Sore harinya, rumah Ganang ramai karena Bayu, Tegar, Aldo, dan Fata memutuskan menghabiskan malam Sabtu-nya di sana. Ini memang semacam kegiatan rutin yang mereka lakukan di malam Sabtu. Alasannya adalah: 1) mereka semua single, kecuali Aldo yang kena LDR sama pacarnya, 2) mereka boring di rumah masing-masing, 3) ngabisin waktu bareng-bareng itu jauh lebih bikin hati tentram, 4) besoknya libur, pun sekalian aja karena besoknya mereka berangkat latihan bareng, 5) mereka bebas ngelakuin hal-hal yang menyenangkan tanpa ada gangguan, misal main PS sampe tengah malem, nonton film rame-rame, dan banyak lagi.
Rumah Ganang dipilih malam ini karena satu dan berbagai alasan. Yang paling kuat adalah ada lapangan kecil di belakang rumahnya dan di ruang tengah lantai atas ada PS. Juga jelas karena kamar Ganang luas dengan ranjang tingkat dan sebuah kasur single di sebelahnya. Kata Ganang sih, mama-papanya dulu pengin punya anak banyak sampe-sampe disiapin sebegitunya, cuma ya, nggak kesampean, jadinya dua aja: Ganang dan adik perempuannya yang masih SD.
Oh ya, satu alasan lagi, Mama-Papa Ganang tuh orang gaul, jadi nggak bakal tanya macem-macem dan curiga. Keduanya 'paham' anak muda zaman sekarang dan fine-fine aja kalo lantai atas berisik karena ulah cowok-cowok itu. Coba bayangin kalo di rumah Bayu, Papa Bayu bisa ngusir mereka tanpa ba-bi-bu karena demi apa pun, papanya Bayu tuh galak nggak ketulungan, apalagi kalo ngadepin spesies langka macam mereka!
"Kresek putih yang di sebelah kulkas bawa ke belakang aja, Nang. Punya adekmu udah dipisah kok," suara Mama Ganang kedengaran sampe ke halaman belakang. Tuh, kurang baik dan peduli apa mamanya Ganang?
Bukan Ganang yang menuju ke dapur untuk mengambil, melainkan Fata. Setelah berbasa-basi dan berterimakasih pada Mama Ganang, Fata balik ke halaman belakang menenteng dua kresek putih berisi makanan ringan dan minuman dingin.
"Yang aus, yang laper. Merapat, gengs!" Fata menaruh kresek di teras belakang sembari berseru. Yang lain kompak berhenti bermain-main dengan bola. Lantas setelahnya sudah berkumpulnya di teras.
"Yu, tadi si Naya mau, 'kan?" tanya Aldo, memulai pembicaraan sembari membuka bungkus keripik singkong.
Bayu yang dari tadi nggak ikut ngobrol menaikkan alisnya. Apanya?
"Si Naya, besok lo jemput, mau?" Aldo mengulangi lebih jelas.
Bayu mengangguk singkat, lalu memakan keripik kentangnya.
"Ih, Bay! Kok lo jadi kayak monyet sakit gigi, sih?" Ganang berucap dengan nada kesal, apalagi saat melihat raut Bayu yang datar dan bibir cowok itu yang seakan terkunci rapat.
Tak menjawab, Bayu justru mendengus malas. Yang lain kompak kesal setengah mati. Sependiamnya Bayu selama 2 tahun lebih mereka kenal, nggak sampe yang dieeem terus kayak monyet sakit gigi. Ini kok diem banget, kayaknya sih semenjak dari kelas Naya tadi pas jam istirahat di sekolah.
"Atau jangan-jangan ...," Tegar angkat bicara, "Lo mau tobat jadi cowok alim, ya, Yu?! Ini semua gara-gara khotbah salat Jumat tadi, ya?!" katanya terkekeh geli.
Cowok-cowok yang duduk berjejer tak teratur menghadap ke lapangan kecil itu kompak tertawa, tentu kecuali Bayu. Cowok itu sedang dalam kondisi males bicara karena ya, entah kenapa semenjak tadi begitu.
"Yang gue lakuin bener atau nggak, sih? Naya terpaksa atau nggak ya? Kok dia mau jadi manajer klub kita?" Tak menghiraukan obrolan dan tawa temannya, Bayu justru bertanya hal lain.
Kompak lainnya mengernyit heran.
"Kok lo suuzan gitu, sih?" Tegar kembali berbicara, bertanya heran.
"Sumpeh, lo keterlaluan ngira dia terpaksa," ujar Ganang, nggak habis pikir.
Aldo menghela napas sebelum akhirnya beucap, "Kenapa harus terpaksa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Capt!
Teen FictionBayu adalah kapten klub sepak bola sekolah yang kadar bagusnya jangan dipertanyakan lagi. Bagi Bayu, menjebol gawang lawan bukanlah hal yang susah. Alasannya, kelas karena menjebol hati Naya ternyata jauh lebih susah. Naya sendiri yaitu cewek bi...