Sang surya sudah berada di singgasana nya di atas langit, burung berkicauan menyambut pagi yang damai, lelaki manis itu masih senang bergelung di balik selimut, namun cahaya matahari yang semakin mendekati tempat tidur akhirnya menyilaukannya membuat keningnya mengernyit tak nyaman.
"Enghhh~" suara lenguhan manja keluar dari mulutnya, dan akhirnya terbukalah sepasang mata yang sekilas berwarna biru itu namun beberapa detik kemudian kembali menjadi hitam pekat.
Tubuhnya menggeliat pelan, meregangkan otot-ototnya yang sedikit kaku, lalu menguap cukup lebar, kebiasaannya saat bangun tidur.
Lelaki bersurai eboni itu mengerjab beberapa kali sebelum benar-benar terbangun, tubuhnya terasa sakit dan lemas, pikirannya melayang pada kejadian semalam dan pipinya langsung bersemu merah layaknya delima.
Jihoon mendudukan tubuhnya, selimut yang tadi menutupi dadanya langsung merosot jatuh hingga ke perut, dan terpampanglah bekas kegiatan mereka semalam yang takkan hilang dalam kurung waktu tiga hari kedepan.
Jihoon mengerjab lucu melihat pantulan dirinya sendiri pada cermin besar yang berada di depan tempat tidur, lehernya di hiasi ruam-ruam merah, dada dan perutnya tak luput dari ruam merah yang merupakan ciptaan dari Mate nya. Tangannya terangkat meraba daerah lehernya dan di sana sangat kentara sebuah lambang ukiran berbentuk Phoenix 'lambang dari Mateku' batin Jihoon.
Jihoon menutup wajahnya sendiri karena malu, astaga dia benar-benar sudah melakuakn kegiatan itu semalam? Dia bisa gila, sekarang dia baru sadar aroma kamar telah berubah sedikit, aroma maskulin telah bercampur dengan aroma lain yang lebih manis. Apa itu adalah hasil dari dirinya dan juga Pemuda api itu?
Seketika tangannya turun dari wajahnya, dia menatap sekeliling dan ternyata hanya dia seorang di sini.
"Bae di mana?" sudah Jihoon putuskan akan memanggil Jinyoung dengan marganya saja, terdengar manis katanya.
Dan seperti dapat melakukan kontak batin, orang yang dia cari masuk melalui pintu masuk dengan kemeja hitam dengan lengan kemeja yang dia gulung hingga siku, celana jeans hitam panjang menutupi kakinya yang panjang, Jihoon terpesona melihatnya.
Jinyoung tak lagi menggunakan penutup mata untuk mata kirinya, sejak dia bangun dia sudah bisa mengendalikan kekuatannya, pengendaliannya lebih baik setelah bersama Matenya.
Jihoon masih terdiam dengan pandangan terpesona pada Jinyoung, bahkan dia tidak sadar dengan keadaannya yang mengenaskan pagi atau bisa di bilang menjelang siang ini.
"Apa kau butuh sesuatu?" tanya Jinyoung memecah keheningan, sebenarnya dia hanya mencoba mengalihkan dirinya sendiri, melihat Jihoon dengan penampilan seperti ini tentu saja membuatnya tergugah, apalagi aroma manis di kamar ini benar-benar memabukkan, membuat kepalanya pening menahan keinginannya untuk menerjang Jihoon detik itu juga. Namun Jinyoung terselamatkan oleh wajah datarnya.
Pemuda air itu menyengir lucu lalu menggeleng, "tidak, aku hanya mencarimu."
"Hmm, aku berada di lantai dasar di ruang baca, sebaiknya kau bergegas mandi agar merasa lebih baik, para pelayan akan merapikan tempat ini." ujar Jinyoung dia lalu mendekati Jihoon yang masih terduduk di atas kasur.
Jihoon mengangguk, "baiklah." Jihoon mencoba bangkit namun suara ringisan malah keluar dari bibirnya, perih sekali, kenapa dia baru merasakannya sekarang?
Jinyoung yang melihat itu mnjadi khawatir, "apa sakit sekali? Maafkan aku."
Jihoon mengangguk imut dia tidak bisa bohong jika rasanya sesakit ini. Jinyoung lalu mengulurkan kedua tangannya. "Mendekatlah aku akan menggendongmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
I Want You
FantasyApi tidak selamanya panas Es Tidak selamanya dingin "Aku tau ada yang berbeda darinya aku bisa merasakannya aku ingin lebih dekat dengannya."-Park Jihoon "Kau akan pergi seperti yang sudah sudah, aku muak dengan segala sesuatu mengatas namakan ikata...