Chapter 3

88 14 1
                                    

Eleanor's pov

"Sepertinya aku menyukaimu." Ucapnya cepat.

Deg.

Jantungku rasanya berhenti berdetak. Tidak mungkin. Aku pasti salah dengar.

"Ma-maksud ka-kamu a-apa?" Tanyaku terbata.

"I like you, El. Maybe I love you too." Ucapnya.

Kutatap matanya. Aku harap menemukan kebohongan dimatanya tapi yang aku dapat hanya keseriusan.

"Why? I mean we only know each other for a week, Lou." Tanyaku.

Dia hanya menghembuskan nafasnya.

"Aku sudah tahu tanggapan kamu akan seperti ini."

"Maksudnya? I don't understand, Lou" Tanyaku bingung.

"Aku sudah tahu pasti kau akan berkata seperti itu. Kita memang baru mengenal satu sama lain tapi apa salahnya jika kita mencoba?"

"Sejak kapan? Sejak kapan kau suka  padaku?"

"Love at first sight. Saat kita tidak sengaja bertabrakan waktu itu. Kau mungkin memang tidak melihatku tapi aku melihat wajahmu dengan sangat jelas."

"KaKau hanya kagum sama wajahku, Lou, no more."

"Tapi saat aku melihatmu, ada yang aneh, El. Seperti ada kupu-kupu berterbangan didalam perutku, hatiku selalu menghangat jika aku berdekatan denganmu, jantungku rasanya berdetak lebih cepat, dan aku selalu memikirkanmu. Apa kau bisa jelaskan apa maksudnya?"

Aku diam.

Aku tidak bisa menjawab karena aku sendiri pun bingung. Aku sadar jika aku mulai merasa nyaman jika berada didekat Louis, pipiku selalu bersemu merah jika dia merayuku, dan jantungku juga berdetak lebih cepat. Apa aku sudah mulai menyukai Louis?

Aku bingung. Aku tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Bahkan saat berpacaran dengan Maximilian aku tidak seperti ini.

"El, jawab pertanyaanku. Apakah kau nyaman saat bersamaku?"

Aku mengangguk.

"Apakah hatimu terasa menghangat saat aku memujimu?"

Aku mengangguk lagi.

"Apakah jantungmu berdetak lebih cepat saat bersamaku?"

Aku mengangguk lagi.

"El, apa itu tandanya kau juga menyukaiku?"

"I don't know, Lou. Aku tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya." Ucapku.

Tak lama wahana ini pun berhenti. Aku dan Louis pun turun. Louis menggenggam tanganku menuju mobilnya. Kami sama-sama diam. Tidak tahu apa yang harus kami katakan.

Sesampainya didalam mobil, Louis langsung mengantarku menuju apartement.

•••

Kami sudah sampai didepan gedung apartementku. Kami masih sama-sama diam. Aku sudah melepas seatbeltku tetapi aku belum keluar dari mobil Louis. Aku masih memikirkan kata-katanya tadi.

"Sudah malam El lebih baik kamkau masuk kedalam." Ucapnya tanpa melihatku.

Bahkan rasanya untuk melihatku saja Louis tidak mau.

"Lou, aku.."

"Aku tidak akan memaksamu, El. Aku cukup tahu diri. Lebih baik kau masuk sekarang."

Aku menggeleng. Kurasakan mataku memanas. Aku tidak tahu mengapa tapi rasanya aku ingin menangis sekarang. Ini pertama kalinya Louis seperti ini padaku. Aku tahu ini aneh tapi rasanya cukup menyakitkan.

Satu tetes.

Dua tetes.

Dan air mata pun tidak dapat kutahan lagi. Air mataku turun dengan derasnya. Aku menyeka air mataku tapi percuma karena air mataku tidak berhenti. Kuatur napasku agar meredam tangisku tapi percuma karena yang ada air mataku semakin deras.

Louis menengok kearahku dengan khawatir. Dapat kurasakan Louis bergerak dengan gelisah dibangku kemudinya.

"El mengapa kau menangis?" Tanyanya khawatir.

Aku hanya menggeleng. 

"Ssstt please tenangkan dirimu." Ucapnya lalu menarikku kedalam pelukannya. Aku sempat membeku karena perlakuan Louis tapi setelah beberapa lama, kubalas pelukannya.

Kuhirup aroma tubuhnya. Papermint.

Setelah tangisku reda, kulepas pelukan kami. Rasanya agak berat.

"Louis." Panggiku dengan suara serak khas orang habis menangis.

Louis menatap wajahku.

Aku gugup. Kutatap juga matanya. Matanya berwarna biru. Sangat indah.

Louis benar.

Tidak ada salahnya jika aku mencoba. Tidak. Maksudku kami. Tidak ada salahnya jika kami mencoba.

Jika ini berhasil kami akan melanjutkannya tetapi jika tidak, kami akhiri ini semua.

Tapi jujur saja, ada perasaan takut dalam diriku. Takut jika ini semua gagal. Aku tidak mau berpisah dengan Louis. Aku sudah mulai nyaman dengan keberadaannya disisiku. Aku sudah terbiasa dengan kehadirannya didalam hidupku.

"El?" Panggil Louis menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, ya?" Ucapku bingung.

Louis tersenyum lalu mengacak rambutku.

Ah. Pipiku memanas lagi.

"Apa yang ingin kau katakan?" Tanyanya.

Kutarik napasku lalu kuhembuskan perlahan.

Ok aku siap.

"Louis tolong ajarkan aku untuk menyayangimu." Ucapku.

TBC

Hold OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang