Jill meninggalkan aroma segar sekaligus lembut di mana pun dia berada. Suatu kali, Marco pernah bertanya perihal aromanya. Jill hanya tertawa sembari menjawab, ia beraroma seperti musim semi yang selalu ditunggu-tunggu. Aroma yang menguar dari bunga hyacinth yang tengah merona.
Keesokan harinya, ruangan Marco dipenuhi oleh aroma Jill. Gadis itu membawa satu pot bunga hyacinth yang baru mekar dan meletakkannya di meja kerja Marco. Sebagai hadiah, begitu Jill menjawab saat lelaki itu bertanya.
"Saya merasa terperangkap dalam musim gugur ketika kamu tidak ada di sekitarku."
Jill baru saja tiba, tengah asyik menata dan menyiram bunga di kotak-kotak kayu yang ada di bagian tengah toko ketika Marco tiba-tiba datang dan menyapanya demikian. Jill mengangkat wajah, tersenyum ketika melihat pemilik mata dengan sorot teduh itu menatapnya lekat-lekat.
"Halo, Marco. Pagi sekali kau datang. Tadinya aku akan mengantar bunga-bunga pesanannmu sekitar pukul—, sepuluh." Jill mengerling pada arlojinya, kemudian kembali menatap Marco.
"Saya tidak bisa menunggu selama itu hanya untuk memastikan kamu baik-baik saja."
Jill tertawa. Ketika tubuhnya berguncang, beberapa helai anak rambutnya jatuh ke samping wajah. Warna brunettenya terlihat kontras dengan kulitnya yang cemerlang. Dia tersenyum sekali lagi, memamerkan gigi putihnya terlihat berderet rapi.
"Jadi,apa ada lagi yang ingin kau pesan selain permintaan bunga untuk nanti jam sepuluh?"
Marco berdehem sembari mengusap belakang lehernya. Menahan-nahan debar kegugupan setiap kali berdekatan dengan gadis ini. "Tulip? Tulip kuning, mungkin?" Dia masih saja belum berani meminta sebuket tulip merah kepada Jill.
"Satu buket tulip kuning? Oke." Jill mengerling pada Marco."Sekarang?"
Marco mengangguk. Lelaki itu mengikuti langkah kecil Jill masuk ke dalam toko. Dinding bagian dalam Bloem's seluruhnya dicat warna putih dari bawah hingga langit-langit. Langit-langitnya tinggi, memberi kesan luas dan lega. Cahaya bisa masuk bebas dari jendela kaca besar di bagian depan. Jill berjalan menuju salah satu dinding yang dipasangi rak dari kayu mahoni dan dipelitur halus. Di dalamnya terdapat timba-timba kaleng yang penuh berisi bunga-bunga warna-warni.
Jill mengambil beberapa tangkai bunga tulip kuning segar dari timba yang terletak di bagian tengah. Dia lalu berjalan ke tengah ruangan. Dimana terdapat sebuah meja besar yang lagi-lagi dicat warna hijau tosca. Marco mengekor kemana pun gadis itu melangkah.
"Kau ingin aku merangkainya sekarang?"
Lelaki itu mengangguk patuh. Seperti anak kecil yang langsung mengiakan ketika ditawari biskuit berlapis coklat.
Jill tersenyum. Dia meletakkan tulip-tulip tersebut di atas meja. Berjalan ke salah satu dinding yang lain tempat aneka kertas dan pita berwarna-warni yang digulung rapi pada pipa, dipasang bertingkat pada sebuah rak kayu.
Marco tersenyum. Melipat kedua tangannya di depan dada, tak melepaskan pandangannya sedikit pun pada Jill. Dia, sungguh-sungguh menikmati momen seperti ini di pagi hari bersama gadis yang tengah sibuk merangkai bunga di hadapannya.
"Selesai." Jill memamerkan bunga tulip kuning yang sudah dirangkai bersama dengan bunga-bunga lain yang daunnya berwarna hijau. Terbungkus rapi oleh kertas berwarna coklat tua yang bagian tengahnya diikat pita cantik yang juga berwarna kuning.
Marco terkesima, kepada Jill yang sedang tersenyum, juga kepada buket bunga tulip dalam dekapannya.
ῶῶῶ

KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora
RomantikaSeorang pesuruh bayaran (Alex) melalui agensi yang dipimpin oleh Magnus, diminta oleh seorang klien untuk mencuri berlian bernama Pandora dari seorang gadis bernama Jillian. Pandora bukan berlian biasa, melainkan berlian yang bisa menjelaskan identi...