Kemampuanku

939 95 3
                                    

Aku masih tak paham bagaimana Ataska tidak mengenal Elsie, sedang Elsie sangat jelas menyebutkan bahwa dia adalah teman Ataska, tapi Ataska bilang tak mengenalnya.

"Aaaggghhhh...," teriakku frustasi memikirkan hubungan antara Elsie dan Ataska.

Aku kembali memainkan tanganku dan membuat rangkaian bunga indah yang menjalar di sekitar rumahku. Setidaknya, ini adalah mainan bagiku untuk menghilangkan semua rasa kesal dan sakit hatiku.

"By...," terdengar suara Ataska dari belakangku. Aku segera berbalik dan mendapatkan Ataska tengah bengong melihatku dengan tatapan tak percaya.

"Ataska...," kataku tak kalah terkejutnya dengan Ataska. Entah sejak kapan dia berada di sini, dan entah dia melihat apa yang kulakukan atau tidak.

"Sejak kapan kamu di sini?" tanyaku setelah berhasil mengendalikan keterkejutanku atas kehadiran Ataska.

"Cukup lama untuk melihat semua yang terjadi," jawab Ataska.

Seketika itu wajahku berubah menjadi pucat pasi. Aku begitu ketakutan jika Ataska melihat semua kemampuanku, aku takut Ataska akan melukaiku lagi.

"Apa...apa yang kamu lihat Ka?" tanyaku dengan terbata.

"Aku melihatmu menghias rumahmu dengan bunga-bunga indah itu," jawab Ataska.

"Lalu?" tanyaku masih dengan suara bergetar karena ketakutan.

"Hanya itu saja, aku melihatmu menata bunga itu saja, memang ada yang lain yang kamu lakukan, By?" kata Ataska yang nampaknya merasa aneh dengan apa yang aku tanyakan.

Aku menghembuskan napas lega saat  mendengar jawaban Ataska. Setidaknya, untuk saat ini semua kemampuanku masih aman, tidak diketahui peri lain.

Aku membalikkan badanku dan berjalan ke pintu rumahku, aku tak ingin berbicara dengan Ataska. Dan aku pun tak ingin melihat Ataska lagi.

"By...tunggu," kata Ataska mencoba menghentikan langkahku.

"Apa?" tanyaku pada Ataska sambil menatapnya tajam.

"Apakah kamu masih marah padaku?" tanya Ataska yang sepertinya merasa bersalah karena telah membuatku marah.

"Pikirkan saja sendiri bagaiamana rasanya jika sayapmu di potong oleh seseorang," kataku sambil berbalik dan melangkahkan kakiku memasuki rumahku.

"Tapi Bu, kamu tidak tahu...," kata Ataska yang terpotong karena aku menutup pintu rumahku dengan sangat keras.

Aku sudah tak peduli lagi dengan semua pembelaan dia atas apa yang telah dia lakukan padaku, yang aku tahu dia telah menhancurkan hidupku. Bagi peri, sayap adalah segalanya, kami tak dapar melakukan apa-apa tanpa sayap kami yang sempurna.

Aku melangkahkan kakiku menuju dinding dimana potongan sayapku menjadi salah satu hiasan dindingku. Ini adalah caraku untuk mengingatkanku bahwa aku pernah punya sayap, pernah mampu terbang jauh lebih tinggi dari yang lainnya. Dan sekarang, aku hanya mampu menggunakan kedua kakiku dalam setiap aktivitasku.

Aku menggerakkan tanganku dengan begitu lambat untuk menumbuhkan beberapa pohon kecil untuk memperindah rumahku. Setelah sayapku di potong Ataska, aku hanya dapat mempercantik rumahku agar semuanya tetap indah.

Aku membentuk tanaman rambat menjadi sebuah kursi yang sangat indah dan cantik. Kursi ini dapat aku gunakan untuk membaca beberapa buku yang aku koleksi secara khusus. Biasanya aku membacanya sambil melayang di udara, tapi sekarang, aku tak dapat melakukannya, aku hanya dapat duduk untuk membaca semua buku-bukuku.

"Dimana buku itu?" kataku saat mencari sebuah buku yang belum selesai aku baca.

Aku masih ingat betul bajwa aku meletakkan buku itu di dekat meja riasku beberapa hari lalu. Tapi sekarang sepertinya buku itu telah hilang entah kemana.

Aku terus mencarinya hingga membuka tempat penyimpan buku-buku yang telah kubaca, tapi sayang aku tak menemukannya sama sekali. Aku mulai mengingat kembali dimana terakhir kali aku menyimpannya, tapi semakin aku berusaha mengingatnya, semakin aku lupa menyimpan buku itu dimana.

Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur yang terbuat dari bunga-bunga yang begitu indah dan wangi. Sebelumnya tempat tidurku tebuat dari kelopak bunga yang sudah kering, tapi sejak aku menyadari kemampuanku, aku menggantinya dengan bunga-bunga yang indah dan wangi.

Mataku menerawang ke atap rumah yang biasanya menjadi tempat favoritku saat di rumah. Di atap rumah itu lah aku menyimpan semua buku-bukuku. Atap itu sudah seperti perpustakaan bagiku, tapi sekarang sepertinya aku harus membiarkan buki-buku itu berdebu karena aku sudah tak mampu lagi untuk terbang.

Tiba-tiba aku melihat sebuah buku teronggok di sisi sebeluah luar di deretan buku yang paling atas, dan seketika aku memicingkan mataku memastikan bahwa aku tidak salah lihat.

"Itu dia...," kataku terlonjak girang saat menyadari bahwa buku itu adalah buku yang sedari tadi aku cari. Bagaimana buku itu ada di sana? pikirku yang tak memahami bagaimana buku itu sudah berada di deretan paling atas.

Sinat mata yang awalnya berbinar indah, kini kembali meredup dan mulai hilang. Awalnya aku bahagia karena dapat menemukan buku itu, tapi kini aku merasa sangat sedih karena aku tak dapat menggapai buku itu. Buku itu hanya dapat kuambil jika aku bisa sampai di atas sana, tapi aku tak dapat terbang ke sana.

Aku kembali merebahkan tubuhku dan menatap nanar pada buku-buku yang belum sempat kubaca. Aku terlalu sayang pada buku-buku itu, tapi kini aku sama sekali tak dapat menjamahnya.

Dengan sangat perlahan aku menggerakkan tanganku dan membuat tumubuhan rambah untuk merambat dan sedikit membentuk seperti tangga. Aku memang tak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak, tapi setidaknya aku harus menncobanya

Perlahan tumbuhan itu mulai tumbuh seperti yang aku inginkan. Dahan-dahan pendek namun kokoh menjadikannya seperti anak tangga yang dapat aku pijak ketika aku akan mengambil buku-bukuku di atas sana.

"Yes berhasil!" lonjakku senang saat tumbuhan rambat itu berhasil mencapai atap dengan dahan-dahan kokoh di sekelilingnya.

Aku segera beranjak dari tidurku dan dengan perlahan aku mulai memanjat tumbuhan rambat itu. Ada rasa senang di hatiku saat dapat menaiki dan menggapai buku-buku yang begitu aku rindukan. Ini adalah caraku untuk menghempaskan semua rasa sepiku karena tak memiliki seorang teman.

Akhirnya aku mendapatkan buku yang sedari tadi aku mencarinya. Ini adalah buku mengenai kemampuan peri warior yang aku baca untuk memahami dan mempelajari semuanya. Aku melakukan semua ini karena aku ingin memiliki semua kemampuan yang dimiliki teman-temanku, aku tak ingin hiduo terasing dari semuanya.

Perlahan aku mulai membuka buku itu dan membacanya dengan begitu teliti dan serius, aku tak ingin ada satu bagian pun yang terlewatkan. Walau aku telah tak dapat terbang, tapi bukan berarti aku tak dapat mempelajari semua kemampuan peri warior.

Aku terus membacanya hingga sampai pada bab kemampuan terbang. Di sana tertulis bahwa peri warior memiliki kemampuan terbang yang sangat tinggi dan tak dapat ditandingi oleh yang lainnya.

"Sayang aku tak dapat mempraktekan kemampuan yang satu ini," gumamku dengan penuh kesedihan.

"By...kamu...," aku mendengar suara Ataska yang sekarang sudah berada di hadapanku. Aku tak mengerti bagaimana dia bisa berada di dalam rumahku.

"Ataska...," kataku kaget dengan kehadirannya.

"Kenapa ada pohon rambat, By?" tanya Ataska saat melihatku tengah duduk di dahan paling atas pohon.

The Missing Of RubyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang