"Lahh mobil gue mana?"Ucap gadis berumur 16 tahun yang baru saja menginjakkan kaki nya di garasi rumah dengan berpakaian lengkap seragam SMA. Niat nya ingin berangkat sekolah lebih cepat malah dapet cobaan mobil nya hilang entah kemana.
Gadis itu pun langsung kembali masuk ke dalam rumah untuk mencari keberadaan Ibu nya.
"Mah, mobil aku mana?"
Ibu nya menoleh. "Oh iya Ta, mobil kamu di bawa Ramdan tadi baru aja berangkat. Motor nya masuk bengkel tuh gak tau kenapa."
Gita melebarkan bola matanya. "Lah ko gak bilang Gita dulu sih dia. Trus kenapa Gita di tinggalin? Trus Gita naik apa?"
"Ini masih pagi juga anak mama udah cerewet aja. Sana berangkat sama Papa dulu. Tuh Papa nungguin di meja makan. Sarapan dulu sana." Ucap Devi--Ibunya. Seraya mengelus lembut rambut hitam legam milik anak nya tersebut.
Gita mengerucutkan bibirnya. "Padahal Gita rencana nya mau berangkat pagi. Gita belum ngerjain pr tau." Ucap nya sambil berjalan lemas ke arah meja makan. Membuat Ibu nya terkekeh melihat kelakuannya.
Gita memakan roti bakar buatan Ibu nya dengan kasar. Seperti orang kelaparan. Tidak, bukan karna kelaparan. Tapi Ia kesal terhadap saudara kembar nya, Ramdan. Ya, Gita memiliki saudara kembar. Lahir di jam yang sama, hari yang sama, bulan yang sama, tahun yang sama, dan tentu nya dari perut Ibu yang sama. Hanya saja Ramdan lahir 5 menit lebih awal dari nya. Jadi mau tidak mau suka tidak suka Ramdan harus menjadi kakak nya Gita. Dan Gita tidak suka itu. Kalau saja Ramdan bukan kakaknya. Mungkin saja saat ini Gita sudah menyantet orang yang sudah meminjam mobil nya tanpa bilang-bilang itu. Sudah jelas Ia berangkat lebih cepat karna menjemput gebetan nya yang matre itu.
"Kamu gak suka berangkat bareng Papa?"
Gita berhenti mengunyah seketika. "Hah? Eng-enggak Pa. Cuma tadi tuh sebenernya Gita buru-buru."
Rama--Ayahnya tersenyum sekilas. "Pasti belum ngerjain pr ya?"
Gita mengangkat kedua alisnya. Ayah nya paling bisa saja menebak apa yang Gita sembunyikan. Bahkan Gita selalu yakin bahwa Ayahnya bisa membaca pikiran. Dengan sigap Gita menggeleng-gelengkan kepalanya.
Rama terkekeh. "Coba aja kamu satu kelas sama kakak mu. Kamu tinggal nyontek pr dia kan."
"Papa nih, kayaknya masih gak seneng banget aku masuk IPS sedangkan Bang Ramdan masuk IPA." Ucap Gita lesu.
Lagi-lagi Rama terkekeh. "Gak dong sayang takdir itu kan udah ada yang ngatur. Kalau kamu di takdirkan masuk IPS yaudah gapapa. Gak ada yang perlu di sesali."
Gita memutar bola matanya kesal. Ayah nya selalu saja berkata seperti itu. Tapi juga seringkali menyindir Gita karna tidak sepintar kakak nya. Bukan berarti Gita tidak pintar. Cuma saja Gita sangat lemah dalam pelajaran hitung menghitung. Tapi Ia sangat jago dalam urusan menghafal. Sedangkan Ramdan, hitung menghitung sudah seperti makanan sehari-harinya. Bahkan Ramdan selalu mendapat peringkat kedua di kelas nya. Gita seringkali penasaran seperti apakah sosok siswa yang menjadi peringkat utama di kelas Ramdan sampai-sampai siswa segenius Ramdan sangat sulit untuk mendapatkan peringkat satu.
---
Gita sampai di SMA Nusantara tempat Ia menempuh pendidikannya. Ia langsung berjalan dengan menghentakkan kaki nya di lantai cukup keras berkali-kali. Tentu saja dengan kedua tangan mengepal. Ia menuju ke kelas yang sudah sangat sering Ia kunjungi. Bukan kelasnya, melainkan kelas Kakaknya.
"RAMDAAAAN!"
Seisi kelas menoleh ke arah sumber suara. Tepat nya ke arah pintu kelas mereka. Hanya satu siswa yang tampaknya sedang tertidur pulas. Mungkin semalam Ia begadang.