"Aku suka padamu," Minjoo menatap mataku dalam. Matanya yang teduh diiringi pengakuan cintanya membuat hatiku bergetar.
Hong Minjoo adalah trainee di BigHit. Kami berteman, atau lebih tepatnya aku yang memendam rasa untuknya. Seperti cinta bertepuk sebelah tangan kalau kata orang-orang.
Usianya tiga tahun lebih muda, tapi ia sepertinya jauh lebih dewasa dariku. Ia pandai mengeluarkan kata-kata yang bisa membuat orang lain merasa tenang.
Ia mengizinkanku untuk menjadi tempat bersandar, dan anehnya, ia selalu tahu kapan aku sedang ada masalah dan membutuhkannya. Ia akan datang tepat pada waktunya untuk menenangkanku dari semua masalah yang tidak bisa kuceritakan pada siapapun termasuk pada member bangtan.
Kau tahu, member bangtan selalu menganggapku sebagai sandaran mereka, tidak mungkin aku bisa terlihat lemah ketika mereka semua bersandar padaku.
Tangannya selalu terulur ketika aku putus asa, telinganya selalu terbuka lebar saat aku butuh seseorang untuk dijadikan tempat curhat dan hatinya yang luas selalu penuh cinta dan kasih sayang.
Aku tidak akan berbohong, aku berharap status kami bisa lebih dari sekadar 'teman', tapi aku tahu diri. Hatiku kini bukanlah milikku lagi. Tepat setelah aku debut sebagai idol, hatiku otomatis sudah menjadi milik para penggemar.
Hari ini, di pojokan lantai ruang latihannya, Minjoo menyatakan perasaannya padaku. Aku senang karena ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan, tapi aku sedih karena kami tidak bisa bersama.
Perasaanku yang dipenuhi kegelisahan karena kejadian yang terjadi pada Taehyung dan Minjoo yang menyatakan perasaannya padaku semakin bercampur aduk. Aku tidak tahu harus bagaimana saat ini.
"Aku juga," jawabku atas pernyataan cinta Minjoo.
Dari sudut mataku, aku melihat Minjoo menundukkan wajahnya yang dipenuhi kebahagiaan.
Tak lama, ia mengangkat wajahnya. "Aku hanya ingin mengatakannya, aku tidak berharap kita bisa bersama,"
"Dan juga debutku tinggal satu minggu lagi, mungkin aku akan jarang menemuimu, mendengarkan curahan hatimu, kegelisahanmu," lanjutnya.
"Aku tahu," ujarku.
"Adakah yang ingin kau ceritakan padaku sebelum kita jarang bertemu?" Tanyanya. Aku semakin sedih mendengar pertanyaannya. Ia mengatakan seakan-akan kami akan berpisah jauh dalam waktu yang lama.
Tapi memang benar, walaupun kami masih satu negara, satu kota, satu agensi, setelah ia debut maka kami harus saling jaga jarak untuk menjauhi skandal.
"Tidak ada," kataku.
"Kau yakin? Matamu, ekspresimu tidak menunjukkan kau tidak ingin bercerita," sial. Dia jago sekali membaca ekspresi seseorang.
Ya, kalau boleh, aku ingin bercerita tentang Taehyung yang akhir-akhir ini mengganggu pikiranku, tapi aku tidak boleh melakukannya. Itu rahasia grup yang bahkan PD nim pun tidak tahu.
"Baiklah," Minjoo bangkit dari duduknya. "Sudah hampir jam sembilan pagi, member yang lain akan segera kesini untuk latihan. Sebaiknya kau pergi, sebelum mereka melihat kita berduaan," katanya. Aku bangkit dan berjalan keluar ruang latihan.
"Sunbae-nim," panggil Minjoo sebelum aku berjalan menjauhi ruang latihan. Aku membalikkan badan dan menatap Minjoo dari jarak sekitar dua meter.
"Tapi jika kau butuh aku, datanglah, tidak peduli akan ada skandal atau tidak, datanglah padaku dan aku akan membantumu melewati masa-masa sulitmu,"
***********
Ketika langit berubah menjadi semakin gelap, aku datang ke rumah sakit untuk bertemu Taehyung.
"Taehyung," kataku lembut. Taehyung tengah asyik menatap jendela di sebelah kasurnya.
"Kau dengar aku?" Tanyaku.
"Untuk apa kau kesini? Besok aku sudah pulang," jawabnya tanpa menoleh. Ada ketidaksukaan dalam nada bicaranya.
"Kau kenapa jadi begini? Kau tidak biasanya bersikap dingin padaku,"
"Aku memang selalu begini,"
"Tidak, aku mengenalmu dengan sangat baik, Taehyung yang biasanya selalu ramah dan tidak akan pernah bersikap dingin pada siapapun,"
Taehyung akhirnya menoleh. Matanya sama sekali tidak menunjukkan keramahan. "Berhentilah bersikap kau tahu segalanya tentang aku,"
Tajam. Itu adalah kalimat paling tajam yang pernah Taehyung katakan padaku.
"Taehyung..." Panggilku lagi. "Ceritalah padaku, kau kenapa? Kau sudah bosan bersama bangtan? Kau ingin solo karir? Apa kau begini karena kepergian nenekmu?"
"Aku tidak tahu," sahut Taehyung.
"Apanya yang tidak kau ketahui?"
"Aku tidak tahu kenapa aku begini, yang jelas aku hanya lelah,"
Lelah? Hanya itukah alasannya sehingga ia memutuskan untuk keluar?
"Aku juga lelah, member yang lain juga pasti lelah. Kehidupan idol memang tidak susah, tapi aku dan yang lain tetap bertahan," kataku. "Apakah kau memikirkan perasaan penggemar? Mereka pasti akan kecewa jika kau keluar,"
Taehyung diam tak menjawab. Matanya menerawang jauh entah kemana.
"Jadwal kita sudah tidak sesibuk dulu, kita kini punya lebih banyak waktu luang, ingatlah waktu dimana kita bersenang-senang bersama bangtan, bertemu banyak penggemar, apa kau tak ingin merasakan itu lagi?"
"Aku lupa tentang penggemar, dan tentu saja Jimin, aku selalu ingin bersama bangtan," kata Taehyung. "Tapi bagaimana aku bisa bertahan jika dua orang yang menjadi motivasiku untuk bergabung dengan BTS sudah tidak ada? Aku sudah tidak punya tujuan hidup lagi, aku sendirian,"
Begitu rupanya. Ini memang berkaitan dengan kakek dan neneknya.
"Orang tuamu? Adik-adikmu? Jangan lupakan mereka, ingat Taehyung bagaimana bangganya mereka ketika dirimu menjadi bagian dari bangtan, mereka pasti akan sedih jika kau keluar," aku terus membujuk Taehyung.
Akhirnya setelah lama berdebat dan berpikir, Taehyung memutuskan jawabannya, "Baiklah, aku akan mencoba bertahan sekali lagi, tapi Jimin, aku sudah kehilangan dua orang yang paling berharga di hidupku," Taehyung berhenti sejenak. "Maka dari itu, jangan tinggalkan aku Jimin, kau satu-satunya sandaranku sekarang,"
Aku tersenyum puas. "Pasti. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu,"

YOU ARE READING
Bangtan's Angel, Jimin
Fiksi PenggemarKejadian yang terjadi pada Taehyung, rahasia Jungkook, perasaan yang disembunyikan Yoongi, kematian sepupunya yang dibunuh oleh penggemarnya, perpisahannya dengan gadis yang ia suka dan masalah-masalah lain di tahun ketujuh BTS membuat Jimin semakin...