“Eh, sini nak salam dulu sama tante Rini dan nak Violita”,panggil tante Mira
“Hahhh”, aku kaget bahkan bisa dibilang bola mataku hampir keluar. Kulihat disana ada si curut Riki, Si songong Bintang ,dan si tampan kak Vito.
*****
“Vio”,kata Riki
“Curut! Ngapain lo disini?”,telunjukku mengarah pada Riki. Dan terlihat pula Bintang dengan sifat cueknya dan kak Vito tersenyum simpul melihat sifat kekanakanku.
“Vio, nggak baik ah gitu”,bisik mama
“Jadi adek udah kenal sama nak Vio”,tanya tante Mira pada Riki yang ternyata anak bungsunya.
“Yaelah Bunda, malah satu kelas”,jawab Riki
“Benarkah? Syukur deh kalau kalian saling mengenal”,kata tante Mira
“Ayo sini kalian salam dulu”,panggil tante Mira kembali setelah terhenti gara-gara tingkahku.
Riki,Bintang dan Vito menyalami mama dan aku. Riki tetap dengan sikap konyolnya, Bintang dengan sikap cueknya dan kak vito dengan senyuman manisnya. Duh,pipiku merah padam waktu itu.
“Tante, Vio pinjam Riki sebentar ya”, ijinku pada tante Mira
“Oh ya silahkan nak”,tante Mira mengijinkan.
Aku melirik Riki. Mataku melototinya. Ia nampak nyengir kemudian mengajakku ke taman depan setelah paham dengan isyaratku.
“Eh curut, payah banget sih lo!”,aku menjitak kepalanya. Ia tampak cengar cengir.
“Kenapa lo nggak bilang kalau lo itu adek dari si songong dan kak Vito”,kataku mengintrogasi
“Awalnya sih gue mau ngasih tau lo Vi, tapi gue takut nanti lo kagum sama gue. Kalau gue punya kakak yang ganteng-ganteng”,canda Riki
“Serius curut!”,mataku kembali ingin keluar.
“Oke-oke, gue sebenarnya mau ngomong kalau kak Vito itu kakak gue itu pas kita lagi di lapangan basket. Tapi ternyata lo benci sama kak Bintang. Yaudah gue nggak jadi bilang takutnya lo nggak mau temenan sama gue”,alasan Riki
“Lo pikir gue nggak marah gitu kalau lo merahasiakan ini semua. Pantes aja lo tau semua tentang kak Vito sama si kunyuk itu. Si Intan juga kenapa nggak mau bilang sih”,aku membenarkan alasannya.
Ia terkekeh.”Maafin gue vi. Gue sama Intan udah kompromi”
“Enak aja maaf, lo nggak tau malunya gue sama kak Vito”,aku menutup wajahku dengan jari-jariku.
“Cielahhh”,Riki menggodaku.
“Dek, ini bukannya yang dihukum sama kamu ya?”,kak Vito tiba-tiba datang. Wajahku merah padam. Bagaimana tidak? Yang diingat ketika aku dihukum.
“Iya kak. Bener banget. Ini nih anak yang berani melawan si ketua osis”,Riki menekankan kata melawan dan ketua osis. Aku menyikut lengan Riki. Aku bahkan tak tau bagaimana cara menyembunyikan semburat merah pipiku saat itu. Kak Vito tertawa melihatku.
“Oh jadi kamu Violita yang sering dibicarakan anak-anak”,goda kak Vito
Aku salah tingkah.
“Jangan dijelasin dong kak. Dia salah tingkah tu”,Riki mencibir.
“Curut”,teriakku. Aku memukulnya.
“Jangan dengarkan dia kak. Dia suka halusinasi memang”,kataku pada kak Vito. Entah kenapa aku tak merasa canggung setelah itu.
“Dasar nenek lampir”,ejek Riki
“Eh curut! Sini lo kalau berani”,aku mengejarnya. Sesaat kemudian aku tersadar bahwa ada kak Vito yang memperhatikan tingkah laku kami.
“Maaf kak, Vio bukan gadis anggun apalagi kalau sama curut. Vio juga suka pecicilan”,cengirku.
“Dia memang suka pecicilan kak”,ejek Riki lagi
“Adekk, jangan gitu. Santai aja kali Vi, jujur kakak malah senang rumah ini lebih berisik dari sebelumnya. Berisiknya bukan karena Riki dan Bintang. Lagian kak Vito juga pengen punya adek cewek”,kata kak Vito melerai.
“Ah kakak bisa aja”,kataku
“Yaelah kakak, udah punya adek ganteng masih aja pengen punya adek cewek”. Kak vito tertawa. Aku menjitak kepala Riki. Kami bertiga pun saling bercerita. Sesekali kami tertawa terbahak-bahak bersama-sama. Namun ada fakta yang membuat sedikit sesak dada. Ternyata kak Vito suka sama kak Ratih. Kak Ratih adalah wakil ketua MPK. Yang tak lain adalah patner kak Vito sendiri. Pupus sudah harapanku.
“Vio, ayo pulang”,ajak mama yang tiba-tiba keluar. Aku mengangguk.
“Gue pulang dulu ya curut!, kak vito”kataku
“Hati-hati Vi”,kata kak Vito
“Sering-sering kesini ya Rin”,pesan tante Mira ketika kami masuk dalam mobil
“Tentu Mir. Kami pulang dulu ya”,pamit mama sembari melambaikan tangan. Aku tersenyum. Kaca mobil pun tertutup dan kami kembali pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BENCI?
Teen FictionKukira aku benci, ternyata aku peduli, kukira aku dendam ternyata ini rasa yang terpendam ( Roman Picisan the series)