Title: Si Aku yang Harus Ingat
Author: Adeil011
Genre: Angst, Sad, Family :v
Rating: General
Disclaimer: Tanpa sumber, mutlak plot dariku. Terkecuali, tokoh.
---
"Ayah akan tetap membantuku, Ibu akan selalu menjadi penyokongku, Kakak? Siapa yang tahu tentang dia."
---
"Ayo, uri-Jihyeon pasti bisa! Sedikit lagi, ayo lebih seimbangkan. Yaaa ...," pekikan ayah terdengar jelas dari balik punggungku. Tanpa sadar bibirku melengkung bangga, kayuhan sepedaku terasa lebih ringan ketimbang dulu dengan roda bantu. Langit mulai kelabu dan ayah langsung menggendongku di sisi kirinya, mengeret sepeda merah jambuku di sisi kanannya. Aku sangat sayang ayah, dia idolaku. "Ayo kita pulang ...."
Rintik hujan mulai jatuh ketika kami tiba di perkarangan rumah, ayah berlari sembari terkikik hingga ke beranda. Dengan gelak tawa khas pria dewasa, ia berkata dengan suara dalamnya, "Ayo masuk, Ibu pasti sudah menyiapkan sup hangat untuk kita." Lagi-lagi, aku terlalu senang mendapatkan ayah sepertinya di dunia ini.
Kaki kecilku berderap menuju dapur, ibu tersenyum masih dengan sudu dalam genggaman. "Oh, Jihyeonie. Sudah mahir mengendarai sepeda, sayang?"
"Tentu saja!" pekikku semangat. Ibu mengusap belah rambutku. Ayah mengangkatku ke kursi, ibu menyuguhkan semangkuk sup hangat di hadapanku, dengan binar antusias, ayah dan ibu menatapku lama.
Namun, itu semua hanya memori yang tak sengaja berbekas. Memori seorang gadis kecil satu dekade yang manja dan bodohnya belum mahir betul mengayuh sepeda kecil. Debum pintu itu ada saat waktu tepat pukul 10 malam, lelaki tegap namun kurus kering itu akan muncul dari balik pintu dengan tudung jaket yang menutupi kepalanya. Rambut depan berwarnanya terkadang masih tampak lepek terkena keringat, terkadang juga kering akibat terpaan angin malam. "Masuk ke kamar," titahnya. Suaranya dalam, mengingatkanku pada ayah yang selalu berbicara padaku dengan tutur kata halus.
Aku tentu saja harus patuh. Masuk ke kamar, lalu terisak di balik selimut. Ah, tentang sup hangat yang kusantap tengah hujan itu, adalah hidangan buatan ibu yang terakhir kalinya kukecap. Terdengar sedikit rumit, tetapi memang malam itu teramat aneh menurutku. Ketika ayah dan ibu mengecup dahiku, mengantarkanku ke peraduan tempatku terlelap, jendela kamar terbuka lebar. Pria bertudung masuk, merengkuhku erat, dan seperti mantra, aku hanya diam. Aku sempat ingin melepasnya saat itu, tapi anehnya lagi mataku terasa berat dan lelah. Suaranya seperti dekat sekali denganku, dari bawah rengkuhan nyamannya, getaran tubuhnya yang membopongku jauh dari rumah terasa buru, ia berbisik dengan nada khawatir, "Aku Kakakmu, tenang saja. Kita akan selamat, ayo kita pergi, dan kau akan aman."
Nyatanya kini, semua hanya sebuah kebalikan. Sekarang -diriku berusia 15- aku bahkan tak lagi percaya dia kakakku. Setelah kupikir lebih lanjut, kenapa dulu aku percaya saja pada orang asing. Hei, aku diculik. Aku hanya baru sadar, sekali lagi teman, aku diculik. Memikirkan bagaimana dulu ia menculikku saat usianya sama dengan usiaku kini, kurasa itu terlalu berani, terlebih dengan tanpa alasan.
Ini pagi yang sekian kalinya, dan aku melihatnya menemukan buku sketsaku. Itu privasi, dia tidak bisa melakukannya seenaknya. "Taehyung keparat," umpatku. Untuk informasi, ini kali pertamanya aku mengumpat. Bukankah dulunya aku malaikat dengan penuh kebajikan, waw, aku harus dapat penghargaan.
"Teruntuk Jaehyung yang lebih keparat." Ia melambungkan sekotak susu, aku menangkapnya. Heran, semakin hari aku tinggal dengannya, sepertinya ada sifat militer yang mulai tumbuh dalam diriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
#1: A Simple Food and A Warm Family
أدب الهواةTahun baru, resolusi baru, wajah baru, dan kisah-kisah baru. Telah, sedang, dan akan menyambut kita dengan penuh sukacita di tahun 2017 ini. Semoga, di tahun ini pun kami--segenap staff Flow de Memoire dapat memberikan berbagai macam kisah dan penga...