" protes Adrian, sahabat gue yang famous banget di sekolah karena dia merupakan orang yang ramah kepada siapa pun. Semua tentangnya dikenal baik oleh semua siswa di sekolah ini. Reputasinya sangat baik, meskipun ia tidak pernah peduli dengan itu..

"Nggak penting." Kata gue ketus.

"Tapi kalau dilihat-lihat cantik juga sih dia," cetus Arka yang membuat gue pengen banget noyor kepalanya.

"Setau gue dia udah seminggu bolos sekolah, dan baru hari ini dia masuk sekolah," ujar Gabriel, "dan bareng sama lo." Lanjutnya.

"Lo tau dari mana, Gab?" tanya Adrian.

"Lo lupa, gue sekelas sama dia?"

Gue berdecak, "Udahlah, gak penting." Ucap gue, lalu meninggalkan mereka.

*

Jam istirahat, seperti biasa gue dan ketiga sahabat gue berkumpul di kantin. Mereka masih terus membahas tentang Aluna sejak tadi, dan itu membuat gue makin kesal dan tidak berselera makan. Ah, gue belum lihat Aluna sejak tadi. Gabriel bilang, Aluna kembali ke kelas sejak jam pelajaran kedua selesai. Pasti saat itu hukumannya sudah selesai.

MGS [1] Troublemaker GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang