"Gue gak bisa Sher. Ramdan sayang banget sama lo!"Gadis itu semakin menggenggam erat tangan lelaki di hadapan nya. Ia menangis tersedu-sedu. "Plis Raf. Apa lo gak ada perasaan sama sekali sama gue?"
Rafa menggeleng. "Ramdan sahabat gue. Dan lo temen gue. Dan gue gak mau ngerusak persahabatan gue dengan siapa pun."
"Sekarang gue tanya Raf. Apa lo bener-bener gak nyimpen sedikit pun perasaan lebih dari temen ke gue?" Tanya Sheryl. Kini mereka berada di kelas nya yang sudah sepi di karena kan semua siswa yang sudah pulang ke rumah nya masing-masing.
Rafa menghela nafas panjang. "Gak Sher. Gak sama sekali."
"Lo jahat Raf! Lo gak tau penderitaan gue!" Ucap nya seraya menunduk dan memukul-mukul dada bidang milik cowok di hadapan nya itu.
Rafa menahan kedua tangan mungil milik gadis tersebut. Lalu menatap nya dengan serius. "Hanya karna gue gak bisa bales perasaan lo. Lo menderita?" Rafa menggelengkan kepala nya. "Bahkan gue gak pernah mikir kalau ini lebih dari sekedar cinta monyet." Sambung nya.
Sheryl mendongak. Menatap sendu bola mata hitam legam milik cowok itu. Tangan Sheryl kembali menggenggam kedua tangan Rafa. "Gue sakit Raf. Gue leukimia!" Ucap nya dengan nada meninggi.
Mata Rafa membulat sempurna. Ia masih tak berkutik. Seakan-akan kalimat yang di lontarkan oleh gadis itu membuat nya terhipnotis. Ia mematung. Dan gadis itu benar-benar terisak.
"Gue tau gue salah karena ninggalin Ramdan gitu aja. Tapi gue udah bener-bener gak bisa ngelak dari perasaan gue sendiri. Gue tau kok Raf, cinta itu emang gak bisa di paksain." Sheryl menarik nafas nya dalam kemudian mengembuskan nya lembut. Kemudian menatap intens manik mata milik Rafa. "Gue cuma berharap dapet kebahagian dari lo di sisa waktu gue yang udah gak lama lagi." Ucap nya semakin pelan. Namun masih terdengar jelas oleh Rafa.
Rafa merasakan betapa rapuh nya gadis itu. Sudah tidak ada sama sekali senyuman yang terukir di wajah nya. Detik selanjutnya, Rafa langsung membawa gadis itu kepelukan nya. Bertepatan dengan Ramdan yang baru saja tiba di ambang pintu kelas.
Ramdan memijat pelipis nya. "Kok dia gak cerita ke gue kalo sakit?"
Rafa mengendikkan bahu nya. "Mungkin dia gak mau lo tambah sedih." Ia bangkit dari sofa. Berjalan menuju kulkas dan mengambil dua kaleng minuman soda di sana. Kemudian kembali dan memberikan satu minuman soda kaleng itu pada Ramdan.
Ramdan memandang kaleng minuman yang kini Ia pegang. Pikiran nya berputar-putar mengingat kenangan beberapa tahun yang lalu setelah Rafa menjelaskan semua kejadian yang sebenar nya.
Rafa meneguk minuman soda milik nya. Kemudian kembali menatap laki-laki yang duduk di sofa yang berbeda. "Lo dapet pencerahan darimana tiba-tiba minta penjelasan dari gue. Biasa nya udah ngamuk duluan."
Ramdan melirik Rafa sekilas. Kemudian beralih memandang kaleng minuman nya lagi. "Gue udah kayak bocah aja ya?"
"Banget."
Ucapan spontan dari Rafa membuat Ramdan mendengus kesal. Lalu membuka kaleng minuman tersebut dan meminum nya. Seletah nya Ia taruh kaleng itu di atas meja. "Lo tau, sekarang Sheryl dimana?"
Rafa mengendikkan bahu nya. "Gak tau. Dia ngilang gitu aja."
"Apa dia udah gak ada?" Gumam Ramdan. Membuat Rafa sedikit tersentak. "Hati-hati itu mulut." Ujar Rafa.