4

3.9K 272 28
                                    

Yuki tertegun. Ulang tahunnya yang ke dua puluh lima sebentar lagi.  Kenapa Al bisa mengetahui detail hari ulang tahunnya? Yuki tertarik, tetapi dia akan memuaskan Al kalau dia mengikuti Al untuk berbicara dengannya. Jangan-jangan memang itu tujuan Al, supaya dia tidak berhujan-hujanan dan mengikuti Al.

“Nanti aku akan menyusulmu kalau aku sudah puas disini.”

Api menyala di mata Al, dan tampak jelas lelaki itu  mencoba menahan diri,

“Terserah, nanti temui aku di ruang kerjaku.” suaranya lebih seperti geraman, kemudian membalikkan badan dengan marah.

***

Setelah puas menikmati hujan, Yuki masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dan makan malam. Dia sengaja tidak menemui Al, lagipula sepertinya lelaki tadi hanya asal bicara ketika bilang ingin berbicara tentang hari ulang tahunnya. Dan Yuki tidak yakin kalau Al akan menunggunya. Lelaki itu sepertinya sangat sibuk dan punya banyak urusan.

“Kenapa kau tidak menemuiku di ruang kerjaku?” suara di kegelapan itu mengagetkan Yuki. Dia menajamkan matanya dan melihat Al duduk di sana, di keremangan kamarnya.

“Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa izin?” Yuki berteriak kaget, tangannya meraba-raba saklar lampu di diniding, berusaha menghilangkan kegelapan yang menyelubungi Al, karena lelaki itu tampak lebih menyeramkan di antara cahaya yang remang-remang.

Yuki berhasil menyalakan lampu dan cahaya itu  langsung menyelubungi Al. Lelaki itu duduk di sofanya, dengan santai, hanya memakai piyama sutera warna hitam dan disebelah tangannya memegang gelas minuman. Yuki melirik ke botol brendy yang entah berasal dari mana, yang sepertinya sudah dituang Al selama menunggunya. Apakah lelaki itu mabuk? Jantung Yuki mulai berdegup. Dalam keadaan sadar saja emosi Al sangat tidak mudah ditebak, apalagi dalam kondisi mabuk.

“Apa yang kau lakukan disini Al?”

Al mendengus dan menatap Yuki dengan tajam, “Kau pikir apa? Aku menunggumu di ruang kerjaku dan kemudian menyadari bahwa kau, dengan kepalamu yang keras kepala itu memutuskan untuk melawanku.”

Yuki mundur ke belakang, melirik pintu putih itu, dan berusaha sedekat mungkin di sana, sehingga ketika Al bertindak di luar batas dia bisa segera melarikan diri.

Al tersenyum melihat tingkah Yuki,

“Kau seperti kelinci ketakutan lagi Yuki, apakah kau takut aku akan melakukan sesuatu yang kejam? Seperti mencampurkan obat di minumanmu, atau…melemparkanmu dari balkon lagi?” Al menyeringai, meletakkan gelasnya dan berdiri, makin lama makin mendekati Yuki.

“Apakah kau mabuk Al?” Yuki melirik ke arah pintu, hanya butuh beberapa detik kalau Yuki ingin melarikan diri dari Al. Dia pasti bisa melakukannya.

“Al Raveno tidak pernah mabuk,” Al melangkah mendekat dengan tenang, seperti singa yang mengendap-endap mengincar mangsanya. “Dan kau…Seharusnya kau mendengarkan apa yang kuperintahkan, Yuki.”

Yuki tahu di situlah titiknya. Di situlah titik Al kehilangan kesabarannya, karena itulah Yuki langsung melompat dan mencoba melarikan diri ke pintu. Dia berhasil membuka pintu itu sedikit, sebelum dengan gerakan lebih cepat dan tanpa suara, Al sudah ada dibelakangnya, mendorong pintu itu menutup kembali sebelum sempat terbuka.

Al mendorongnya rapat ke pintu, dan dengan terkejut Yuki bisa merasakan kejantanan Al yang mendesak keras di bagian belakang tubuhnya. Dia ingin bergerak dan menghindar, tetapi ternyata Al sudah menahannya di semua sisi.

Yuki ketakutan. Apakah dia akan dipaksa lagi? Udara mulai terasa menyesakkan dan Yuki mulai terengah-engah.

“Aku tidak pernah bercinta sambil berdiri,” Al berbisik di telinganya dengan bisikan panas yang membuat sekujur tubuh Yuki menggelenyar, “Dan kau membuatku ingin melakukannya.”

Mrs. & Mr. ALKITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang