Chapter 12

47 2 0
                                    

Hari ini memang cerah, kontras sekali dengan perasaan yang berkecamuk dalam diri dua anak manusia yang sedang duduk bersebelahan. Naya melirik Bayu di sebelahnya yang sedang menyopir. Cowok itu masih saja diam semenjak mengajak Naya pulang.

"Pulang sekarang ya, Naya. Saya nggak enak badan." Udah. Cuma itu aja yang Bayu katakan untuk Naya sebelum beranjak—membiarkan Naya mengekor.

Pikiran Naya kalut. Ini ada yang salah. Apakah Bayu menganggap bahwa ucapan Naya yang membahas tentang LDR dunia- akhirat tadi adalah sebuah kesalahan?

"Kamu udah makan?"

Akhirnya! Naya mendesah lega setelah suara Bayu terdengar. Cowok itu emang bikin Naya nggak keruan.

"Udah," jawab Naya. Dalam hati, dia ingin sekali menanyakan balik apakah Bayu sudah makan, tetapi semua tertinggal di kerongkongan. Is it introvert problems? Ya ya ya. Mungkin iya. Jadi, jangan salahkan seorang introver kalau mereka terlampau cuek atau pun pendiam. Tapi, dalam hati Naya percaya Bayu pasti udah sarapan karena latihannya butuh banyak tenaga.

Bayu kembali fokus ke jalanan. Hening lagi. Naya memang suka hening, tapi bukan yang seperti ini. Bukan yang diam karena ada sesuatu mengganjal.

"Emangnya setiap latihan Kak Bayu pulang paling awal?" tanya Naya setelah membesarkan keberaniannya untuk membuka obrolan.

"Nggak, Naya," jawab Bayu, "'kan saya udah bilang. Saya nggak enak badan."

"Oh iya."

Lalu hening lagi.

Dan tanpa Naya sadari, mobil Bayu berhenti bukan di tempat yang Naya tuju. Bukan rumah Naya. Tetapi, sebuah kedai bakso yang Naya rasa tak jauh dari area stadion.

"Saya udah makan tadi. Tapi, sekarang udah laper lagi."

Naya tersenyum kecil, mengangguk, lalu turun setelah Bayu turun. Nggak ada adegan bukain pintu kayak di drakor. Nggak karena ya Bayu dan Naya bukan tokoh dalam drakor itu. Selanjutnya keduanya berjalan berdampingan masuk ke kedai bakso.

"Instagramable banget, ya?" komentar Naya setelah masuk ke kedai itu. Kedai tersebut memang cocok dijadikan sebagai spot foto karena terlihat klasik.

Bayu mengangguk. "Iya. Baksonya juga enak banget."

Naya teringat sesuatu, "Jadi, Kak Bayu suka bakso ya?"

"He-eh." Bayu menggeser sebuah kursi ketika sampai di meja tujuan. "Cuma ya lemak lagi lemak lagi. Duduk, Nay." Lantas setelahnya berjalan untuk duduk di hadapan Naya.

Nggak lama, pelayan datang. Memberikan daftar menu pada Bayu—yang langsung Bayu berikan pada Naya karena dia sudah hafal di luar kepala apa yang akan dipesannya.

"Es jeruk aja, Mbak," ucap Naya.

Bayu mengernyit. "Kok?"

"Kan saya udah makan, Kak."

"Saya juga udah, Naya." Bayu mengalihkan pandangan ke arah pelayan yang menatap keduanya bingung. "Es jeruknya dua, baksonya juga dua, yang sama kayak saya jadinya," kata Bayu pada perempuan berbaju hitam-putih itu.

Pramusaji itu mengangguk, lantas beranjak.

"Kak! Kan saya bilang udah makan...," protes Naya.

"Itu tadi.... Dan sekarang, udah mau siang. Janji deh kalo kamu nggak suka, saya yang abisin."

"Oke." Naya mengalah. Dia akhirnya iya-iya aja setelah Bayu berkata begitu.

Selanjutnya, obrolan keduanya mengalir. Tapi, janganlah berharap obrolan itu tentang obrolan pribadi. Jangan sama sekali. Karena jelas-jelas obrolannya adalah mengenai dunia baru Naya, yaitu jadi manajer di klub sepak bola.

Yes, Capt!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang