Part 2 ~ Direktur Utama

54.4K 3K 33
                                    

"Selamat datang, Pak Wiratama" ucap pak Wildan menyadarkanku kalau ini bukanlah mimpi atau halusinasiku.

"Panggil saya Dave," ucapnya tetap datar tanpa ekspresi, tatapannya mengarah kepadaku. Aku mampu merasakan kalau tatapan tajamnya menyusuri seluruh tubuhku seperti menelanjangiku. Ya tuhan pria brengsek ini, beraninya dia...

"Oh iya pak Dave, saya Wildan Handiansyah manajer di divisi Marketing dan ini Agneta Laurinda Aretina, dia marketing terbaik di perusahaan ini," jelas pak Wildan, aku masih menatapnya penuh kebencian, bahkan aku mengepalkan kedua tanganku di sisi kiri dan kananku. Luka yang sudah lama aku kubur, kini kembali mencuat ke permukaan, Ada rasa sakit yang begitu membekas di relung hatiku. Luka yang teramat sakit karena pria di hadapanku ini.

Dia membalas tatapanku dengan tatapan tajam penuh intimidasi miliknya. Sama sekali tak ada yang berubah, dia tetaplah Dave yang sama seperti 5 tahun yang lalu.

Dia berjalan ke arahku, membuatku mundur selangkah untuk memberi jarak di antara kami. Tetapi dia terus mendekatiku seakan ingin menghapus jarak di antara kami. Aku segera menundukan kepalaku karena tak sanggup lagi membalas tatapannya yang menakutkan dan juga mampu meluluhkan hatiku.

"Lama tak jumpa, Neta!" bisiknya membuatku meremang dan menelan salivaku sendiri, aku masih tak ingin membalas tatapannya yang mengintimidasi itu. Sungguh aku membenci pertemuan ini, aku membencinya, sangat membencinya. "Aku merindukanmu," bisiknya tepat di telingaku dan beranjak pergi. Membuat nafasku berhenti sesaat.

Setelah kepergiannya, kali ini pak Wildan yang menatapku penuh tanda tanya, sepertinya dia penasaran karena perilaku si pria arrogant itu barusan. "Saya permisi Pak," ucapku tanpa ingin membahas si pria itu, walau aku tau pak Wildan terlihat begitu penasaran.

***

Saat ini aku tengah duduk di kursi yang ada di cafetaria kantor. Aku tengah menikmati makananku. Untunglah Aiden sedang ada pekerjaan jadi dia tidak bisa makan siang bersamaku.

Tidak, lebih tepatnya aku tengah mengaduk-aduk makananku sendiri tanpa selera. Pikiranku melayang memikirkan pria itu, bagaimana bisa dia datang kembali. Pria yang sangat ingin aku musnahkan dari muka bumi ini, tetapi kini tepat berada di hadapanku sebagai atasanku. Apa aku harus keluar dari kantor ini? Apa itu tidak terdengar berlebihan? Tetapi sungguh, aku sangat sangat membencinya. Pria yang bahkan untuk menyebut namanya saja aku tak sudi.

"Woyyy,, malah melamun. Lagi mikirin abang Aiden yah," goda Sonya menyadarkanku, akupun segera memperbaiki posisi dudukku dan merubah raut wajahku.

"Tidak," jawabku.

"Loe kenapa sih, Ta? Apa loe lagi marahan sama Aiden?" tanya Sonya dan aku hanya menggelengkan kepalaku tak bersemangat. "Apa ini ada hubungannya dengan Regan? Regan baik-baik saja kan?" tanyanya terlihat khawatir.

"Dia baik-baik saja, Sonya" jawabku.

"Terus loe kenapa?" Dia menyentuh keningku, membuatku mengernyitkan dahiku bingung. "Nggak panas," ucapnya.

"Gue baik-baik saja, Sonya saying," ucapku meyakinkannya.

Sonya adalah sahabatku sekaligus tetanggaku, dia yang paling dekat denganku. Karena setelah accident itu terjadi, aku tidak pernah mau lagi memiliki teman ataupun sahabat karena semuanya hanya manis di depan. Sonyapun tak tau mengenai kehidupan di masalaluku, yang Sonya tau aku adalah seorang single parent yang ditinggalkan oleh suamiku dan membesarkan Regan seorang diri. Dia juga yang membantuku masuk ke perusahaan besar ini hingga aku mampu bertemu dengan Aiden. Aiden tau kisahku, tetapi dia tak meninggalkanku sedikitpun. Dia masih menerimaku apa adanya, walau aku belum mengatakan semuanya. Hubungan kami sudah memasuki satu tahun, tetapi aku berkali-kali menolak niat baik Aiden untuk menikahiku, entah apa yang aku pertimbangkan lagi. Yang pasti, hatiku belum sepenuhnya untuk Aiden.

His Secret ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang