Chapter 6

72 12 0
                                    

Eleanor's pov

"Aku ingin kita seperti dulu El. Aku ingin kita berpacaran lagi seperti dulu, kumohon padamu, beri aku kesempatan sekali lagi." Pintanya.

Kurasa saat ini Max sedang melucu. Aku tidak mungkin kembali padanya. Aku hanya takut kejadian seperti dulu akan terulang kembali. Aku tidak ingin masuk kedalam lubang yang sama. Lagipula perasaanku untuknya sudah hilang. Perasaanku saat ini hanya untuk Louis. Aku sudah memilikinya. Aku dan Louis sudah bahagia.

"Aku sudah memiliki kekasih, Max. Kau tahu itu. Aku dan Louis sudah bahagia. Aku mohon padamu untuk tidak mengganggu hubungan kami. Aku menyayangi Louis, begitupula Louis." Ucapku.

"Apa kau yakin Louis menyayangimu? Aku tahu dia pernah berpacaran dengan Briana. Briana pernah bercerita padaku. Saat Briana memasuki kelas yang sama denganmu lagi pagi tadi, aku juga tahu apa yang terjadi. Jika mereka sudah tidak memiliki perasaan lagi, seharusnya mereka tidak terkejut. Seharusnya mereka bersikap biasa saja. Aku juga tahu jika kau dan Louis baru saling kenal. Apa kau percaya dengan ucapannya? Ucapannya yang mengatakan jika ia menyayangimu? Kamu terlalu naif, El. Kau tidak belajar dari kesalahanmu dulu. Bagaimana jika dia berbohong? Kau tidak tahu apa maksud dia mengatakannya​. Bagaimana jika dia bermaksud jahat padamu? Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu." Ucapnya.

Aku diam.

Memikirkan semua ucapannya. Max benar. Jika Briana dan Louis tidak memiliki perasaan lagi, mereka seharusnya biasa saja saat bertemu.

Max benar. Aku baru mengenal Louis tapi aku sudah percaya dengan semua yang dikatakannya. Dan apa katanya? Bagaimana jika Louis berbohong? Bagaimana jika Louis memiliki niat jahat padaku? Bahkan aku tidak berpikir sampai sana.

Ya ampun. Mengapa semua ini terasa sangat rumit? Mengapa aku terlalu bodoh dengan mempercayai Louis begitu cepat? Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku bingung. Tetapi lihai sudah berjanji padaku. Tapi haruskan aku mempercayainya?

Astaga semua ini begitu rumit. Kepalaku terasa sakit memikirkannya.

"Aku memercayainya, Max. Itu bukan urusanmu. Jika Louis membohongiku, biarkan saja. Kau tidak memiliki hak untuk mencampuri urusanku." Setelah mengatakannya, aku pergi meninggalkan Max sendiri.

Perasaanku jadi tidak karuan karena ucapannya.

Persetan denganmu, Maximilian.

•••

Saat ini aku sedang di apartementku bersama Danielle. Aku sudah selesai menceritakan semuanya pada Danielle. Dimulai dari pertemuanku dengan Briana sampai pertemuanku tadi dengan Max. Saat aku menceritakannya Danielle hanya diam mendengarkanku, dia tidak memotong pembicaraanku sama sekali.

Kami sama-sama diam. Aku diam memikirkan semua kemungkinan yang akan terjadi setelah ini dan Danielle diam mencerna semua ceritaku.

"Menurutku, ada yang janggal disini. Maksudku, kedatangan Max dan Briana baru-baru ini. Max yang meminta maaf padamu dan tidak lama disusul Briana. Semua itu terjadi setelah Louis datang. Mengapa mereka tidak meminta maaf padamu dari dulu? Sebelum Louis datang? Mengapa mereka baru meminta maaf sekarang? Dan hubungan mereka yang berakhir. Mengapa mereka baru memberitahumu sekarang? Kenapa tidak dari satu bulan yang lalu?" Ucapnya memecah keheningan.

Aku setuju dengan Danielle.

"Aku tidak tahu, D. Ini membuatku bingung. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ucapan Max siang tadi membuatku ragu dengan Louis. Bagaimana jika Max benar? Apa yang harus aku lakukan, D?" Ucapku.

Aku menundukkan kepalaku. Dadaku rasanya sesak sekali, aku kesulitan untuk bernapas. Seakan-akan ada tangan yang meremas hatiku.

Danielle menggeser duduknya kearahku lalu mengusap punggungku.

"Semuanya akan baik-baik saja, El. Ada aku dan Louis yang akan membantumu melewati ini semua." Ucapnya.

Aku tersenyum dan mengangguk.

Benar. Aku memiliki Danielle dan Louis yang akan selalu ada di sisiku. Mereka akan membantuku. Mereka akan selalu ada disaat aku membutuhkan bantuan mereka.

•••

Pagi ini Louis tidak menjemputku untuk pergi ke kampus bersama seperti biasa. Dia bilang jika hari ini dia ada kelas pagi dadakan. Lous tidak enak padaku karena dia tidak bisa menjemputku. Aku tidak masalah dengan hal itu. Aku bisa naik bus ke kampus.

Sudah lewat beberapa Minggu setelah perbincangan aku dengan Max. Banyak yang berubah. Max yang sering menghampiriku untuk sekedar ngobrol dan Louis yang cemburu lalu menarikku untuk pergi menjauh dari Max. Briana sekarang juga mulai dekat denganku lagi walaupun tidak sedekat dulu. Danielle juga sudah mulai biasa saja dengan Briana walaupun kadang dia sedikit jutek dengan Briana. Aku dan Louis juga semakin dekat, bahkan kadang Louis menginap di apartementku.

Saat ini aku sedang berdiri di halte bus depan apartementku. Sudah 10 menit aku menunggu namun tidak ada satupun bus yang lewat.

Saat sedang menunggu bus, tiba-tiba saja mobil berhenti tepat di depanku.

Orang tersebut menurunkan kaca mobilnya.

"Hi, El. Apa yang kau lakukan?" Tanyanya.

"Aku sedang menunggu bus, Max." Ucapku.

"Kau ingin pergi ke kampus? Bagaimana jika kita pergi bersama? Aku juga ingin ke kampus." Tawarnya.

Aku mengangguk. Tidak ada salahnya. Aku ingin ke kampus, Max pun begitu. Aku masuk kedalam mobil Max dan setelah itu Max melakukan mobilnya menuju kampus.

Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Tidak ada diantara kami yang berniat membuka percakapan.

Sesampainya di kampus, aku langsung turun dari mobil Max, tapi sebelumnya aku sudah mengucapkan terima kasih.

Aku berjalan menelusuri lorong, mencari keberadaan Louis, seharusnya ia sudah keluar dari kelas.

Saat aku berbelok, tubuhku menegang. Ini tidak mungkin. Didepan mataku, Louis dan Briana sedang berpelukan.

Tak terasa air mata sudah membasahi pipiku. Yang aku takutkan pun terjadi. Hatiku hancur. Untuk yang kedua kalinya oleh orang yang sama.

"Lou." Panggilku.

Kulihat punggung Louis yang menegang. Ia melepas pelukannya dengan Briana dan membalikkan tubuhnya kearahku.

Louis terkejut.

Aku mundur beberapa langkah lalu berbalik dan berlari secepat mungkin. Kudengar Louis yang meneriaki namaku dan memintaku untuk berhenti namun tidak kuhiraukan.

Aku terus berlari sampai aku tidak sadar jika aku sudah masuk kedalam sebuah gang yang sepi. Aku berhenti. Aku sudah tidak kuat. Aku terduduk lemah dengan air mata yang terus mengalir. Ini lebih menyakitkan dari yang sebelumnya. Aku menangis. Menjerit. Memukul dadaku untuk mengusir rasa sesak di dadaku.

Aku berdiri. Aku sangat lemas. Kudengar langkah kaki dari belakang tubuhku.

Langkah kaki tersebut semakin dekat. Kupaksakan kakiku untuk berjalan. Aku takut. Langkah kaki tersebut masih terdengar. Dia mengikutiku. Aku pun berlari. Dia juga berlari. Aku berbelok ke kanan.

Sial.

Jalan buntu.

Aku berbalik badan tapi terlambat. Orang tersebut sudah berdiri di depanku dengan senyuman yang mengerikan.

Aku terkejut.

"Bagaimana perasaanmu, El?" Ucapnya sinis.

"Max?" Ucapku terkejut.

"Apa yang kau lakukan disini? Ka mengikutiku?" Tanyaku

Bagaimana Max bisa berada disini? Apa yang dia lakukan disini? Apa yang ia inginkan?

Max berjalan mendekatiku, aku mundur. Terus seperti itu sampai kurasakan bahuku menyentuh tembok. Max semakin dekat. Ia mengeluarkan sebuah kain dari saku jaketnya. Ia langsung membekap hidungku dengan kain tersebut. Setelah itu semuanya hitam.

TBC

Hold OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang