Chapter 11

39 3 0
                                    

Riuh tepuk tangan mengudara ketika Bayu memperkenalkan Naya sebagai manajer resmi klub sepak bola sekolah di depan anggota klub dan Coach Zafran—pelatih mereka.

Naya tersenyum simpul.

"Oke, buat sementara itu dulu perkenalannya," ucap Bayu. "Atau ada yang mau ditanyakan tentang Naya?"

Aldo angkat tangan. Setelah Bayu mempersilakan dengan grrakan tangan, ia berkata, "Naya udah punya pacar atau udah punya relationship gitu nggak?"

"Nggak ada ...," kata Naya seraya menggantungkan kalimatnya, hingga menciptakan keheningan. Semenit kemudian, ia meralat ucapannya, "Eh, ada sih. Tapi, LDR."

"Haaah???" Cowok-cowok yang duduk dengan santai di pinggir lapangan kontan melongo mendengar jawaban Naya. Mereka semua tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar. Naya, bro! Ini Naya! Udah. Punya. Pacar. Dan. Ternyata. LDR.

Harus ditekankan baik-baik setiap katanya!

Naya kelewat kalem dan jarang 'nongol' di sekolah karena emang udah nyaman dalam diamnya yang ternyata ngejalanin LDR?!

Bayu yang berdiri di sebelah Naya beda lagi, dia bergeming sampai-sampai merasa waktu sedang berkonspirasi hingga menyesakkan dadanya.

Sementara cowok-cowok masih sibuk dengan pikirannya dan keterkejutannya, Naya jadi menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tak gatal. Dia salah ngomong?

Uuuw. Seruan yang lebih mengarah ke godaan itu masih terlontar. Seruan 'uuw cie-cie' emang jelas terlontar buat Naya, tapi godaan yang maknanya kontras justru tercipta dari beberapa cowok yang nggak lain nggak bukan adalah Fata, Aldo, dan Ganang:

"Duhhh, ada yang potek hatinya, niiih!" seru Ganang.

Aldo menambahi, "He-eh, Nang. Adaaa! Yang baru terbang, terus dibuang ke dasar jurang mah adaaa! Sakiiit, man!"

"Sakitnya seberapa, Naaang?!" Fata ikut-ikutan.

Ganang berpura-pura tampak berpikir di tengah riuhnya cowok-cowok lainnya. "Banyaklah, pokoknya! Nggak bisa dihitung saking banyaknya!"

Tak puas mendapat jawaban Ganang, Fata bertanya lagi, "Sakitnya di mana, Naaang?!"

"Di sini," Ganang menunjuk kepalanya, "di sini," lalu beralih ke dada kirinya, "terus di sini," kemudian turun menuju perutnya yang tertutup kaos tim warna merah.

"Sakit kepala karena banyak pikiran. Sakit hati karena hatinya cenat cenut kesakitan. Sakit perut karena kelaparan saking lupanya sama makan!" Aldo berujar panjang lebar, dengan suara yang dapat dibilang keras. Dan karena itu, menimbulkan keheningan, bahkan menghentikan seruan-seruan cowok tadi.

Bayu sedaritadi mengatupkan rahangnya berjaga-jaga dengan emosinya. Menyadari Bayu dalam kondisi so bad gitu, kontan keheningan yang tadi diisi oleh suara nyinyir Ganang berubah benar-benar senyap.

"Nyinyirnya udah?" Suara Bayu terdengar, dingin, mematikan. Semua menciut, paham Bayu emang marah. Beberapa cuma bingung aja. "Udah belum?!" gertak Bayu lagi, lebih keras dan tajam.

"Udah, Capt!"

Coach Zafran yang berdiri bersebelahan dengan Bayu menepuk pelan pundak cowok itu, lantas berbisik, "Sabar!"

Naya yang berdiri di sebelah Bayu pun jadi bingung. Apa dia salah ngomong? Begitu, kira-kira. "Eh, udahan ya nanyanya. Aku jadi nggak enak," ujar Naya pelan.

"Nggak pa-pa, Nay," Bayu menghela napas singkat, "Kamu perlu pendekatan sama anak-anak, biar nggak canggung atau gimana," bisiknya pada Naya. "Satu pertanyaan lagi. Ada yang mau tanya lagi nggak?" ucap Bayu.

Yes, Capt!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang