Sudah 2 hari berlalu dan masih belum ada kabar mengenai keberadaan Regan. Saat ini Agneta masih duduk di atas ranjang Regan memeluk foto Regan dan dirinya. Pikiran bburuk terus saja mengusik dirinya membuat dia tak bisa memejamkan matanya bahkan bisa menikmati makanannya.
"Regan kamu dimana nak? Hikzzz....hikzz...." isakan tangis Agneta begitu memilukan, ia menangis meraung seraya memeluk pigura milik Regan.
Tak ada yang lebih berarti di dalam hidupnya selain kehadiran Regan, permata hatinya. Dulu saat Agneta tau dia mengandung, semua keluarga menganggapnya sial, dan membuangnya bahkan Ayahnya sendiri tega mencoret nama Agneta dari kartu kerluarganya dan menyatakan bahwa Agneta telah meninggal dunia. Itu seperti sebuah kutukan bagi Agneta saat ia melihat surat keterangan kematian dirinya dari salah satu pemerintahan. Setelah itu ia sadar kalau tak ada lagi tempat untuknya di keluarganya.
Agneta pergi tanpa membawa apapun, selain membawa janin di dalam kandungannya. Ia mencari Dave dan hanya berharap Dave bisa menerimanya. Tetapi semuanya sia-sia, Dave pergi seperti hilang di telan bumi, tak ada yang mengetahui keberadaannya. Agneta sudah putus asa saat itu. Ia berjalan tak tentu arah hingga ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya hingga Sela datang menolongnya. Sela mengetahui segalanya bahkan malam pemerkosaan yang di lakukan oleh Davero. Sella bahkan memaki kekasihnya untuk melampiaskan kebenciannya pada Dave. Tetapi Ivan sungguh tak mengetahui apapun, Dave begitu saja hilang bersama keluarganya tanpa kabar seperti hilang di telan bumi.
Agneta memilih meninggalkan kota kelahirannya karena ia tak tahan dengan sikap keluarganya yang sering berpapasan dengannya. Dengan bebekal dana dari Sella dan teman-teman Ivan, juga pakaian dari Sella, Agneta meyakinkan dirinya pergi merantau ke Jakarta tanpa mengetahui harus kemana.
Di Jakarta dia sudah bekerja menjadi sebagai pelayan warung nasi yang hanya mencuci piring, lalu berjuangan aqua di dalam bus bus dalam kondisi mengandung, hingga ia menolong Sonya dari pencurian yang hampir mencelakainya. Sejak saat itu Sonya membantu Agneta, bahkan membantunya mengikuti ujian paket C untuk mendapatkan ijazah dan bisa bekerja, awalnya hanya di sebuah toko di mall saat ia baru melahirkan, tetapi semakin lama ia akhirnya mampu bekerja di perusahaan besar yang juga merupakan kantor dimana Ayah biologis Regan berapa, pria yang sangat ingin ia hindari dan sangat dia benci.
"Satu satu Egan sayang Bunda, dua dua Egan sayang Bunda, tiga tiga juga sayang Bunda, satu dua tiga Sayang Bunda selamanya."
Lagu itu sering dinyanyikan Regan setiap saat, setiap kali Agneta bertanya kenapa hanya Bunda. Dia selalu menjawab, karena Bunda wonder womannya Egan, Egan gak butuh Ayah karena cukup bisa dekat sama Bunda. Agneta sering kali menangis karena ucapan dan tingkah laku Regan yang begitu menyentuh hatinya. Agneta bersyukur Regan tak mewarisi watak Ayahnya yang seperti iblis.
Tatapan Agneta tertuju pada sebuah piala dan medali yang ada di kamar Regan, itu adalah hadiah dari perlombaan lomba lari Regan di sekolanya. Agneta masih ingat kata yang di ucapkan Regan saat itu di depan teman-temannya.
"Ini untuk Bundanya Egan yang sangat cantik, telima kasih kalena mau jadi bundanya Egan, telima kasih kalena mau melawat Egan dan menyayangi Egan. Egan sayang Bunda selalu, I Love You Bunda Neta, Love You Full!"
"Hikzzz.....hikzzzzz....hikzzzzzz..." isakan Agneta semakin memilukan setiap kali mengingat itu, tubuhnya dan usianya memang masih sangat kecil, tetapi pemikirannya sungguh dewasa. Dia anak yang sangat tidak rewel dan sangat penurut. Bahkan dia anak yang penuh perhatian, tak jarang dia memijit Agneta kalau Agneta baru pulang kerja. Bahkan memanjakan Bundanya dengan mengambilkan makanan dan menyuapinya sungguh membuat Agneta terharu. Regan adalah kekuatannya, Regan adalah kebahagiaannya juga nyawanya. Saat dia tak ada, Agneta sungguh merasa jantungnya berhenti berdetak.
"Kamu dimana nak? Hikzzzz....hikzzzz...." isakan itu semakin memilukan. Sonya ikut menangis yang memperhatikan Agneta dari tadi di ambang pintu.
***
Agneta berjalan di lorong kantor dengan tatapan kosong, pikirannya masih melayang memikirkan Regan putranya. Bahkan pekerjaannyapun di biarkan begitu saja tanpa bisa ia kerjakan dengan baik karena konsentrasinya hanya terfokus pada Regan.
Tak jauh di hadapannya, Dave baru saja keluar dari ruang meeting bersama beberapa orang petinggi juga sekretarisnya. Dave menghentikan langkahnya saat ia beradu pandang dengan Agneta di depannya. Dave mampu melihat tatapan hampa dan kesedihan yang mendalam dari Agneta.
Setelah cukup lama mereka saling bertatapan, Agneta beranjak berbelok ke arah lorong lainnya untuk menyerahkan dokumen ke salah satu staff di sana. Dave meminta semuanya untuk pergi duluan, ia berjalan dengan langkah lebar mengikuti Agneta. Dari kejauhan langkah Agneta sedikit oleng, ia bahkan berpegangan pada dinding di sisinya hingga tubuhnya ambruk ke lantai.
"Neta!" Dave sedikit berlari mendekati Agneta dan terduduk di lantai untuk menyanggah kepala Agneta yang sudah kehilangan kesadarannya.
"Agneta, sadarlah!" ucap Dave menepuk pipi Agneta yang terasa panas,
Tanpa berpikir panjang lagi, Dave membopong tubuh Agneta dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju lift. Setiap karyawan dan karyawati di buat tercengang melihat Dave yang memangku Agneta. Mereka di buat kaget sekaligus heran, karena setau mereka CEO perusahaan ini tidak pernah perduli pada karyawannya apalagi sampai mau membopong tubuhnya seperti itu. Mereka semua berbisik-bisik satu sama lain, apalagi sebelumnya mereka juga pernah melihat Dave yang menarik tangan Agneta.
Dave tak memperdulikan semua mata yang menatap penuh rasa penasaran dan ingin tau ke arah mereka berdua. Dave berjalan melewati lobby saat keluar dari lift dan mengabaikan semua tatapan kearahnya. Fokusnya saat ini adalah Agneta. Hingga Natalie berdiri mematung melihat Dave yang membawa Agneta memasuki mobilnya dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
***
"Dad!" teriakan Natalie membuat pria paruh baya yang terbalut jas hitam menoleh ke ambang pintu dengan rokok yang terselip di sela bibirnya.
"Ada apa? Kau tampak kesal?" tanya pria itu dengan tatapan tajamnya.
"Dave mendekati wanita lain, dia sekarang sudah tidak melirikku lagi!" pekiknya dengan nada manja.
"Jangan risau, dia tidak mungkin berlaku seperti itu," ucapnya dengan tenang.
"Pokoknya aku tak mau tau, aku ingin pernikahanku dengannya di percepat!" ucapnya melipat kedua tangannya di dadanya.
"Kalian pasti akan menikah, sabarlah sayang." Pria itu tersenyum penuh misterius.
"Sampai kapan?"
"Sabarlah sebentar lagi, dia tidak akan berbuat apapun karena dia tau apa yang akan dia alami kalau menolak pernikahan ini." Seringai menyeramkan terukir di bibirnya yang hitam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
His Secret Child
RomanceBaca full di aplikasi Karyakarsa. Di KBM dengan judul "Anak Milik CEO" ~Saat melihatnya kembali maka saat itu pula aku tak akan pernah melepaskannya lagi~ "Se-selamat siang, Pak Davero," gumamnya dengan gugup. "Siang," jawabnya dengan suara serak...