"Seenggaknya, kamu bisa lari, Renaya! Habis jogging sebentar aja kamu kayak habis lari dikejar setan. Bapak bingung harus gimana lagi sama kamu!" Suara berat Pak Is menggelegar di sepenjuru lapangan sekolah. Tentu saja, menarik perhatian banyak murid.
Renaya, cewek yang berdiri seraya menunduk di depan Pak Is hanya bergumam kecil menanggapi ocehan pagi hari guru olahraganya itu.
"Bapak harus bagaimana, Nay?" Sekali lagi, suara Pak Is mengundang perhatian.
"Maaf, Pak ...."
"Maaf doang nggak bikin nilai kamu di atas KKM."
"Udahlah, Pak. Kasian Naya-nya kalo tiap jam olahraga malah jadi bahan ceramahan Bapak, biarin aja dia kali." Adalah suara Syifa—salah satu teman kelas Naya yang dengan berani menginterupsi pembicaraan Pak Is dan Naya. Well, sebenarnya bukan hanya pembicaraan Pak Is dan Naya saja karena suara Pak Is bisa terdengar oleh semua murid yang ada di sekeliling lapangan.
Pak Is tampak menghela napas panjang lalu berucap, "Ya sudah, saya akan pikirkan cara buat nilai kamu nggak di bawah KKM."
Naya akhirnya mengangguk senang seraya berkata, "Terima kasih banyak, Pak."
Setelah berkata, Naya bergegas menuju teman perempuan sekelasnya yang sedang berada di pinggir lapangan—menonton anak lelaki bermain sepakbola.
"Lo nggak apa-apa, 'kan?" tanya Syifa ketika Naya sudah bergabung dengan teman-temannya.
"He-eh, Nay, lo nggak pa-pa, 'kan? Lo utuh tanpa kurang apa pun?" timpal yang lain.
Naya mengangguk. "Iya. Nggakpapa. Lagian itu udah biasa."
"Gue heran sama lo deh, Nay. Sebegitu Tuhan sayang lo atau gimana, sih? Lo sampai-sampai begini amat. Lo harus banyak-banyak doa biar Tuhan kasih lo anugerah bisa lari kayaknya," balas Fara, cewek yang paling punya empati tinggi di antara lainnya.
Naya nyengir kuda sambil berkata, "Kayaknya sih begitu, nanti deh aku coba."
Ini semua gara-gara kemampuan olahraga Naya yang nol besar. Dia benar-benar bodoh untuk melakukan hal itu, jadilah dia setiap kali jam olahraga dapat siraman rohani dari Pak Is. Ucapan Pak Is tadi nggak ada yang salah, semua benar. Naya sepertinya memang nggak berjodoh dengan hal yang berhubungan dengan olahraga. Pak Is benar, dia bahkan kelelahan luar biasa hanya karena jogging dua putaran lapangan!
"Heran gue sama Pak Is, nggak capek apa ngurusin lo yang emang nggak bakat lari-larian," ujar Syifa.
Naya tersenyum kecil. "Ya udahlah, lagian Pak Is bener, aku harusnya bisalah sekadar lari sebentar aja. Tapi, kenyataannya kan aku nol besar, harus coba lain kali biar Pak Is nggak pusing ngurus nilaiku yang bermasalah terus."
Syifa menepuk pundak Naya pelan sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lapangan. "Kayaknya lo harus coba olahraga yang serius deh. Sedikit-sedikit nggak pa-pa, yang penting bikin Pak Is berhenti ngoceh ketika pelajaran olahraga kita. Panas kuping gue."
"Aku emang bener-bener nggak ada bakat olahraga. It's okay. Menurutku, seorang anak tuh nggak melulu harus bisa melakukan semua hal. Dan hal yang nggak bisa aku lakuin adalah olahraga. Itu udah takdir. Dari sananya begini ya udah, jalanin aja."
"Bener banget. Kita terlalu banyak dituntut ini-itu. Menurut gue, kalo udah nggak cocok di suatu bidang dan berarti emang bukan passion-nya ya biarin aja, nggak usah dilakuin lagi."
"Itu gerombolan cewek di pinggir lapangan, kenapa cuma nonton aja?! Kalian juga ada jam saya! Cepat ke lapangan basket dan nanti saya ambil nilainya!" Pak Is berseru dari kejauhan. Membuat cewek-cewek yang jadi sasaran siraman rohaninya bergegas menuju lapangan basket.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Capt!
Teen FictionBayu adalah kapten klub sepak bola sekolah yang kadar bagusnya jangan dipertanyakan lagi. Bagi Bayu, menjebol gawang lawan bukanlah hal yang susah. Alasannya, kelas karena menjebol hati Naya ternyata jauh lebih susah. Naya sendiri yaitu cewek bi...