ENDING

465 53 9
                                    

Lelaki perlente itu seperti mendapat durian runtuh. Dinda, perempuan yang sebenarnya bernama Kinanti, baru saja menelepon dan menunggunya di sebuah hotel berbintang di Jalan Sudirman. Katanya, Dinda ingin melunasi semua transaksinya hari ini juga.

Anggito mengaca cukup lama di kamar. Berkali-kali ia membetulkan t-shirt yang ujung bawahnya menyelelip di balik jins hitam. Berkali-kali ia merapikan kumis dan jenggot. Berkali-kali ia mencium lengan kiri-kanan, seperti tak percaya apakah yang disemprotkan itu wewangian atau desinfektan.

Pikiran bisnis dan pikiran kotor mengantarnya ke pelataran rumah, tempat sedan mewah sudah menunggu pemiliknya. Dengan harapan membuncah, dia melarikan mobilnya ke hotel yang dimaksud.

Hanya berselang satu-dua menit setelah mobil menghilang dari kompleks perumahan itu, muncullah mobil polisi. Delapan petugas kepolisian merangsek masuk ke rumah mewah milik Anggito, dan mengumpulkan semua orang yang ada di rumah itu. Terlihat dua satpam yang biasa bertugas di pos penjagaan, Bram dan Rio yang pernah dijumpai Kinanti saat membawa kardus berisi produk berbahan paruh enggang gading, serta dua perempuan setengah baya yang diduga pembantu rumah tangga.

Jangan lupa cek: Jadwal Imsakiyah 1438 H / 2017 M

Dua polisi mengawal mereka di ruang tamu untuk memastikan tak ada seorang pun yang berkomunikasi dengan pihak lain. Enam polisi lainnya masuk ke dalam, menggeledah dari ruang yang satu ke ruang lain.

Seorang polisi kembali ke ruang tamu, mengontak pimpinannya yang masih berada di mobil polisi. “Siap komandan! Bukti sudah ditemukan. Siap, laksanakan!”

Lima polisi lainnya silih berganti mengeluarkan beberapa kardus. Tiga kardus berisi paruh enggang gading yang belum diolah. Inilah bukti terkuat untuk menjerat Anggito sebagai tersangka perdagangan paruh enggang gading.

Di ruang berbeda, di sebuah hotel berbintang, Anggito sedang merayu Dinda yang tak lain adalah Kinanti. Sempat panik, Kinanti terus mengulur-ulur waktu.

“Kita selesaikan dulu transaksi ini, oke?”

“Kupikir sudah ditransfer,” ujar Anggito.

“Tadinya aku berpikir seperti itu. Tapi aku mau minta diskon tambahan, dengan imbalan kita bisa pelesir entah kemana…”

“Oke! Diskon tambahan sepuluh persen. Setuju?”

Belum sempat Kinanti menjawab, terdengar ketukan pintu kamar hotel. Kinanti yang paham apa yang akan terjadi, karena hadir saat penyusunan skenario, segera membuka pintu.

“Jangan bergerak!!!”

Dua petugas kepolisian menodongkan senjata ke arah Anggito.

“Anda bernama Anggito?”

“Bu..bu.. kan Pak!!!”

Kinanti coba menggoda. “Lho… lho… ada apa ini? Ada apa dengan Mas Anggito?”

“Saudara jangan berbohong. Perempuan ini juga memanggil Anda dengan Mas Anggito!”

Polisi meminta Anggito mengeluarkan identitasnya. Lelaki perlente itu tak bisa mengelak lagi. Pada KTP jelas tertulis nama Anggito Hernowo, dengan pasfoto yang sama dengan rupa lelaki itu.

Salah seorang polisi menunjukkan surat penangkapan terhadap dirinya. “Saudara kami tangkap karena terlibat dalam perdagangan ilegal paruh enggang gading!”

Anggito sempat menatap Kinanti, tetapi yang ditatap masih saja mengeluarkan jurus penyamarannya. “Kok Pak Polisi bisa tahu? Itu bukan paruh enggang gading, tetapi campuran antara bubur kayu Kalimantan dan material fiber”.

KinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang