6

204 18 3
                                        

Keempat gadis itu kini dipenjara.

Ketika aku datang menemui mereka, keempat gadis itu yang usianya dibawah dua puluh tahun itu malah berteriak histeris. Sama sekali tidak ada raut penyesalan di wajah mereka.

Tanganku terkepal, gigi-gigi gerahamku saling bertautan yang atas dengan yang bawah dan nafasku memburu.

Ya Tuhan, jika membunuh bukanlah perbuatan dosa, aku akan memenggal kepala empat gadis itu satu per satu dan melempar mayat tubuh mereka ke gunung berapi.

***

Flashback

Sehari sebelum aku mengunjungi Taehyung untuk membujuknya agar tetap bersama bangtan, aku membuat janji dengan seorang psikolog.

"Saerin noona!" Aku memanggil seorang wanita yang tengah kebingungan mencari keberadaanku di cafe ini.

Tidak banyak pengunjung di cafe ini, tapi aku memilih meja paling pojok yang sedikit tersembunyi untuk menghindari kalau nanti ada yang mengenaliku.

Aku mengangkat tangan kananku agar ia dapat lebih mudah menemukanku.

Saerin noona mengedarkan pandangannya lalu berhenti ketika melihat tanganku yang melambai kearahnya.

"Jimin!" Sapanya. Kami saling berpelukan erat selama beberapa detik sebelum percakapan kami dimulai.

"Jadi, ada apa kau mengajakku bertemu?" Tanya Saerin noona.

"Aku ingin konsultasi,"

"Oh.. berarti kau harus membayar ya, dua kali lipat untuk idol terkenal sepertimu,"

"Pelit sekali," cibirku yang kuharap tidak didengarnya.

"Bercanda, aku tidak butuh uangmu," aku terkekeh.

"Kode etik psikolog. Kau harus berjanji tidak akan membocorkan apa yang akan kuceritakan hari ini, terlebih ini menyangkut idol lain di grup yang sama denganku," kataku.

"Iya, aku berjanji,"

Aku mulai bercerita banyak tentang Taehyung. Mulai dari ia yang berubah, kepergian kakeknya, keinginannya untuk hengkang dari grup hingga percobaan bunuh dirinya.

Saerin noona menyimak penjelasanku dengan penuh perhatian.

"Apa yang harus kulakukan? Aku sudah tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Tidak mungkin aku hanya berpangku tangan menyaksikan penderitaannya seperti itu, apalagi ia sudah mencoba bunuh diri. Ini tidak bisa disepelekan," kataku.

"Yah, menurutku ini tidak terlalu rumit. Sudah jelas bukan? Dia ingin keluar. Kita tidak tahu apa yang ada di hati dan otaknya, bisa jadi selama menjadi idol ia merasa tertekan, tapi ia memendamnya terus menerus. Lalu kakeknya meninggal, membuat tekanan di kepalanya semakin bertambah dan boom! Ia menyerah. Batas kesabarannya sudah habis, ia sudah tidak bisa memendam semua tekanan, stress, depresinya lagi dan ia memilih pergi dari dunia ini," jelas Saerin noona.

"Satu-satunya cara menyelamatkan orang seperti Taehyung adalah dengan membiarkan ia melakukan apa yang ia mau. Kau tetap harus​ memberikan nasihat dari hati ke hati padanya, tapi jangan terlalu memaksa. Jangan biarkan dia sendirian, ajak ia bicara, dan jangan menghakimi atau menyudutkan atas keputusan yang akan ia ambil nanti," lanjutnya. "Dan mungkin kau bisa mengajaknya liburan ke suatu tempat, dengan begitu ia bisa berpikir lebih jernih,"

Percakapan kami tetap berlanjut setelah aku selesai menceritakan tentang keadaan Taehyung. Semua topik dan obrolan mengalir begitu saja. Kami juga beberapa kali membicarakan hal-hal bodoh dan konyol. Hingga akhirnya kami menyudahi pertemuan kali ini karena Saerin noona punya janji lain.

"Titipkan salamku pada Taehyung, dan Jimin, kau pernah bilang Taehyung suka mendengarkan lagu ballad dan instrumental musik sedih kan? Untuk saat ini, jangan biarkan ia mendengarkan lagu-lagu dan musik-musik seperti itu, ia akan semakin larut dalam kesedihan jika tetap mendengarkannya," ujar Saerin noona.

Aku mengangguk dan memeluknya erat sebelum​ ia pergi.

"Hati-hati dijalan," kataku setelah melepas pelukan. Ia tersenyum dan melangkah keluar cafe.

Baik. Sepertinya rencana Namjoon hyung untuk pergi berlibur memang harus direalisasikan secepatnya.

***

"Kenapa kalian melakukan itu?" Tanyaku pada keempat gadis itu dengan tajam.

"Ia cantik. Kau memeluknya, tersenyum padanya, bersenda gurau dengannya dan mengobrol lama dengannya," kata gadis yang kutebak yang paling tua diantara mereka.

Tiga yang lainnya memandangi wajahku dengan tatapan terkagum-kagum.

"Lalu apa masalahnya?!"

"Kau egois! Kau berpacaran dengannya dan membuat banyak penggemar patah hati! Kami sudah mengorbankan uang dan waktu kami untukmu, seharusnya kau menjaga perasaan kami!" Jelasnya.

"Karena itulah kami membunuhnya," katanya santai tanpa merasa berdosa sedikitpun.

"Imut dan tampan sekali..." Kata tiga orang gadis yang masih memandangiku.

Amarahku memuncak. Aku berdiri dari kursi dan memukul meja di hadapanku.

"PACAR?! KAU KIRA DIA ITU SIAPA, HAH! DIA SEPUPUKU BODOH! DIA SEPUPUKU!! TIDAK MUNGKIN AKU BERPACARAN DENGANNYA! LAGIPULA KAU TIDAK BERHAK MELARANGKU UNTUK DEKAT DENGAN PEREMPUAN MANAPUN!" aku berteriak di depan mereka. Urat-urat leherku terlihat jelas, wajahku memerah bersamaan dengan tangan yang juga memerah karena kerasnya meja yang tadi kupukul.

Seorang petugas penjara menarikku keluar ketika mendengarku berteriak seperti orang kerasukan.

"AKU TIDAK BUTUH PENGGEMAR SEPERTIMU!" Teriakku sembari berontak dari para penjaga lain yang berdatangan untuk membawaku keluar.

"DASAR JALANG! KALIAN HARUS MATI!!!" teriakku untuk terakhir kalinya sebelum para petugas berhasil menyeretku keluar.

Sejak saat itu, aku menyesali kehidupanku sepuluh tahun ini.

Andai saja aku tidak jadi idol, ini semua tidak akan terjadi bukan?

----------------

Cerita ini terbengkalali maaf ya

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 12, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bangtan's Angel, JiminWhere stories live. Discover now