BAB 2

286 99 67
                                    

Pic of Amanda's house in mulmed.

Pagi ini keadaan rumah terasa sepi dan hening. Semenjak kejadian kemarin malam, Mom hanya bisa terdiam. Tak ada satu kata pun yang dapat keluar dari mulutnya. Mungkin hanya senyuman tipis yang ia berikan.

Hari ini aku sengaja izin untuk tidak masuk kerja, mengingat terpuruknya keadaan Mom saat ini. Aku yang melihatnya hanya bisa pasrah. Sungguh, aku tak tega terhadap keadaan Mom jika Mom harus seperti ini setiap harinya.

"Mom,apa Mom sudah makan?"

Pertanyaanku kini berhasil mengalihkan perhatiannya yang sedari tadi tertuju pada pemandangan di luar jendela rumah kami. Ia tak menjawab pertanyaanku. Lagi dan lagi senyuman tipis terpaksa ia berikan kepadaku. Pandangannya kembali ia tujukan kepada pemandangan di luar jendela tadi.

"Mom, sudahlah. Untuk apa Mom menangisinya?"seakan mengerti tentang ucapanku Mom pun beringsut dari duduknya. Ia mendekat kearahku. Memelukku dan mulai menangis.

"Maafkan Mom, Amanda." Sungguh aku benci jika harus mengingat-ingat kata 'maaf' dari Mom.

"Sungguh, Mom. Untuk apa Mom meminta maaf kepadaku. Mom sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun. Pria itulah yang seharusnya meminta maaf padamu, Mom."kini pandangannya pun jatuh kepadaku.

Aku tak dapat mengartikan pandangan itu. Aku hanya bisa mengelus lembut tangan Mom ku.

"Dia itu Dad mu, Amanda. Bukan pria asing yang tiba-tiba masuk dalam kehidupan kita."

Dad? Sungguh aku berani bersumpah aku tidak mau mengakui pria yang setiap hari menampar dan membanting ibuku sebagai Dad ku.

Aku hanya bisa menghela pasrah terhadap perkataan Mom. Aku tidak ingin memperkeruh suasana karena aku tahu aku akan membuat Mom semakin terpuruk. Terkadang aku bingung terhadap Mom. Untuk apa dia membela Dad yang sudah jelas-jelas menyakitinya tiap hari. Apa tidak cukup tamparan dan hinaan yang setiap hari Dad lontarkan pada Mom untuk membuat Mom lari dari ini semua? Apa Mom tidak lelah?

Aku tahu Mom memang seseorang yang kuat dan tangguh. Tapi untuk apa Mom mempertahankan ini semua jika memang tidak ada yang bisa dipertahankan kembali. Sudah cukup aku melihat Mom yang sengsara seperti itu. Aku hanya ingin melihat Mom bebas dan bisa tertawa seperti sedia kala bukannya semakin menderita seperti ini.

"Amanda?" ucap Mom yang berhasil mengalihkan perhatianku.Tatapannya yang sendu membuatku semakin sedih melihatnya.

"Apa Mom bukanlah istri yang baik? Apa Mom juga bukan ibu yang baik bagimu?"

Pertanyaan yang ia lontarkan berhasil menohok hatiku. Aku tak tahu harus berkata apa. Lagi dan lagi air mata keluar dari ujung matanya.

"Mom... Untuk apa Mom bertanya seperti itu kepadaku? Jika memang Mom bukan ibu yang baik bagiku aku tidak mungkin membela Mom di hadapan pria itu seperti ini. Aku tidak mungkin membiarkan Mom terpuruk seperti ini. Sudahlah Mom, memang bukan Mom yang salah."belaku pada Mom.

Keheningan kembali melanda. Tak ada satupun dari kami yang berbicara. Perlahan Mom meninggalkan diriku menuju kamarnya. Dan sekarang tinggallah aku disini sendirian. Meratapi kehidupanku dan Mom yang semakin terjal setiap harinya.

Sungguh, sebagai anak aku bingung jika dihadapkan dengan keadaan yang seperti ini. Di satu sisi, aku juga menyayangi Mom dan di sisi lain aku juga masih menyayangi pria yang notabene-nya adalah Dad ku sendiri. Tapi justru rasa bencilah yang lebih dominan jika aku membayangkan sosok Dad.

***

Kuhabiskan soreku dengan berjalan mengelilingi kompleks perumahan karena memang tidak ada hal lain yang bisa kulakukan. Keadaan Mom mulai berangsur membaik, terbukti dengan dirinya yang mulai bisa tertawa dan tersenyum tulus sejak aku memberikan lelucon-lelucon lucu mengenai masa kecilku. Angin sore menyapaku ketika aku mulai menapakkan kaki keluar dari halaman rumah. Banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang di sini. Terlebih lagi anak-anak yang bermain kejar-kejaran atau hanya sekedar duduk santai di tangga teras rumah mereka.

Aku hanya tersenyum melihat pemandangan seperti ini. Sungguh rasanya sudah bertahun-tahun aku tidak melihat pemandangan semacam ini. Langkahku terhenti ketika aku melihat sebuah taman kecil yang sudah lama tidak aku kunjungi. Semuanya masih sama seperti pertama kali aku berkunjung ke sini. Dengan kursi kayu berwarna putih dan juga pohon maple di sampingnya membuat suasana semakin sejuk dan rindang terlebih lagi keadaan danau kecil yang semakin melengkapi indahnya taman ini.

Angin sore yang cukup kencang membuatku semakin mengeratkan mantel yang sedari tadi kupakai. Rambut brunette sepinggangku yang memang sengaja kuurai mulai beterbangan kesana kemari. Matahari yang tadinya masih di sana pun mulai memudar secara perlahan.

Baru saja aku akan beranjak dari dudukku, aku merasakan kursi taman ini berdecit menandakan bahwa ada orang lain yang duduk di sampingku. Wajahnya yang tidak familiar membuatku sedikit kebingungan untuk mengenalinya. Merasa diperhatikan akhirnya ia pun menoleh. Siluet mata hijaunya dan rambut bergelombangnya pun terlihat. Namun, tetap saja aku sama sekali tak mengenalnya.

"Suasana di taman ini memang bagus. Apa kau sering kesini?"

Kuanggukkan kepalaku sebagai jawaban. Aku masih dirundung kebingungan tentangnya.

"Kau tak perlu takut, Amanda."

Lagi-lagi pernyataannya membuatku bingung. Hei bagaimana lelaki ini tahu namaku.

"Ayolah, kenapa sedari tadi kau hanya diam saja? Sudah kubilang aku tidak berbahaya." ucapnya meyakinkan.

"Bagaimana kau tahu namaku?" tanyaku padanya yang berhasil membuatnya tersenyum hingga menapakkan sepasang lesung pipi yang kuakui cukup menawan itu.

Ia hanya terdiam enggan untuk menjawab pertanyaanku. Sinar matahari mulai meredup hingga akhirnya menghilang. Lelaki ini masih saja diam sementara aku mulai menapakkan kakiku keluar menuju taman ini. Berharap bahwa Mom tidak kebingungan mencariku.

"Apa kau mau tahu darimana aku mengetahui namamu?"

Teriakannya berhasil memberhentikan langkahku. Kulihat sosok tingginya yang mulai beranjak dari duduknya dan berjalan dengan sedikit berlari mendekat ke arahku.

"Aku hanya tahu saja dan ternyata itu benar." ucapannya membuatku jengkel. Aku hanya menatapnya jengah. Meninggalkannya yang mematung dan melanjutkan berjalan kembali menuju rumah.

Lelaki itu mengikutiku. Ia mulai mensejajarkan langkahnya dengan langkahku. Sungguh aku tak tahu apa yang ada di pikiran lelaki ini.

"Apa maumu, Tuan? Aku sedang memiliki urusan dan kuharap jangan mengikutiku lagi."dengan sedikit sarkasme aku mulai meninggalkannya. Namun, ia hanya tertawa disana. Sungguh idiot bukan.

Aku segera mempercepat langkahku dan untungnya lelaki itu tidak mengikutiku. Kupercepat kembali langkahku menuju rumah. Namun, betapa terkejutnya aku menemukan Mom yang lagi-lagi menangis sambil memegangi pipinya yang mulai membiru.

"Mom... Ada apa? Siapa yang melakukan ini padamu, Mom?"ia tidak menjawab namun suara bantingan pintu-lah yang kuasumsikan sebagai jawaban.

Pria itu kembali lagi dengan membawa sebuah kotak dari dalam kamar Mom. Cepat-cepat aku menghampirinya dan merebut kotak itu dari tangannya.

"Hei.. Anakku. Sudah urusi saja urusanmu. Ini masalahku dan ibu tua rentamu. Kembalikan kotak itu!" bentaknya kepadaku yang hanya kujawab dengan senyum sarkasmeku.

"Anak? Oh, sejak kapan kau menganggapku sebagai anakmu, Dad? Kemana saja kau selama ini? Apa kau sudah mempunyai istri dan anak baru, hmm? Dimana mereka? Dan apa ini? Apa kau mencoba untuk memeras, Mom dengan mengambil seluruh harta yang kami punya?"aku memberi penekanan di setiap kata-kataku.

Tatapan tajamnya mulai mengarah ke arahku. Garis rahangya mulai mengeras. Buku-buku jarinya mulai memutih. Dan perlahan tangan kanannya melayang menuju diriku. Alhasil, sebuah tamparan berhasil mendarat di pipiku. Meninggalkan bekas kemerahan yang sedikit demi sedikit mulai membiru di sana.

"JANGAN PERNAH IKUT CAMPUR, ANAK HARAM. LEBIH BAIK KAU DAN IBUMU YANG TIDAK BERGUNA ITU PERGI DAN MATI SAJA. KARENA AKU SUDAH MUAK MELIHAT KALIAN BERDUA!"

Tanpa rasa bersalah ia mengambil paksa kotak perhiasan milik Mom. Mulai meninggalkan kami tanpa rasa bersalah sama sekali. Gertakannya yang menyakitkan merupakan sebuah tombak runcing bagiku. Tangisanku pecah setelah mendengarnya.

Selamat Dad, kau telah berhasil meruntuhkan harapanku dan Mom untuk masih menerimamu sebagai bagian dari keluarga kami.

Heyyo. Angel's back. Ini dia bab 2-nya semoga suka. Votes and comments yaa.
Psst... Tinggalin jejak pleasee!!

The Universe [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang